Rabu, 09 Februari 2011

.KERAJAAN ACEH (1607 – 1636) ZAMAN SULTAN ISKANDAR MUDA

Buku Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang di tulis D. Lombard pada awal karirnya berfokus pada pembahasan tentang pemerintahan Sultan Iskandar Muda, menggunakan bukti atau sumber – sumber Melayu setempat (Bustan Al – Salatin, Hikayat Aceh, Adat Aceh, dan lain - lain ). Di samping sumber –sumber dari dalm negeri, Dia juga menggunakan sumber darikesaksian para musafir yang di Aceh pada masa itu, terutama musafir dari Eropa. Pada awal abad ke-17, Penguasa terbesar dari raja – raja Aceh lainnya menduduki singgasana pemerintahan kerajaan Aceh.Beliau adalah Sultan Iskandar Muda.Sultan iskandar Muda membentuk pemerintahan tirani yang telah terbukti sukses dan membawa Kerajaan Aceh dalam masa kejayaan dan keemasannya. Aceh menjadi kerajaan paling kuat di nusantara bagian barat. Hal itu didasarkan pada kekutan militer Kerajaan Aceh yang sangat kuat. Pada tahun 1612 Aceh berhasil merebut Deli,dan mampu merebut Aru pada tahun 1613. Aceh juga mampu mengalahkan Johor dan kongsi dagang Belanda (VOC). Tetapi usaha Sultan Iskandar muda menguasai Johor secara permanen mengalami kegagalan. Kemudian Johor membentuk persekutuan denganPahang,Palembang,Jambi,Indragiri, dan Siak untuk melawan Aceh. Pada tahun – tahun selanjutnya Garnisun Aceh berhasil di pukul mundur oleh Portugis (1929). Kerajaan Aceh di masa Sultan Iskandar Muda memnang mengalami masa keemasannya, tetapi sebenarnya memiliki pondasi yang sanat rapuh karena tekanan daerah pesisir yang ingin memberontak. Hubungan antara kota dengan denagn pedalaman kurang baik,pedalaman merupakan daerah penting penyuplai pasukan pangan dan mendukung proses perluasan wilayah. Kemunduran Kerajaan Aceh juga disebabkan oleh sikap Sultan Iskandar Muda tang menumpuk kekayaan untuk diri sendiri. Pada tahun 1636 Sultan Iskandar Muda digantikan Sultan Iskandar Tsani yaitu putera mahkota dari Kerajaan Pahang .

Keraton Yogyakarta dan Seni Bangunannya

A. LATAR BELAKANG Keraton Yogyakarta merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari beberapa macam bnagunan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono. Keraton Yogyakrta juga merupakan bekas pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta sebelum entitas Indonesia diproklamirkan. Dalam konsep kosmologis , Keraton merupakan pusat yang cerminkan atau direflkesikan sebagai pusat mikrokosmos (jambudwipa). Dalam hal ini berarti keraton sebagai pusat replika tata surya, yamg menempatkan keraton sebagai pusat segalanya. Pencerminan ini merefleksikan jagad raya sebagai makrokosmos. Jika raja – raja Jawa tidak bersengketa mungkin tidak akan hadir entitas Kasultanan Yogyakarta, tetapi yang ada hanyalah Kerajaan Mataram Islam. Latar belakang hadirnya keraton Yogyakarta didasarkan pada isi dari perjanjian Giyanti atau sering juga disebut Palihan Nagari yang dilakukan di desa Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 yang berarti dalam penaggalan Jawa adalah 29 rabiulakhir 1680. Efek yang ditimbulkan dari hasil perjanjian Giyanti tesebut membuat Mataram terbagi menjadi Dua kerajaan besar yaitu Kasunanan Surakarta Adiningrat dan Kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Tenyata setelah perjanjian Giyanti permasalahan mengenai konflik intern kertaon belum usai. Raden Mas Said yang kurang terima dengan isi perjanjian Giyanti meminta jatah kekuasaan kepada pemerintahan Belanda. Raden Mas Said melakukan perundingan dengan Belanda pada tahun 1756. Pada perundingan tersebut Raden Mas Said meminta sepertiga wilayah kekuasaan dari kerajaan Mataram. Namun akhirnya Raden Mas Said harus puasdengan hasil perjanjian Salatiga pada tahun 1757, bahwa ia hanya meneriam sebagian kecil wilayah dari Kasunanan Surakarta Adiningrat dan memeproleh gelar Adipati Mangkunegara. Selanjutnya Kasultanan Yogyakarta pun tak lepas dari gonjang-ganjing perpecahan dari intern kerajaan ini. Kasultanan Yogyakrta Adiningrat juga mengalami perpecahan ketika Pulau Jawa berada di bawah pengaruh Inggris. Sehingga pada tahun 1812 sebagian dari wilayah Kasultanan Yogyakarta Adiningrat harus dilimpahkan kepada pangeran Notokusuma. Pada masa ini Pangeran Natakusuma bergelar Adipati Paku Alam. Dengan lahirnya empat Keraon atau entitas politik tersendiri ini berakibat lahirnya empat keraton yang berbeda walaupun alam pengkonsepannya hampir sama. Seiring berjalannya waktu perubahan- perubahan yang merupakan tekanan dari luar pun mau tidak mau terjadi dan harus dihadapi. Hali ini terjadi di kota Yogyakrta maupun Solo, guna menampung kebutuhan. Fenomena ini memberikan imbas secara langsung maupun tidak langsung terhadap arsitektur keraton yang dituntut beradaptasi dengan kondisi zaman. Arsitektur keraton tidak dapat dilepaskan dari bagunan yang berada disekitar keraton tersebut, karena tidak ada satupun bangunan di keraton yang dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan. Keraton Kasultanan Yogyakarta pada awalnya merupakan Pesanggrahan Gerjitawati yang didirikan pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwono II. Pembuatan keraton Yogyakarta sendiri selesai pada tahun 1682 (Jawa) yang ditandai dengan sengkalan Dwi Naga Rasa Tunggal. B. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan atas uraian yang tertuang pada latar belakang sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi dasar pondasi dalam penulisan ini adalah mengingat bangunan kertaon sebelum masa kemerdekaan merupakan suatu tempat atau kompleks bangunan pusat pemerintahan sebuah entitas politik. Selain sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kasultanan Yogyakarta Adiningrat merupakan pusat perkembangan kebudayaan. Bentuk arsitektur Keraton Yogyakrta oleh masyarakat sekitar diadaptasi mebentuk rumah yang mimpir dengan konstruksi keraton Yogyakarta. Dari hal ini muncul pertanyaan pokok yang berisi tentang bagaimana Arsitektur pembentukan kompleks keraton Yogyakarta secara luas? C. PEMBAHASAN Keraton Yogyakarta merupakan suatu tatanan kompleks bangunan pusat kasultanan dan istana Sri Sultan Hamengkubuwono yang terletak di pusat ibukota. Pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta Adiningrat di kelilingi benteng yang besar dan kokoh, kemudian memiliki parit yang berada diluar benteng. Parit tersebut memilki fungsi sebagai media penghalau serangan lawan yang ingin masuk lingkungan keraton. Kemudian Kasultananan Yogyakarta Adiningrat juga memilki dua alun-alun. Kedua alun-alun tersebut adalaha alaun-alun besar ataua alun-alun utara yang terletak di sebelah utara keraton, sedangkan alun-alun kecil berada disebelah selatan keraton Yogyakarta. Sealin memiliki alun-alun keraton Yogyakarta juaga memilki masjid Gede Kauman yang merupakan bangunan (identik) islam, kemudian keraton juga memilki Tamansari yang merupakan tempata rekreasi keluaraga Sri Sultan Hamengkubuwono. Sedangkan didalam keraton terdapat tujuh buah bangunan yang terletak pada tujuh buah halaman. Tujuh buah halaman tersebut di susun berderet dari utara ke selatan. Untuk lebih rinci mengenai benteng, parit, alun-alun, masjid Gede Kauman, dan Tamansari akan dijelasakan dalam paparan berikut ini : 1. Benteng Benteng merupakan tembok pelindung yang mengelilingi pusat kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Benteng ini mengelilingi pusat pemerintahan, benteng tersebut bernama benteng Baluwarti. Benteng Baluwarti ini di dirikan pada tahun 1782 Masehi. Keadaan bangunan pada saat ini sudah tidak lengkap, karena banyak fitur bangunan yang sudah rusak dan hilang. Bekas bangunan yang tersisa adalah dinding di bagian selatan, bagian sudut tenggara yang lebih popular dengan sebutan pojok benteng wetan bagi masyarakat Yogyakarta. Kemudian plengkung yang terletak di sisi utara sebanyak dua buah, kemudian di sisi selatan terdapat satu buah plengkung yang terkenal dengan nama Plengkung Gading. Di sisi sebelah barat daya masi membentang sisa benteng yang sering disebut sebagai pojok benteng kulon. Sedangkan disebelah barat laut masih terdapat sisa juga. Benteng pertahanan ini berbentuk segi empat dan dibagian sudut terdapat tempat ata pos pengintai musuh yang sering disebut Tulak Tala. 2. Parit Keliling Parit keliling terletak disebelah luar benteng Yng mengitari Kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Parit keliling ini berdenah segi empat seperti denah dari benteng Baluwarti. Adapun panjang pait ini sama dengan panjang benteng Baluwarti yaitu tiap sisinya kurang lebih satu kilometer. Namun sekarang sudah tiadak ada parit keliling tesebut karena telah berubah menjadi arena pertokoan dan tempat tinggal penduduk. Ini membuktikan bahwa tuntutan adapatasi zaman mampu menggeser arsitektur keraton dalam hal ini parit keliling. 3. Alun – Alun Alun-alun merupakan tanah lapang yang terletak di depan dan di belakang keraton Yogyakrta. Alun-alun yang berada didepang keraton Yogyakarta sering disebut alun-alun lor (utara). Alun-alun lor memiliki dua buah pohon beringin sebagi symbol kekuasaan raja. Kedua pohon beringin yang berada di alun-alun lor ini memilki nama Kyai Dewa daru dan Kyai Jaya Daru. Kedua pohon beringin yang berada di alun-alun lor iniberpagar keliling sehingga sering disebut Waringin Kurung. Alun-alun lot ini berfungsi sebagi tempatlatihan prajurit, mengumpilkan rakyat, dan upacara Skaten. Alun-alun kidul (selatan) berukuran lebih kecil dari Alun-alun lor. Di tengah Alun-alun ini juga terdapat ringin kurung sebanyak 2 buah juga. Di alun-alun kidul ini muncul mitos barangsiapa yang mampu melawti sela-sela dua pohon beringin dengan mata tertutup maka keinginan dan doanya akan terkabul. Selain itu yang merik mengenai alun-alun kidul ini adalah adanya kandang gajah yang berada disebelah barat alun-alun kidul. Fungsi alun-alun kidul ini adalah sebagai tempat latihan baris berbaris dan upacara pemberangkatan jenazah. 4. Masjid Kauman Di sebelah barat Alun-alun utara terdapat Masjig Gede Kauman yang terletak pada sebuah halaman dengan sebuah pintu gerbang di bagian timur masjid. Masjig Kauman di bangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahaun 1773. Bentuk bangunan masjid Kauman disebut dengan Tajug Ceblokan yaitu banguna dengan atap yang berbentuk Tajug dengan disangga oleh beberapa tiang yang langsung berdiri diatas lantai bangunan tanpa umpak. 5. Tamansari Tamansari adalah sebuah kompleks yang berisi bangunan, kolam, kebun, dan taman. Kompleks Tamansari terletak disebelah barat keraton Yogyakarta. Tamansari didirikan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1765. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat rekreasi keluarga raja. Peninggalan yang terdapat didalam kompleks tamansari antara lain berupa gapura, gedung, kolam segaran, kolam kecil dan Urung-urung. Dalam pembahasan selanjutnya ini akan sedikit diulas mengenai pengaruh dinamika pembangunan pada arsitektur keraton. Walupun sejak dulu keraton telah berpegang teguh dan dapat menerima beberapa pembangunan bangunan asing seperti benteng Vredeburg tetap tidak mampu mengubah paoan pakem dalam pembangunan keraton. Hal ini menunjukan keluwesan keraton dalam menerima pengaruh dari luar tanpa mengubah pakem yang ada. D. KESIMPULAN Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakrta memilki Arsitektur yang sangat tertata rapi. Hal itu terbukti dengan adanya bangunan kompleks yang saling ber kesinambungan satu dengan yang lainnya. Hadirnya Benteng Baluwarti, parit keliling, Alun-alun, Masjid Kauman, Tamansari menujukan konstruksi yang rapi. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan yang menuntut adanya ruang lebih untuk tempat tinggal dan aktinitas lainnya, beberapa kompleks yang dahulu merupakan bagian dari keastuan keraton beralih fungsi menjadi tenpat tinggal masyarakat dan ruang aktiniyas publik. Hal ini terbukti dengan hilangnya parit keliling yang dahulu menjadi media halangan bagi lawan untuk masuk pusat pemerintahan kini telah beralih menjadi tempat tinggal penduduk dan pertokoan. Dinamika perubaha arsitektur keratonon ini tetap tidak menghilangkan patokan pakem yang telah digunakan oleh keraton Yogyakarta. Hal ini membuktikan kemampuan keraton dalam menerima adapatasi dari tuntutan jiwa zaman. Keraton mampu untuk tetap eksis hingga abad keduapuluhsatu ini merupakan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dari zaman ke zaman. Keraton juga mampu mepertahankan jiwa dari masa ke masa.

mahasiswa dan dunia kampus

Peran Mahasiswa dalam Lingkungan Kampus Saat saya memulai untuk mencari hakekat mahasiswa peran mahasiswa dalam kehidupan kampus, saya mengalami kebingungan dalam membentuk konsep apa yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan. Di dalam kebingungan tersebut saya mengawali dengan mencoba mencari definisi tema. Peran menurut asumsi saya adalah sebuah sumbangan atau apa yang dilakukan mahasiswa tersebut. Lalu dalam hal ini lingkungan kampus saya definisikan sebagai suatu tempat atau wahana dimana seorang mahasiswa mengembangkan segala potensi baik akademis maupun non akademis guna membangun sebuah konsep intelektualitas. Jadi saya akan mencoba menulis sebuah essai tentang peran mahasiswa dalam konteks yang “idealis”. Dalam lain sisi saya pun belum menemukan peran “idealis” seorang mahsiswa dalam lingkungan kampus selama lebih dari satu tahun kuliah. Untuk yang pertama, peran tersebut tertuang dalam bidang akademik yaitu menuntut ilmu selayaknya seorang mahasiswa yang memenuhi kewajibannya. Tujuan seorang mahasiswa adalah memperoleh wawasan dari displin ilmu yang menjadi fokus kuliahnya. Secara otomatis tujuan ini menjadi sebuah pokok yang harus dijalani. Peran yang pertama ini harus mampu diaplikasikan bukan dengan sekedar titip absen guna memperoleh nilai yang bagus. Dengan ilmu yang dikuasai mahasiswa dalam bangku perkuliahan akan menjadi modal awal mahasiswa masa depan setelah lulus. Selanjutnya peran mahasiswa dalam lingkungan kampus adalah dengan meluangkan sebagian waktunya untuk berorganisasi di luar perkuliahan. Dalam proses berorganisasi ini mahasiswa akan belajar proses dalam melatih kepemimpinan atau leadership. Akan sia-sia seorang mahasiswa hanya menghabiskan waktunya untuk kuliah tanpa mencoba untuk mengembangkan kemampuan selain dalam lingkup perkuliahan. Berorganisasi merupakan sebuah pilihan dan bersifat mana suka karena antara mahasiswa satu dengan mahasiswa lain berbeda. Dalam dunia kampus pun terdapat mahasiswa yang menerapkan konsep mahasiswa kupu-kupu atau kuliah pulang. Konsep seperti ini sangat merugikan. Melalui berorganisasi kita memiliki kesempatan untuk membangun link. Link tersebut akan sangat berguna dalam mencari pekerjaan suatu saat nanti. Peran yang ketiga ini saya anggap sebagai peran penting seorang mahasiswa . Mahasiswa sebagai sosial kontrol terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan civitas kampus. Disini sosok mahasiswa sangat dibutuhkan untuk mengawasi atau mengkritisi segala keputusan yang dikeluarkan rektorat, dekanat, BEM, LEM, atau civitas kampus lain. Jika kampus tidak memiliki alat kontrol, maka tidak akan ada yang mengevaluasi segala kebijakan yang telah dikeluarkan. Dalam hal ini konsep ke’kritis”an akan jelas terlihat karena kepekaan mahasiswa tersebutdalam lingkungan kampis. Bukankah mahasiswa itu dibangun sebagai intelektual yang terhadap dinamika yang terjadi dalam lingkungannya. Kemudian menurut pendapat saya atau opini yang coba saya bangun tentang peran mahasiswa adalah peran dalam membentuk idealismenya yang mampu untuk disumbangkan didalam masyarakat kampus. Mahasiswa dituntut untuk memiliki sebuah idealisme yang membedakan dengan individu yang bukan mahasiswa. Mahsiswa dituntut memliki pengetahuan luas baik secara literartur mapun pengalaman. Jika seorang mahsiswa tidak memiliki idealisme tidak ada bedanya dengan tukang becak atau tukang sapu yang hanya mengenyam pendidikan SD. Di sisi lain mahsiswa dituntut memilki kemapuan untuk mepertahankan pendapatnya. Sepintas essai ini mungkin terkesan atau bahkan memang berantakan dan jauh keluar dari tema. Saya sendiri masih bingung dengan peran mahasiswa di lingkungan kampus. Maka dari itu saya mencoba untuk mencari hakekat dari sebuah peran mahasiswa dalam lingkungannya dengan mencoba bergabung menjadi jurnalis melaui proses seleksi ini. PENYEBAB DEGRADASI PERAN MAHASISWA Mahasiswa pasti akan selalu identik dengan pemuda. Peran mahasiswa dalam sejarah bangsa ini mulai memiliki posisi yang sangat penting dalam setiap proses perubahan sosial. Dalam peristiwa 1998, kita mengakui betapa superiornya kekuatan mahasiswa Indonesia mengulingkan rezim orde baru. Definisi mahasiswa sendiri adalah sosok manusia yang memiliki kemampuan intelektualitas, kreativitas, kuat dalam ideologi dan idealismenya. Dalam sisi yang sama mahasiswa memiliki integritas dan kekritisan berpikir.Kini, mahasiswa mulai kehilangan jati diri dan peran frontal mereka. Semakin kaburnya persn mahasiswa dalam periode ini merupakan akibat dari pengaruh semakin melapuknya semangat nasionalisme yang diiringi dengan menguatnya kapitalisme ala barat yang membuat pola piker agen perubahan menjadi konsumtif. Di sisi lain sosok agen perubahan ini menjadi komunitas pemuja hedonisme sesaat. Keadidayaan kapitalisme hadir sebagai hasil sumbangsih Negara yang menjadipembuka dalam menghasilkan pasar bebas di Indonesia. Mahasiswa di lingkup kampus terkesan hanya menjadi robot yang diproses untuk menghasilkan tenaga kerja siap pakai. Fenomena ini muncul sebagai hasil dari peraturan yang mengharuskan mahasiswa menyelesaikan studinya maksimal 7 tahun. Pengaruh dari sistem ini adalah mencetak sosok mahasiswa yang pragmatis dan hanya “memuja” hasil bukan proses. Dalam kesehariannya mahasiswa seakan tidak diberi celah untuk mengembangkan pikiran kritis mereka.

Nusa Jawa Silang Budaya Jilid 1

JUDUL BUKU : NUSA JAWA : SILANG BUDAYA (JARINGAN ASIA) PENGARANG : DENYS LOMBARD KOTA TERBIT : JAKARTA PENERBIT : GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA TAHUN TERBIT : 2005 RESENSI : Buku Nusa Jawa : Silang Budaya sebenarnya terdiri dari 3 jilid. Dalam obyek resume buku ini, saya memilih buku yang kedua dalam sub judul Jaringan Asia karena didalam esensi buku ini banyak memuat temporal abad 16 - 17. Begitu luasnya isi buku ini mendorong saya untuk mengambil bagian “ Unsur-Unsur Penggerak dalam Islam Jawa” sebagai fokus resume. Pada awalnya Lombard meminjam teori C. Geertz yang membagi tiga cakrawala dalam Islam Jawa. Geertz melakukan penelitian di sebuah desa kecil yang secara geografis dekat dengan Kediri.. Dalam penelitian tersebut Geertz mengadirkan 3 varian dalam Islam Jawa, yaitu abangan, santri, dan priyayi. Walaupun secara empiris tidak ada keabsolutan dalam 1 varian. Kaum abangan merupakan penduduk desa yang memiliki keprcayaan yang bersentuhan dengan dunia animism dan pada covernya berbadu dengan sentuhan agama islam. Kaum sendiri meupakan kaum pedagang. Definisi dan hakeat santripun selanjutnya mengalami beberapa interpretasi yang berbeda. Tatanan ibadah santri bersifat ortodoks, lebih condong pada Islam kuat dan keras. Sedangkan yang ketiga adalah golongan priyayi. Priyayi merupakan keturunan bangsawan tradisional maupun birokrat. Mereka bersentuhan dengan tradisi Hindhu Jawa, mampu mengkreasikan Islam dengan filsafat Jawa. Kembali lagi pada polemik tentang hakekat dari definisi santri. Pada interpretasi yang tegas santri didefinisikan sebagai murid madrasah atau institusi pondok pesantren. Sandri juga didefinisikan sebagai murid yang nomaden atau berpindah-pindah. Lebih uniknya lagi kata santri dalam bahasa Jawa berarti suatu kegiatan mengahmpiri tenpat kediaman pengantin wanita. Unsur pertama yang temuat dalam bab ini adalah orang laut. Orang laut merupakan komunitas masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut.. Mereka tinggal di pantai. Orang laut memiliki peranan penting dalam mendistribusikan beras dari pulau Jawa ke pulau lain. Orang Laut sering melakukan kontak dengan para pedagang Islam. Dalam kesempatan ini mereka mendapat pengetahuan tentang Islam dan kemudian menyebarkannya. Orang Jawa sendiri tidak memilki sejarah yang fantasstis dengan laut. Jawa lebih terkesan menyakralkan laut. Dalam pandangan Jawa, Samudera merupakan tempat yang tak bersahabat. Hal ini diperkuat dengan mitos laut selatan yang sakral. Dalam babad dijelaskan bahwa para raja Jawa lebih “senang” pergi keluar pulau dengan menggunakan kesaktiannya. Di sisi lain orang Jawa juga memiliki pengalaman berlayar yang juga mengagumkan. Mampu berlayar hingga Madagaskar dan Pati Unus memiliki perlengkapan kapal yang bagus saat menyerang Malaka pada tahun 1513. Awal masuknya agama Islam di lingkup pedagang dilaukan oleh orang laut. Secara tidak langsung pedagang mempengaruhi tumbuhnya kapitalis baru yang dipegang kalangan borjuis. Borjuis merupakan konsep yang dihadirkan barat. Di sini kalangan borjuis memiliki modal, dan melalui modal tersebut mampu melakukan pengislaman. Penyerapan buruh dari kalangan bawah inin secara esensi juga mempengaruhi religi mereka. Para buruh memelik agama islam seperti para pemilik modal yang telah memeluk Islam lebih awal. Dunia usaha tak dapat dipisahkan dari perniagaan, dunbia usaha juga tak dapat dipisahkan dengan dunia agraris pedesaan. Barang komoditas yang laku merupakan hasil pertanian dari aderah agraris pedesaan. Islam yang menyebar dari pesisir mempu melakukan penetrasi ke pedalaman karena koneksi dari penguasa pesisir dengan penduduk di daerah agraris.

Kerajaan Surakarta

LINGKUP GEOGRAFIS Kerajaan Surakarta merupakan suksesi dari Kerajaan Mataram yang didirikan oleh Susuhunan Paku Buwono II dengan ibu kota di Sala ( Solo) . Mataram terpecah karena perjanjian Giyanti. Perpecahan tersebut mengakibatkan matram terbagi menjadi 2 wilayah yaitu Kasunanan di Surakarta dan Kasultanan di Yogyakarta. Efek dari Perjanjian Giyanti memberikan sumbangsih terhadap pemerintahan colonial karena sesecara politis maupun ekonomis Surakarta dan Yoguakarta merupakan pusat kegiatan. Surakarta yang terletak di timur Yogyakarta tersebut merupakan kraton yan baru karena kraton yang lama yaitu Kartasura mengalami kehancuran akibat kebajaran hal ini dapat dikatakan pralaya menurut mitologi jawa. Hijrahnya Kraton dari kartasura menuju Surakarta merupakan imbas dari kebiasaan Jawa. Jika suatu Kraton mengalami pralaya yang sangat besar maka pusat pemerintahan harus dipindahkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Kebiasaan tersebutsudah dilakukan Mataram Hindhu saat hijrah ke Jawa Timur akibat letusan Gunung Merapi. Nama Surakarta sebenarnya merupakan nama varian dari Jayakarta yang saat ini kita kenal dengan Jakarta. Hal tersebut merupakan realisasi dari cita-cita Paku Buwono II yang ingin mengimbangi Jayakrta sebagai pusat pemerintahan VOC. AWAL KERAJAAN SURAKARTA Kerajaan Kartasura (1680-1746) telah mengalami banyak pasang surut. Di dalam kraton banyak terjadi konflik-konflik sntsrs keluarga kerajaan. Sejak Amangkurat II bertahta, beliaupun bersengketa dengan Pangeran Puger, bahkan Pangeran Puger pun bersengketa dengan Amangkurat III. Pada masa ini Pangeran Puger mampu merebut kekuasaan dari tangan Amangkurat III dan memiliki gelar Paku Buwono I. Keberhasilan merebut kekuasaan tersebut tercipta karena Pangeran Puger mendapat bantuan dari kompeni . Hal ini menunjukan bahwa kompeni juga memiliki andil yang sangat besar dalm mencampuri urusan dalam kerajaan Mataram. Bukti tersebut menunjukan bahwa penjajahan yang terjadi di nusantara merupakan penjajahan yang di undang karena adanya kerjasama antara pemerintahan yang berkuasa dengan kompeni. Perebutan mahkota tersebut dalm sejarah tradisional jawa tercatat sebagai Perang Suksesi Jawa pertama. Perang suksesi kedua terjadi saat Pangeran Mangkunegara yang sekali lagi dengan dukungan kompeni mendapat ancaman dari Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar. Setelah Amangkurat IV wafat ,beliau digantikan oleh anaknya tanpa kesulitan. Pada masa kepemimpinan Suna Pkubuwono II terjadi perpecahan lagi di dalam istana. Perepecahan tersebutterjadi antara Pangeran Mangkunegara dan Mangkubumi. Keadaan ini diperparah dengan terjadinya “geger pacina” (1740) yang menyebabkan pemberontakan di Kartasura. Pemberontakan itu mengakibatkan kerusakan yang sangat parah di pusat pemerintahan, sehingga sunan berkehendak untuk membangun kraton ditempat yang berbeda. Akhitnya Paku Buwana II memilih Surakarta sebagai pusat pemerintahan yang baru. KASUNANAN SURKARTA ADININGRAT PADABAD XVII-ABAD XIX Raja-Raja yang Berkuasa Sunan Paku Buwana II Selam pemerintahan yang berlangsung antara 1726-1749 kerajaan banyak mengalami serangan dari Sunan Kuning dan orang-orang Cina. Pemberontakan ini mengakibatkan Paku Buwono II melarikan diri yang secara otomatis membuat kraton dikuasai Sunan Kuning. Namun dengan bantuan kompeni Sunan Kuning dapat dipukul mundur dan kerajaan di ambil alih kembali oleh Paku Buwono II. Sunan Paku Buwono III Beliau merupakan keturunan asli dari Paku Buwono II. Paku Buwono III sering disebut dengan nama sunan Prabu.. Beliau naik tahta kerajaan pada 15 Desember 1749. Selama, pemerintahan PB III kerajaan Mataram mengalami perpecahan menjadi 2 yaitu Yogyakrta dan Surakarta melaui perjanjian Giyanti yang di mediatori oleh kompeni. Sunan Paku Buwono IV Sunan Paku Buwono IV merupakan putera dari PB III. Pada masa pemerintahan Paku Buwono IV dilakukan pemugaran Masjid Besar. Sunan Paku Buwono V Sunan Paku Buwono V memerintah hanya selama 3 tahun (1820-1823). Pad m,asa pemerintahannya beliau berkenan membasgi warisan kepada saudara saudaranya sehingga beliau dijuluki Sunan Sugih. Paku Buwono VI Paku Buwono VII Paku Buwono VIII Paku Buwono IX STRUKTUR BIROKRASI Raja memilki kedudukan central dalam mengatur birokrasi kerajaan. Orang yang mampu menjadi raja tentunya bukan orang biasa. Beliau merupakan Trahing Kusuma Rembesing Madu Wijining Atapa Tedaking Andara Warih ( Tturunan bunga, titisan madu, benih pertapa, turunan mulia). Raja juga begelar Susuhunan Paku Buwono Senapati Ingalaga Ngabdul Rahman Sayidin. Berdasarkan gelar tersebut komsep makrokosmos dan mikrokosmos dianut oleh sang raja. Raja merupakan pusat danterhoramat di dalam kerajaan, pusat masyarakat di dunia, kepala pemerintahan, panglima angkatan perang, dan penata agama. Hubungan raja yang terbentuk dengan rakyat merupakan konsepsi gusti dan kawulo. Rakyat sebgai kawulo wajib menyarahkan segalanya jika di inginkan oleh raja. SISTEM EKONOMI DAN PERDAGANGAN Sistem ekonomi pada masa kerajaan mataram khususnya Surakarta merupakan ekonomi perdagangan. Haltersebut terlihat dengan dominannya pengiriman beras ke Malaka, Aceh, Banten dll. Pendapatan kerajaan juga berasal dari pemungutan pajak Dari para kawulo

ksatria berkuda dari selatan ( Sejarah Paguyuban Jathilan Kudho Mataram)

BAB I A.LATAR BELAKANG Tulisan – tulisan tentang kesenian di Indonesia telah banyak ditulis akhir-akhir ini. Khusunya di daerah Jawa telah muncul atau hadir banyak tulisan tentang kesenian. Kesenian merupakan salah satu aspek dari kebudayaan selain kesusasteraan. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah propinsi yang memiliki kebudayaan adiluhung. Kebudayaan tersebut berupa tarian tradisional, karawitan, ketoprak, wayang, dan masih banyak yang lainnya. Kesenian awalnya tumbuh di dalam tembok istana keraton. Seiring berjalannya waktu kesenian keraton mulai berkembang di luar tembok keraton. Hal ini merupakan pernyataan yang sesuai dengan statment : ’’ satu hal yang perlu diperhatikan apabila sebelum kemerdekaan, istana-istana merupakan sentra perkembangan seni pertunjukan, sejak saat itu boleh dikatakan seni pertunjukan istana kehilangan pelindung. Memang sejak masa pergerakan nasional telah terjadi upaya untuk mengeluarkan deni istana dari tembok istana agar bisa dinikmati oelh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengklasifikasiannya seni jawa terbagi menjadi empat yaitu gaya Yogyakarta, gaya Surakarta, gaya Banyumas, gaya Jawa Timuran. Dalam tulisan ini secara khusus mengupas tentang perkembangan seni tradisional di Dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Masyarakat dusun ini sebagian besar menggantungakn roda kehidupannya dari pertanian. Selain bertani warga masyarakat dusun ini juga berternak. Di lingkungan dusun Monggang ini, berkembang kesenian tradisional yang berwujud ”kuda lumping”. Masyarakat Monggang lebih familiar dengan sebutan ”jathilan”. Kelompok kesenian ini bernama ”Paguyuban Jathilan Kudho Mataram”. Istilah paguyuban identik dengan ikatan rasa kekeluargaan yang sangat erat dan kuat. Hal ini yang membedakan atau memberi keunikan tersendiri terhadap pencitraan masyarakat sekitarnya. Rasa gotong royong yang masih kentak merupakan hakekat nyata daro Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Perjalanan dan dinamika yang terjadi dalam Paguyuban Jathilan Kudho Mataram mampu selaras dengan rutinitas pekerjaan warga dusun ini. Sekup temporal dari generasi pertama yang lahir pada masa kolonial akhir hingga generasi keenam yang hadir pada era demokrasi ini. Menunjukan bahwa kesenian ini mampu untuk eksis walaupun mendapat terpaan angin zaman. Tinjauan historis mengenai mampu bertahannya kesenian ini dari masa kolonial akhir hingga era demokrasi ini merupakan sebuah fenomena yang khas. Kehidupan masyarakat dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta yang mampu melakukan regenerasi pada para personil jathilan ini sangat menarik untuk dikaji. Terlebih lagi dengan ditopang semangat gotong royong dalam berbagai aspek ini menunjukan ikatan yang kuat terhadap kehidupan warganya. Semangat gotong royong yang identik dengan kultur Jawa berpengaruh dalam perkembangan kesenian jathilan ini. Awalnya kesenian jathilan ini hanya diperankan dalam lingkup intern dusun Monggang. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, Jathilan Kudho Mataram menerapakan sistem penanggapan yang terbuka untuk warga luar dusun Monggang. Konsekuensinya yaitu memberikan ”uang lelah” untuk paguyuban ini. Perkembangan Paguyuban Jathilan Kudho Mataram ini menarik untuk dikaji lebih jauh. Apalagi Kajian tentang kesenian masih dirasakan kurang mendapat perhatian dan menarik minat para sejarawan. Padahal sejarah kesenian merupakan hal yang penting dalam pembangunan bangsa. Dari sinilah penulis akan mengangkat sebuah penenlitian yang berjudul : ” SATRIA BERKUDA DARI BUMI MATARAM : PAGUYUBAN JATHILAN KUDHO MATARAM (1957 – 2010) ” . Walaupun telah ada tulisan tentang kesenian dalam hal seni selain jathilan, namun masih dirasakan sedikit sekali penelitian tentang jathilan. Belum ada tulisan yang secara detail mengupas tentang sejarah kelompok jathilan. B. PERMASALAHAN DAN RUANG LINGKUP Berdasarkan latar belakang yang telah terurai diatas, pokok permasalahan yang menjadi pondasi dasar pemilihan judul yang bertema sejarah kesenian ini adalah Bagaimana perkembangan Paguyuban Jathilan Kudho Mataram di dusun Monggang?. Dari pokok permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pokok pertanyaan penelitian, diantaranya, hal-hal apa saja yang menopang eksisnya Paguyuban Jathilan Kudho Mataram dari generasi pertama hingga generasi keenam? Bagaimana perjalanan paguyuban ini dari masa ke masa? . Agar inti masalah dalam penelitian ini tetap fokus pada uraian masalahnya dan tidak melebar keberbagai aspek. Disini penulis akan melakukan pembatasan dalam melakukan penelitian. Aspek temporal penelitian ini akan dibatasi dalam sekup temporal ( 1957-2010 ). Alasan mengapa dipilihnya tahun 1957 karena pada tahun tersebut merupakan titik awal paguyuban jathilan ini berdiri. Sementara tahun 2010 dipilih sebagai batasan temporal akhir dalam penelitian ini dikarenakan pada tanggal 3 Oktober 2010 merupakan hari lahirnya generasi ketujuh sebagai peraih ”tongkat estafet pelestarian kesenian ini. Batas spasial penelitian ini berkutat pada dusun Monggang kelurahan Pendowoharjo kecamatan Sewon kabupaten Bantul. Di dusun yang sebagian besar penduduknya bertani ini kesenian jathilan tumbuh dan berkembang. Hal ini menjadikan dusun ini unik. Keunikan tesebut membuat dusun ini berbeda dengan dusun sekitarnya. Tulisan-tulisan mengenai sejarah kesenian yang ditemui penulis masih sangat sedikit yang membahas tentang sejrah perkembangan jathilan ” Kudho Mataram” di dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul. Kebanyakan tulisan mengenai kesenian masih bersifat umm dan belum mendetail C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui realitas keseharian perjalanan paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Di dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul dalam lingkup temporal 1957-2010. Di sisi lain untuk mengembangkan pengetahuan tentang sejarah kesenian yang selama ini kurang mendapat tempat menjadi tujuan praktis yang ingin dicapai oleh penulis. D. TINJAUAN PUSTAKA Kajian- kajian atau tulisan yang memilki relevansi dengan tema yang akan diteliti sebetulnya sangat minim sejauh pengetahuan penulis. Buku – buku yamg banyak ditemukan oleh penulis sebagian besar memiliki fokus terhadap kesenian secara umum, bukan memfokuskan pada tema jathilan. Kajian yang memiliki relevansi dengan tema yang digarap adalah Jaranan the horse dance and Trance in East Java. Buku tulisan dari Victoria M. Clara van Groenendael ini diterbitkan di Leiden oleh KITLV Press. Buku ini lebih fokus mengkaji tentang kesenian jathilan di daerah jawa timur secara antropologis. Dalam buku ini lebih banyak membahas moment trance atau dalam istilah jawa disebut ndadi. E. METODE DAN SUMBER Penelitian ini merupakan penelitian yang akan dikembangkan dalam bentuk tulisan diskripsi naratif. Untuk mennyinkronkan dengan tema yang diteliti, maka penulis memfokuskan pada keseharian perjalanan paguyuban jathilan Kudho Mataram. Sebagai sebuah tulisan sejarah maka dalam melakukan penelitian menggunakan metode sejarah . Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : a. Heuristik yaitu sebuah kerja mengumpulkan data yang relevan dengan tulisan dengan metode seleksi data sumber yang telah ditemukan. b. Melakukan kritik sumber guna menjamin keabsahan data. Kritik sumber sendiri ada 2 jenis. Yang pertama adalah kritik intern yaitu kritik yang dilakukan terhadap isi sumber, selanjutnya yang kedua adalah kritik ekstern yaitu kritik terhadap bahan sumber tersebut. c. Setelah melakukan kritik yang ketiga adalah Auffasung atau Sintesis yaitu sebuah kerja untuk mengelompokan sumber-sumber yang telah ditemukan dan dikritik. d. Dan yang terakhir melakukan Darselling yaitu penulisan sejarah hal ini merupakn tahap terakhir dari sebuah penelitian. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan arsip, kepustakaan, dan wawancara. Pengumpulan arsip dilakukan dengan mencari arsip arsip menyangkut Paguyuban Jathilan Kudho Mataram disekitar dusun Monggang. Sedangkan kepustakaan dilakukan dengan cara menyari buku-buku yang empunyai kaitan erat dengan kesenian,sejarah, metode penelitian dan penulisan, dan tentang jathilan. Sedangkan wawancara dilakukan kepada para pelaku yang berkecimpung di Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. F. SISTEMATIKA PENULISAN Hasil penelitian ini nantinya akan disajikan dala 3 bagian. Bagian yang pertama adalah pendahuluan yang berisi mengenai alasan penulis mengambil tema tentang Paguyuban Jathilan Kudho Mataram ini, sekaligus menerangkan ide-ide pokok yang akan dipaparkan dalam tulisan ini. Dalam bagian ini juga dapat diketahui sejauh mana penulis memaparkan penelitian tesebut yang ditunjukan pada pembatasan aspek temporal dan spasial. Setelah itu pada bagian kedua akan ditulis tentang pembahasan dan pemaparan tentang kondisi latar belakang sosial yang mempengaruhi perkembangan Paguyuban Kesenian Jathilan Kudho Mataram di Bantul. Tulisan ini akan diakhiri dengan kesimpulan yang memaparkan jawaban atas permasalahan yang didapat pada penelitian ini BAB II A.MASA AWAL PAGUYUBAN JATHILAN KUDHO MATARAM Monggang merupakan daerah atau nama dusun yang terletak di desa Pendowoharjo. Desa Pendowoharjo merupakan salah satu desa yang tergabung dalam satuan kecamatan Sewon. Kecamatan Sewon sendiri berada dalam wilayah kabupaten Bantul. Dusun Monggang sendiri wilayahnya dibatasi beberapa dusun disekitarnya. Di bagian selatan dusun ini langsung berbatasan dengan dusun Bandung suwuk. Kemudian di bagian barat dusun ini berbatasan langsung dengan dusun Diro dan jalan raya Bantul. Sedangkan di sebelah utara dusun Monggang dibatasi oleh dusun Kaliputih dan Karang. Di sebelah timur dusun ini memebentang sungai Winongo yang berstatus sebagai batas alami dengan dusun Bandung Ngaglik dan dusun Tegal. Kondisi dusun Monggang yang secara geografis terletak di pinggiran sungai Winongo mengakibatkan tanah disekitarnya menjadi subur dan mudah dalam hal mengakses air. Letak geografis dusun Monggang yang terletak di pinggir sungai Winongo ini meng akibatkan pertanian di daerah ini menjadi pekerjaan mayoritas yang digeluti warga daerah ini. Dengan tanah pertanian yang luas dan mudah mendapatkan air, tanah daerah ini cenderung sangat cocok untuk ditanami padi. Sealain padi, tebu juga merupakan jenis tanaman yang ditanam di dusun Monggang. Awal berdirinya paguyuban Jathilan Kudho Mataram dikarenakan kesamaan visi para anggotanya untuk melestarikan kesenian rakyat ditengah masyarakat. Selain sebagai alat atau media untuk melestarikan kebudayaan, kesenian jathilan ini merupakan sarana media hiburan masyarakat sekitarnya yang pada tahun 1957 tidak memilki hiburan dikarenakan kondisi pada saat itu belum adanya listrik yang masuk dusun ini. Secara otomatis belum ada radio, televisi dan media hiburan lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Monggang yang kesehariannya bekerja disawah. Warga dusun Monggang pada saat itu membutuhkan hiburan yang mampu mengobati penat mereka. Paguyuban Jathilan Kudho Mataram secara resmi didirikan pada tanggal 3 Oktober 1957. Tanggal 3 Oktober selanjutnya diperingati dan disepakati sebagai hari lahirnya Paguyuban kesenian Jathilan Kudho Mataram. Pendiri Kelompok kesenian ini adalah Bondil. Bondil merupakan warga asli dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul. Awal kehadiran Jathilan Kudho Mataram ini hanya dalam konsep sederhana dan belum sekompleks pada tahun 2010. Pada awalnya kelompok ini belum memakai nama “Paguyuban Jathilan Kudho Mataram” dan hanya memakai nama Jathilan Monggang. Nama Monggang dipilih karena Jathilan ini lahir dan berkembang di dusun yang bernama Monggang. Bondil sebagai pendiri Jathilan Monggang memeilki peran penting dalam menyediakan peralatan gamelan awala yang digunakan untuk mengiri para penari jathilan. Gamelan tersebut terdiri dari Bendhe, Kendang, Angklung, Gong dan Kecrek. Sebagian perlengkapan awal gamelan ini dbeli dengan merogoh uang pribadi dari Bendil. Karena Bendil pada tahun 1957 merupakan salah satu waraga dusun Monggang yang kaya. Gamelan yang terdiri dari Bendhe, Kendang, Angklung, Gong dan kecrek tersebur di beli secara terpisah. Alat musik Kendang tersebut dibeli di dusun Kweni. Sedangkan Angklung yan berjumlah dua buah dibuat oleh Asemo Gribik. Selaras dengang Kendang, gamelan Bendhe juga dibeli di dusun Kweni. Gamelan Bendhe sendiri terdiri dari empat bagian terpisah dalam satu paket. Bendhe ini adalah pengatur ritme penari dalam Jathilan. Kemudian alat musik yang bernama Gong didapatkan dengan cara membeli dari pengrajin gamelan dusun Kweni. Gong sendiri terdiri dari dua buah alat musik. Selain Gamelan yang berfungsi sebagai pengiring tarian jathilan, perlengkapan lain dalam pementasan pementasan Jathilan Monggang tersebut selayaknya prajurit perang yang gagah dan berani. Untuk perelengkapan yang pertama melekat pada tubuh penari adalah Blangkon. Umumnya Blangkon yang digunakan dalam pentas adalah Blangkon gaya Mataraman. Umumnya Blangkon gaya Mataraman memilki benjolan dibagian belakan Blangkon tersebut. Kemudian perlengkapan Lainnya adalah Rompi yang berjumlah empat pasang. Rompi tersebut berwarna biri dan merah muda. Selain rompi perlengkapan lain yang digunakan adalah Jarik dan selendang yang menyerupai perlengkapan yang dipakai para penari keraton Yogyakarta. Perlengkapan jathilan yang terdiri dari Blangkon, Rompi, Selendang, dan Jarik tersebut dibeli secara swadaya oleh para anggota jathilan ini. Kesenian Jathilan selalu diidentikan dengan kuda kepang.. Dalam pementasan Jathilan idealnya terdapat delapan kuda kepang. Kuda kepang yang diguanakan Jathilan Monggang semua merupakan hasil dari buatan tangan Asemo Gribik. Bahan bambu yang digunakan untuk membuat kuda kepang didapatkan bukan dari membeli melainkan dari kebun bambu yang terdapat disebelah timur dusun Monggang. Kuda kepang yang digunakan biasanya memilki ukuran panjang 100 cm dan lebar maksimal 60 cm. Sedangkan rambut yang digunakan oleh kuda kempang ini berasal dari daun Tanaman Tebu yang dikeringkan dengan cara dijemur. Daun tanaman Tebu yang sudah kering tersebut dicat dengan warna hitam pekat. Untuk membuat telinga kuda mbah Asemo Gribik menggunakan daun Kelapa yang dikeringkan,. Hal ini memberikan efek seakan telinga kuda yang dipakai seperti telinga kuda sesungguhnya pada saat digerakan. Pada masa awal berdirinya kesenian Jathilan Monggang yang kemudian diberi nama Paguyuban Jathilan Kudho Mataram, personil atau para penarinya adalah masyarakat sekitar yang mau bergabung dan berkecimpung dalam ranah kesenian jathilan. Latihan atau dalam istilah bahas Jawa disebut Geladhi pertama kali dilakukan pada tanggal 4 Oktober 1957. Pada latihan pertama tesebut para penari jathilannya antara lain Merdi Utomo, Asemo Gribik, Rejo Pawiro, Suroto, Murdi Utomo, dan Widi Utomo. Sedangkan dua penari Penthul dan Bejer yang merupakan simbolisasi dari guru penggembleng dari para prajurit adalah Wiro dan Muji. Latihan pertama kali dilakukan di daerah lapang yang berada di pelataran rumah Kerto. Latihan tersebut dilaksanakan setelah shalat Ashar. Pemilihan waktu setelah shalat Ashar dikarenakan waktu luang para penari dan pemain alat musik gamelan adalah sore hari. Hal tersebut disebabkan karena pada pagi dan siang hari mayoritas dari anggota kelompok kesenian tesebut bekerja di sawah. Sebagian kecil dari mereka juga bekerja untuk mencari rumput guna member makan ternak, jadi setelah sholat Ashar merupakan solusi yang tebaik untuk latihan. Para anggota yang menjadi wayang pada saat Jathilan ini berdiri merupakan generasi pertama. Disamping para penari yang merupakan element dalam membangun berdirinya kelompok kesenian ini, sosok pemain alat music juga merupakan bagian yang tidak kalah penting. Musik merupakan sebuah pengiring yang sangat penting dalam menjaga ritme Jathilan. Pada awal berdirinyan kelompok kesenian ini para pengiring gamelan adalah Pawiri Muji sebagai pemukul alat musik Kendang, kemudian Kromo sebagai pemukul instrument Bendhe. Selanjutnya pemegang angklung adalah Gembil dan Lantur atau Jontono. Selanjutnya, Jathilan adalah sebuah kesenian rakyat yang identik dengan Trance atau Ndadi. Hal ini merupakan moment yang ditunggu-tunggu oleh para penonton Jathilan selain indahnya tarian mereka dan harmoninya suara gamelan. Ndadi merupakan moment yang sangat ditunggu oleh para penonton yang menyaksikannya. Awalnya para penari harus melakukan ritual khusus seperti puasa selam tiga hari untuk mensucikan diri agar roh ghaib dapat masuk kedalam raga para penari (pemain) jathilan. Dalam sumber - sumber yang ditemukan kurang dijelaskan kapan pentas jathilan ini pertama kali dilakukan oleh kelompok kesenian Jathilan Monggang. Data yang ada menunjukan bahwa pada tanggal 19 Agustus 1958 telah diadakan pementasan yang dilakukan di lapangan dusun Monggang guna memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ketigabelas tahun. Personil yang mengalami kesurupan pada waktu itu adalah Rejo, Merdi Utomo, Jodinomo, dan Asemo Gribik. Dalam acara ini juga dimeriahkan dengan ditambahnya tarian yang disebut kelompok Lompomg Keli. Lompong keli merupakan pelengkap dari para peneri utama. Para personil atau penari kelompok Lompong Keli antara lain Hartanto, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, jumadiono, Muryono, wibowo, Tomi s. Ngadiman , dan Iswanto. Kelompok Jathilan Monggang ini mengalami kondisi yang matisuri pada awal tahun 1960 hingga akhir tahun 1980an. Hal ini disebabkan munculnya kondisi stabilitas nasional yang sedang sangat labil dikarenakan oleh peristiwa 1965. Keadaan ini membuat lesunya peminat jathilan yang ingin menyewa kelompok Jathilan Monggang untuk pentas acara-acara besar. Disamping itu karena ketakutan para angota kesenian ini untuk melakukan latihan yang disebabkan kondisi Negara yang sedang tidak stabil. Kejadian ini secara psikis membuat warga anggota kelompok kesenian ini enggan mengambil resiko. Pada kondisi ini kesnian Jathilan Monggang terkesan “mati”. Factor-faktor lain yang ikut menyebabkan kesenian Jathilan Monggang ini menjadi seakan “mati” adalah dengan menurunnya peran serta Gembil karena usia yang sudah lanjut dan belum memilki struktur kepengurusan yang jelas. B. LAHIRNYA GENERASI KEDUA Setelah mengalami kevakuman yang cukup lama dikarenakan kondisi politik yang belum stabil pada era “enampuluhan” . Kesenian Jathilan Monggang kemabali di”hidupkan” lagi pada era tahun 1991 menyusul mulai stabilnya kondisi politik di Indonesia. Dengan kembali hidupnya kesenian Jathilan Monggang melalui musyawarah yang dilakukan di rumah kediaman Widi Utomo pada tanggal 25 Juni 1991. Dan kemudian kesenian ini dihidupkan kembali dengan nama Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Dalam masa ini struktur organisasi Kudho mataram mulai terorganisir dengan baik serta memilki kepengurusan yang jelas. Pada masa ini format Jathilan sedikit dirubah tanpa mengurangi nilai keluhuran format jathilan Monggang. Format yang pertama adalah Bergodo Sekartama, pada babak ini menggambarakan atau mengilustrasikan prajurit dari Kerajaan Pajang yang sedang melaksanakan Geladhi Beksa atau tari. Tari ini biasayanya dipertunjukan pada event-event pesta di kerajaan Pajang. Hal ini bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Tari. Selanjutnya adalah format baba kedua yang dinamakan Lompong Keli. Pada babak ini mengilustrasikan para prajurit dari kerajaan Jenggala yang sedang melaksanakan Geladhi pera atau olah kanuragan, sebagai wujud kesetiaan dari para prajurit kepada para rajanya . Dalam melaksanakan geladhi para ksatria Jenggala Digambarkan didampingi sosok Bancok dan Doyok. Hal ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan sebagai media penggemblengan bagi para ksatria bilamana suatu saat kedatangan musuh yang ingin mengrongrong kedaulatan kerajaan. Sealain itu pada masa pengurus yang baru ini. Paguyuban Kudho Mataram menambah dua pakaian kera atau dalam bahasa jawanya disebut Kethek sebagai tambahan variasi dan pemanis saat pementasan. Kedua pakaian Kera ini berwarna putih dan biru. Selain itu, organisasi ini terlihat memilki struktur yang jelas seperti dibawah ini : Pelindung : Bapak Sagiman Bapak Surabi Pembina : Bapak M. Nasro Sesepuh : Bapak Rejo Pawiro Bapak Merdi Utomo Ketua : Bapak Widi Utomo Wakil Ketua: Bapak Sardi Wiyono Sekretaris : Bapak Sumedi Bendahara : Jumali Sudibyo Pelatih Tari : Jumadiono Jumali Haryudi Pelatih musik: Margodiharjo Iswanto Penari Bambangan Kudho Mataram : Koko Nurdiyanto, Iawan sugiharto, Oktivan, Semar, Damar Kusworo, Bimo, Indung Haryanto, Danis Setyaji, Slamet, Adven, Restu Penari Bergodo Sekartama : Muryono, Budik, Aris, Agus, Mawan, Windarto, Decky, Firmanto Penari Lompong Keli : Hartanato, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, Jumadiono, Muryono, Wibowo, Tomi s, Ngadiman, Iswanto. Penari Penthul, Bejer, Kethek : Triyono, Hardi Sutopo, Samadi, Jumadi, Daliman, Suparlan. Pada tahun 1992 latihan secara intensif dilakukan oleh para penari Jathilan Kudho Mataram. Latihan pada generasi yang kedua ini dilakukan berbeda dengan generasi yang pertam yaitu dilakukan pada malam hari karena listrik sudah masuk desa. Latihan tersebut biasanya dilakukan seminggu tiga kali yaitu pada hari Senin, Jumat, dan minggu. Latihan juga dilaksanakan setelah Sholat Isya’. Pada Generasi Kedua Ini tempat latihan pindah di area pelataran rumah Bapak Sudibyo yang berada ditengah-tengah dusun Monggang. Hijrahnya tempat latihan tersebut mengakibatkan juga ikut pindahanya “Kandang Jaran” menjadi disamping rumah bapak Sudibyo. Pelatih klempok penari pada masa ini adalah Jumadiono, Jumali, dan Haryudi. Mereka bertiga secara sukarela meluangkan waktunya tanpa meminta imbalan materi . Sedangkan pelatih musik adalah bapak Margodiharjo dan iswanto. Pada masa ini peralatan musik ditambah bonag yang mampu member warna dari pukulan suara gamelan. Peralatan Bonang ini di dapat dari pinjaman bapak Surabi. Disamping itu selain dengan ditambahnya gamelan. Kepengurusan Jathialan Kudho Mataram Juga mengaransement lagu andalan yang menjadi salah satu ciri dari jathilan ini. Berikut ini cuplikan lirik lagunya : Kudho Mataram Ayo konco bebarengan dolanan Ngeplak gendang nabuh bendhe angklunge Kabudayan bangsa kita Jathilan iku aranne Pethul bejher pada mimpin jarane Diatur supaya menang perange Menang kalah padha wae Sing penting seneng atine Iki Jathilane iki jathilane Kudho Mataram Kudho mataram Monggang papane monggang papane Pendowoharjo sewon bantule Wus gembleng tekad wargane Nyengkuyung Pambangunane lan progame bangsane Gotomg royong nyambut gawe Adil makmur tujuane Bantul produktif bantul produktif Subur tanahe subur alame Aman lan asri asri asrep kahanane Lagu ini merupakan hasil gubahan dari lagu projotamansari Kabupaten Bantul. Mulai bulan Juni 1992 diadakan iuran rutin para anggota paguyuban . Hal ini digunakan untuk menopang yang digunakan untuk perawatan alat kesenian. Iuran ini dilakukan perbulan. Setiap anggota dikenakan biaya minimal sebesa seribu rupiah. Iuran ini berlangsung hingga tahun 1997 seblum kelompok kesenian vakum kembali karena krisis moneter yang menerjang Indonesia membuat lesu para peminat jathilan. Perjalanan kelompok ini menjadi mati suri dan kuran bergairah. Latihan-latiha rutin jarang dilakukan karena imbas dari lesunya peminat jathilan ini. Kelesuan ini mengakibatkan munculnya opini bahwa Paguyuban Jathilan Kudho Mataram telah bubar. Padahal pengurus masih melakukan komunikasi dan rapat dalam lingkup yang kecil membahas keberlanjutan kesenian kudho mataram. Pada Tahun 2001 diambil langkah mengejutkan dengan dilahirkannya generasi keempat. Jathilan ini mulai banyak peminatnya kembali.Pada Tanggal 27 Maret 2006 Pemerintah DIY yakni Dinas Kebudayaan UPTD Taman Budaya memberian tawaran dalam hal kerjasama penyelenggaraan Pagelaran seni tradisi. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta agar mampu tetap hidup didalam tengah tengah masyarakat. Kerjasama tesebut disanggupi oleh pengurus. Paguyuban Kesenian Jathilan Kudho Matram, dalam hal ini mengirimkan kelompok lompong keli untuk memeriahkan acara tersebut. Kelompok Paguyuban Jathilan Kudho Mataram Tampil pada tanggal 16 April 2006 puku 13.00 WIB. Dalam penampilan tersebut kelompok jathilan mampu memukau para pengunjung. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2006 kelompok ini dipaki sebagi media yang digunakan untuk sarana Tugas Akhir Mahasiswa Institut Seni Indonesia. Dan pentas dilaksanakan di Pendopo Bapak Heri suratal. Hal ini menunjukan bahawa Jathilan Kudho Mataram dikenal luas. Dalam Pagelaran Karnaval Ulang atahun Kabupaten bantul pada tahun 2007,2008,2009 secara peramanen Paguyuban ini mengirimkan delegasinya. Ptahun 2010 tepatnya pada 19 JUli 2010 generasi terkecil lahir (secara belum resmi) dan mewakili Kudho Mataram pada Ulang tahun kabupaten Bantul yang ke 179. Personil kelompok terkecil ini rata-rata berusia 8-10tahun. Nama personilnya antara lain Sanu, Janu, Galih, Rio, Guntur, Rendra, Reza, dan Faisal.Dan secara resmi kelompok ini diresmikan sebagai generasi kelima pada acara bersih desa yang dilakukan pada tanggal 03 Oktober 2010. BAB III PENUTUP Dalam perkembangannya Paguyuban Jathilan Kudho matram mengalami dinamika yang sangat menarik untuk diteliti dan diamati. Kelompok Jathilan Kudho Mataram ini mengalami pasang surut dalam kesehariannya , mengalami beberapa kali kekosongan pengurus, kemudian ditambah dengan menurunnya minat terhadap sewa jathilan. Dalam segala keterbatasan ini Paguyuban Jathilan ini mampu melahirkan enam generasi hingga medio tahun 2010. Hal ini menunjukan eksistensi kelompok Jathilan Kudho matram ini dalam malang melintang di dunia pelestarian kesenian tradisonal ditengah era modernisasi yang sedang berhembus. DAFTAR PUSTAKA BUKU Garraghan, Gilbert J., A Guide to Historical Method, New York,Fordham University Press,1957. Hedi Shri Ahimsa, Ketika Orang Jawa Nyeni, Yogyakarta : Galang Press, 1999. Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, Bandung : ITB, 1999. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2005. R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Di Era Globalisasi, Jakarta : Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999. Seminar Seajarah Nasional V Sub tema Sejarah Kesenian, Jakarta : Dekdibud, 1990 Umar Kayam, Kelir Tanpa Batas, Yogyakarta : Gramedia . Van, Clara M Victoria, Jaranan : The Horse Dance and Trance In East Java, Leiden : KITLV Press, 2008 SUMBER LISAN Wawancara dengan Widi Utomo, 74 tahun ( Ketua Paguyuban Jathilan Kudho Mataram Periode 1992-2010) : Monggang, 8 November 2010, pukul 20.00 WIB. Wawancara dengan bapak Merdi, 78 Tahun : Monggang, 8 November, pukul 19.00 WIB Wawancara dengan Sagiman, 58 Tahun ( Kepala Dusun Monggang Perode 1995-2013 : Monggang, 8 Desember 2010, Pukul 19.47 WIB Wawancara dengan Bapak Hardi Sutopo,50 Tahun : Monggang,8 Desember 2010, Pukul 21.00 WIB Wawancara dengan Sumedi 67 Tahun : Monggang , 9 Desember 2010, Pukul 13.00 WIB Wawancara dengan Tukiran, 68 Tahun : Monggang, 9 Desember 2010, Pukul 14.00 WIB Wawancara dengan Bapak Pawiro Muji, 78 tahun : Monggang , 9 Desember 2010, Pukul 18.30 WIB DAFTAR ISTILAH 1.Ndadi : (trance) kesurupan 2.Paguyuban : ikatan suatu komunitas dalam bahasa jawa Bercirikan rasa kekeluargaan yang kuat 3. Jathilan : kuda lumping 4. kethek : Kera 5. Gamelan : Seperangkat alat musik tradisional jawa 6. Penthul : Topeng kayu berwarna dasar putih 7. Bejer : Topeng byang tebuat dari kayu dan berwarna dasar hitam 8.geladhi : Latihan 9.Beksa : tari LAMPIRAN 1 STRUKTUR KEPENGURUSAN KUDHO MATARAM MULAI TAHUN 1992 - 2010 Pelindung : Bapak Sagiman Bapak Surabi Pembina : Bapak M. Nasro Sesepuh : Bapak Rejo Pawiro Bapak Merdi Utomo Ketua : Bapak Widi Utomo Wakil Ketua: Bapak Sardi Wiyono Sekretaris : Bapak Sumedi Bendahara : Jumali Sudibyo Pelatih Tari : Jumadiono Jumali Haryudi Pelatih musik: Margodiharjo Iswanto Penari Bambangan Kudho Mataram : Koko Nurdiyanto, Iawan sugiharto, Oktivan, Semar, Damar Kusworo, Bimo, Indung Haryanto, Danis Setyaji, Slamet, Adven, Restu Penari Bergodo Sekartama : Muryono, Budik, Aris, Agus, Mawan, Windarto, Decky, Firmanto Penari Lompong Keli : Hartanato, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, Jumadiono, Muryono, Wibowo, Tomi s, Ngadiman, Iswanto. Penari Penthul, Bejer, Kethek : Triyono, Hardi Sutopo, Samadi, Jumadi, Daliman, Suparlan. LAMPIRAN 2 Kudho Mataram Ayo konco bebarengan dolanan Ngeplak gendang nabuh bendhe angklunge Kabudayan bangsa kita Jathilan iku aranne Pethul bejher pada mimpin jarane Diatur supaya menang perange Menang kalah padha wae Sing penting seneng atine Iki Jathilane iki jathilane Kudho Mataram Kudho mataram Monggang papane monggang papane Pendowoharjo sewon bantule Wus gembleng tekad wargane Nyengkuyung Pambangunane lan progame bangsane Gotomg royong nyambut gawe Adil makmur tujuane Bantul produktif bantul produktif Subur tanahe subur alame Aman lan asri asri asrep kahanane

Rabu, 02 Februari 2011

ketika sepatu pun menjadi sarana pencitraan

Kelengkapan sandang manusia tidak akan lengkap jika tanpa dihadirkan penutup kaki (baca: sepatu). Bagian sandang manusia yang lebih terkesan minim ini mungkin secara umum kurang diperhatikan, namun dibalik bentuknya yang minim ini sepatu menyimpan banyak citra. Sepatu memiliki fungsi sebagai pembeda strata pada masa kolonial Belanda. Bangsa Eropa menggunakan sepatu sebagi media pencitraan selayaknya pakaian. Hal ini senada dengan kutipan perkataan hakim Inggris di Upper India “Bangsa-bangsa memiliki kebiasaan yang berbeda, kebiasaan kami adalah mebiarkan kepala kami terbuka sedangkan kebiasaan anda mebiarkan kaki terbuka sebagai tanda hormat (cohn. 1989:335). Dalam hal lain kaum mardjiker, keturunan bekas budak, dan kaum kristiani mengenakan kemeja , topi, dan celana panjang tapi tanpa mengenakan sepatu. Hal yang ini juga sebagai indikasi bahwa dalam intern masyarakat Eropa pun masih adanya pembedaan penggunaan sepatu sebagai pembeadaan strata sosial. Di dalam dinamika masyarakat pribumi sendiri hirarki kolonial mengenai pakaian juga dicerminkan melalui alas kaki. Para rakyat kecil yang tidak memiliki kedudukan dilarang memakai alas kaki dan harus selalu bertelanjang kaki, sedangkan kepala desa di Bali selatan pada tahun 1920an di perkenankan untuk menikmati keistimewaan memakai alas kaki. Kemudian anak-anak Keturunan Belanda diwajibkan menggunakan sepatu untuk mebedakan mereka dengan anak pribumi. Hal ini merupakan suatu refleksi sistem diskriminasi yang telah diformat oleh Belanda. Pengecualian muncul ketika seorang pribumi memilki aliansi kuat dengan pemerintah kolonial maka mereka malah diwajibkan memakai sepatu. Hal yang lebih ekstrim terjadi pada periode tahuan 1960an keika heboh hegemoni PKI sedang mecapai titik klimaksnya. Sepatu menjadi benda yang sangat berbahaya, ketika penduduk sipil dan civitas akademika universitas yang memakai sandal selalu dikaitkan dengan PKI. Sangat ironis bahwa karena memakai sandal seseorang dapat “diciduk”. Hal ini semakin menunjukan bahwa sepatu memiliki suatu nsur pencitraan yang sangat mencolok.

bulutangkis dan nasionalisme

1.PENGANTAR Awal bulan Mei putra-putri Indonesia telah berjuang dalam ajang Piala Thomas dan Uber yang berlangsung di Malaysia . Ajang tersebut merupakan kompetisi akbar bulutangkis yang sangat bergengsi. Dalam kompetisi tersebut Indonesia memperoleh hasil yang kurang memuaskan, tim Thomas Indonesia hanya mampu melaju sebagai juara kedua,sedangkan tim uber hanya mampu melaju sampai semi final. Padahal dahulu Indonesia merupakan negara yang sangat kuat dalam kompetisi bulutangkis internaisonal. Putra-putri bangsa tidak mampu memboyong piala tersebut ke Indonesia. Hal ini merupakan cambukan untuk PBSI karena pada tahun 1958-1979 tidak akan ada penggemar olahraga bulutangkis yang berani membantah bahwa Indonesia merupakan negara terkuat di dunia. Walaupun kehebatan duta bangsa di dunia bulutangkis mengalami masa surut pada saat ini. Hal tersebut tetap merupakan buah dari kerja keras putra-putri Indonesia dalam usaha mengharumkan nama negara. Piala Thomas yang menjadi lambang supremasi dunia bulutangkis untuk regu putra mampu digenggam Indonesia dari tahun 1958 hingga 1980, kecuali pada tahun 1967 karena direbut oleh regu Malaysia. Kita juga mempunyai Rudy Hartono yang mampu menjuarai “All England”, kompetisi bulutangkis internasional yang sangat bergengsi sebanyak 8 kali. Regu putri pun mampu menjuarai Uber Cup untuk pertama kali pada tahun1975. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa dahulu Indonesia merupakan negara yang sangat kuat dalam kompetisi bulutangkis. Berbagai gelar bergengsi yang mampu direngkuh duta bangsa Indonesi dalam kompetisi bulutangkis internasional merupakan wujud nyata dari kerja keras guna mengangkat prestasi bangsa. Walaupun pada periode 1950-an dana yang dialokasikan pemerintah untuk bulutangkis terkesan sangat sedikit, tetapi mampu menghadirkan prestasi untuk Indonesia. Nasionalisme yang dahulu muncul melalui semangat sumpah pemuda Budi Utomo pada era 1900-an hadir kembali dalam diri para duta bangsa olahraga bulutangkis. Semangat yang dihadirkan tersebut bukan muncul dalam usaha melawan penjajah melainkan semangat (etos) nasionalisme untuk memberikan prestasi bagi bangsa. Apakah di dalam ajang kompetisi bulutangkis internasional muncul bentuk nasionalisme baru dari para duta bangsa? Semangat nasionalisme yang merupakan etos untuk memberikan kejayaan bagi bangsa melalui bulutangkis. Permasalahan tersebut menarik bagi saya untuk membuat karya tulis yang berjudul Nasionalisme di Arena Bulutangkis. 2.LANDASAN TEORI Bulutangkis Indonesia memiliki sejarah yang gemilang. Indonesia pernah menjadi Negara yang sangat kuat pada tahun 1958-1980 dalam mendominasi ajang Piala Thomas dan “All England”. Regu Uber Indonesia juga mampu menjuarai kompetisi tersebut untuk pertama kali pada tahun 1975. Pada tahun tersebut Indonesia mampu menyandingkan Thomas dan Uber di Indonesia. Muncul hubungan antara nasionalisme “baru” dengan prestasi bulutangkis Indonesia. Nasionalisme disini memiliki prinsip kebebasan, kesamaan, kesatuan, kepribadian dan berujung pada prestasi yang dicapai. Nasionalisme memiliki makna untuk mengutamakan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi atau golongan . Etos nasionalisme merupakan semangat untuk memberikan dedikasi demi kejayaan nusa dan bangsa. 3. ANALISIS PERMASALAHAN a. Sejarah Bulutangkis Bulutangkis merupakan olahraga untuk pertama kali dimainkan di India. Para perwira Inggris yang sedang bertugas di India kemudian ikut memainkan permainan ini. Pada awal tahun 1870, seorang bangsawan Inggris yang bernama Duke de Beaufort memperkenalkan permainan ini kepada masyarakat bangsawan Inggris di Gloucester. Mulai saat itu olahraga ini mulai dimainkan orang-orang Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya olahraga ini dimainkan orang Eropa. Disamping negara-negara Eropa dan Benua Amerika, olahraga bulutangkis juga berkembang di daerah jajahan Inggris di Asia Tenggara termasuk Malaysia dan Singapura. Bulutangkis masuk ke Indonesia melalui kedua daerah jajahan Inggris tersebut. Bulutangkis mulai dimainkan dan berkembang di Indonesia pada tahun 1930-an. Bulutangkis mulai berkembang secara terorganisir mulia awal tahun 1947 dengan munculnya PORI yang diketuai oleh R.M.S Tri Tjondrokusumo, PORI merupakan organisasi yang mengurusi seluruh kegiatan bulutangkis sebelum berdirinya PBSI pada tahun 1951 . b. Nasionalisme Baru Dalam Bulutangkis Tonggak awal pencetusan paham nasionalisme muncul pada periode 1900-an melalui hadirnya Budi Utomo. Semangat tersebut tercermin dalam isi Sumpah Pemuda. Hal tersebut merupakan titik awal dari kebangkitan etos nasionalisme bangsa. Kemudian, nasionalisme dalam bentuk fasisme “ultra barat” muncul pada era tahun 1937, hal tersebut merupakan wujud nasionalisme yang berbeda dengan nasionalisme pada masa Budi Utomo. Kebersambungan perubahan paham nasionalisme muncul pada masa pendudukan Jepang. Nasionalisme Indonesia berubah drastis dari fasisme menjadi condong kearah “timur”. Setelah itu pada periode 1945 muncul paham nasionalisme yang memiliki arti menentang kolonialisme. Perubahan yang sangat signifikan terjadi pada periode 1960-an. Pada era tersebut nasionalisme hadir bukan untuk melawan kolonialisme, melainkan semangat nasionalisme baru yang muncul dalam olahraga bulutangkis. Hal tersebut terlihat melalui prestasi duta bangsa dalam bidang bulutangkis. Indonesia memperoleh hasil dari buah kerja keras dan semangat untuk memberikan prestasi bagi bangsa pada era 1958-1980. Indonesia mampu mendominasi ajang Thomas Cup (1958-1980) dan seorang Rudy Hartono mampu menjuarai All England sebanyak 8 kali . Dalam merengkuh prestasi Piala Thomas yang pertama materi pemain bulutangkis Indonesia menggunakan 4 pemain yang merupakan keturunan China yaitu Tan Joe Hok, Lie Po Djian, Njoo Kim Bie, dan Tan king gwan. Hal tersebut menunjukan bahwa semangat atau etos nasionalisme bentuk baru yang dimiliki duta bangsa yang notabene merupakan keturunan China berjuang habis-habisan untuk memberikan gelar terhadap Indonesia. Sangat menakjubkan bukan ? Nasionalisme baru yang muncul dalam semangat duta bangsa untuk memberikan gelar bagi kejayaan Indonesia. Ironisnya pada periode 1960-1980 fasilitas olahraga bulutangkis belum semewah dan selengkap sekarang. Dana untuk bertanding dalam ajang piala Thomas di Singapura pun sangat kecil, bahkan bisa dikatakan kekurangan dana. Akhirnya dengan susah payah regu Thomas mendapat suntikan dana dari kalangan terbatas dan simpatisan. Sesampainya di Singapura, pimpinan rombongan menguhubungi Konsulat Rebublik Indonesia untuk meminjam dana, namun permintaan itu ditolak. Semangat juang para pemain tidak menurun walaupun mereka harus berhemat dan mencuci baju sendiri saat di Singapura. Dengan segala keterbatasan regu Thomas Indonesia mampu menjuarai kompetisi tersebut. Mereka memiliki semangat nasionalisme yang sangat tinggi untuk memberikan yang terbaik bagi Indonesia. Semangat juang regu Thomas pada periode 1960-1980 tersebut merefleksikan sebuah etos nasionalisme baru. Nasionalisme dalam bidang olahraga bulutangkis merupakan bentuk lain dari nasionalisme yang dimiliki para pejuang saat melawan kolonialisme. Walaupun dalam segala keterbatasan finansial, tapi para pemain mampu memberikan sesuatu yang gelar yang sangat membanggakan. Rasa cinta terhadap tanah air memberikan kobaran semangat untuk melakukan yang terbaik, semangat yang melintasi etnis, suku, dan ras . 4. KESIMPULAN Dalam bulutungkis muncul sebuah nasionalisme bentuk baru . Nasionalisme baru ini berbeda dengan nasionalisme pada masa perjuangan merebut kemerdekaan. Nasionalisme baru muncul karena suatu semangat ingin memberikan kejayaan dalam bidang bulutangkis internasional. Nasionalisme yang muncul dari para duta bulutangkis Indonesia merupakan sebuah nasionalisme yang melintasi RAS, SUKU, dan ETNIS. Hal tersebut terbukti melalui keberhasilan para duta bangsa kompetisi Thomas cup. Pemain Indonesia yang merengkuh juaa pertama kali memilki materi pemaine yang notabene merupakan keturunan China. Dalam Hal ini dapat saya simpulan bahwa nasionalisme yang tinggi mampu menghadirkan prestasi yang tinggi pula.

KEBUDAYAAN DAN SENI BANGUNAN ROMAWI

KEBUDAYAAN DAN SENI BANGUNAN ROMAWI Romawi ialah peradaban dunia yang letaknya terpusat di kota Roma masa kini. Peradaban Romawi dikembangkan Suku Latia yang menetap di lembah Sungai Tiber. Suku Latia menamakan tempat tinggal mereka ‘Latium’. Latium merupakan kawasan lembah pegunungan yang tanahnya baik untuk pertanian. Penduduk Latium kemudian disebut bangsa Latin. Pada mulanya, di daerah Latium inilah bangsa Latin hidup dan berkembang serta menghasilkan peradaban yang tinggi nilainya. Kota Roma yang menjadi pusat kebudayaan mereka terletak di muara sungai Tiber. Waktu berdirinya Kota Roma yang yang terletak di lembah Sungai Tiber tidak diketahui secara pasti. Legenda menyebut bahwa Roma didirikan dua bersaudara keturunan Aenas dari Yunani, Remus dan Romulus. “Menurut berita lama, Roma didirikan oleh Remus dan Romulus pada tahun 750. Remus dan Romulus ini anak Rhea silva, turunan Aenas –seorang pahlawan Troya jang dapat melarikan diri waktu Troya dikalahkan dan dibakar oleh bangsa Jujani” Orang-orang Romawi memiliki kepercayaan terhadap dewa-dewa, seperti orang-orang di Yunani. Hanya saja dewa-dewa di romawi berbeda dengan di Yunani. Dewa-dewa yang dipercayai oleh orang-orang Romawi antara lain : 1. Jupiter (raja dewa-dewa) 2. Yuno (dewi rumah tangga) 3. Minerus (dewi pengetahuan) 4. Venus (dewi kecantikan) 5. Mars (dewa perang) 6. Neptenus (dewa laut) 7. Diana (dewi perburuan) 8. Bacchus (dewa anggur) Roma berhasil menundukkan bangsa-bangsa yang tinggal disekitarnya satu persatu, baik dengan jalan kekrasan maupun jalan damai. Hingga akhirnya Roma berhasil menguasai seluruh Italia Tengah. Sebelum itu, sekira tahun 492, Daerah Latium sebagai tempat berdirinya kota Roma dikuasai oleh kerajaan Etruskia, yang terletak disebelah utaranya sampai pada tahun 500 SM. Pada tahun 500 SM bangsa Latium memberontak terhadap kerajaan Etruskia dan berhasil memerdekaan diri serta mendirikan negara sendiri yang berbentuk republik. Maka sejak itu, Roma menjadi republik dan kepala negaranya disebut konsul yang dipilih setiap tahun sekali. Konsul selain menjadi penguasa negara juga ketua senat dan panglima besar. Bangsa Romawi yang semula petani, setelah mengalahkan penguasa Etruskia kemudian menjadi bangsa penguasa besar dengan manaklukan wilayah yang luasa sampai ke Laut Tengah. Bangsa yang semula petani ini kemudian menjadi masyarakat kapitalis dan materialis. Selain sebagai bangsa yang suka dengan perang bangsa Romawi juga mengumpulkan kekayaan sebagai modal usaha. Mereka membali ladang-ladang dan kemudian penggarapannya dilakukan oleh para budak yang didatangkan dari daerah-daerah jajahan. Penguasa Gayus Julius Caesar meluaskan wilayahnya sampai ke Jerman, Belgia, Belanda dan bahkan sampai menyebrangi selat Calis ke Inggris. Selain sebagai penguasa mutlak Julius Caesar juga mengembangkan kalender baru yang disebut kalender Julian. Kelender ini terus dipakai sampai kemudian diperbaharui oleh Gregorius yang kemudian dikenal dengan dengan kalender Gregorius. Julius Caesar dibunuh oleh Brutus dan Casinus yang menginginkan suatu pemerintahan berbentuk Republik. Akan tetapi, cita-cita kedua orang itu tidak berhasil dan tetap mempertahankan sistem pemerintahan diktator. Anak angkat Julius Caesar bernama Oktvaianus kemudian dapat menguasai Romawi kembali dan berkuasa secara diktator. Dalam kekuasaannya, Oktavianus banyak dikelilingi orang-orang pandai sehingga ia dapat berkuasa cukup lama. Oleh senat Oktavianus diberi gelar “Augustus” yang artinya “Yang Maha Mulia”. Dengan stabilitas pemerintahan pada masa Kaisar Octavianus maka mulailah bidang kebudayaan mendapat perhatian. Kebudayaan Romawi mendapat unsur-unsur pokok dari kebudayaan Etrusia dan Yunani. Hal ini berarti kebudayaan Romawi merupakan hasil perpaduan dari kebudayaan yunani dan Etrusia, tanapa ada unsur-unsur dari kebudayaan romawi sendiri. Pada masa Octavianus, orang-orang Romawi melihat sesuatu dari sudut kegunaannya. Pandangan hidup bangsa Romawi ini memberikan warna pada kehidupan agama. Tepatlah apa yang diungkapkan oleh Cicero, bahwa agama bagi mereka bukan untuk mendidik manusia kepada kebajikan, melainkan manusia sehat dan kaya. Dengan pandangan hidup yang praktis ini menjadi ciri utama orang-orang Romawi. Dalam lapangan ilmu pengetahuan, bangsa Romawi bukanlah pencipta teori-teori, tetapi pelaksana teori yang telah ada sejak zaman Yunani. Dengan ini mata rantai jang seakan-akan putus dalam perkembangan ilmu pengetahuan menjadi tumbuh kembali. Bila sarjana Yunani adalah ahli teori, maka sarjana Romawi adalah ahli praktek. Masa Octavianus merupakan masa penyempurnaan seni dan budaya Romawi. Pengaruh budaya Yunani mulai masuk dengan kuatnya sejak tahun 146 SM bersamaan dengan usaha bangsa Romawi melakukan penaklukan di Laut Tengah. Selama kekuasaan Romawi, seni Romawi disebarkan ke Eropa dan sekitar Laut Tengah. Seni Romawi sebenarnya merupakan pencampuran dua unsur seni budaya, yaitu Romawi yang merupakan daerah kekuasaan Etruskia dan seni Yunani. Pada hekakatnya budaya ini bukan berasal dari rakyat biasa melinkan dari golongan bangsawan. Golongan seniman besar, seperti yang terdapat di Yunani di Roma tidak ada. Justru bangsa Romawi mendatangkan seniman-seniman dari Yunani. Oleh karena itu, pengaruh Yunani di Romawi sangat kuat. Politik maupun seni dan budaya Roma di bawah bangsa Etruskia. Dengan begitu seni Romawi pada dasarnya adalah pencampuran unsur-unsur budaya Etruskia dan Yunani yang kemudian menjadi seni budaya baru. Orang Romawi senang menciptakan sesuatu secara besar-besaran karena mereka suka sesuatu yang megah, mewah, dan monumental, serta menarik perhatian. Semua hasil karya budaya terutama karya seni rupa, baik berupa seni bangunan, seni patung atau relief, maupun seni lukisnya dibuat serba besr, megah, dan penuh hiasan. Orang-orang Romawi menciptakan karya teknik bangunan yang menggumkan, seperti bangunan saluran air (aquaduct), jembatan, gedung besar untuk balai pertemuan dan pasar, bangunan untuk olahraga dan pentas seni (thermen, theater, amphitheater). Selain bangunan diatas, juga terdapat banguan kuil untuk persemayam dewa. Orang Romawi melanjutkan pengetahuan orang Yunani antara lain bangunan dengan kontruksi lengkung untuk membuat ruangan-ruangan menjadi luas. Bangunan atap kubah untuk pertama kali diciptakan kurang lebih tahun 30 SM untuk bangunan Thermae di Baaie. Mereka juga membangun bangunan umum seperti jalan raya. Jalan raya yang terkenal adalah jalan Via Apia. Rumah-rumah dewa atau kuil yang dibangun memiliki ukuran besar. Kuil-kuil yang berukuran besar tersebut antara lain Tempel Jupiter (abad ke-6 SM), Appolo dan Venus di Roma. Untuk setiap bangunan kuil tersebut di gunakan tinga-tiang penyangga. Batang tiang penyanggga atap menggunakan menggunakan kepala tiang dengan ciri-ciri Yunanni seperti Doria, Ionia, dan Korinthia. Bangsa Romawi juga ahli dalam pembuatan patung terutama patung setangah dada atau potret. Bentuk wajah dibuat dengan sangat teliti, sedangkan tubuh dan lainnya lebih sederhana. Kecakapan membuat patung ini berhubungan dengan kebiasaan keluarga-keluarga terkemuka bangsa Romawi yang senang membuat patung nenek moyang dalam jumlah banyak dan sangat teliti. Biasanya patung nenak moyang disimpan di rumah dan ditempatkan dalam satu ruangan khusus yang disebut Atrium. Atrium ini juga dilengkapi dengan altar. Orang-orang Romawi dalam membuat patung memiliki kebiasaan yang sama dengan bangsa Yunani. Dalam membuat patung, orang-orang Romawi selalu mematungkan tokoh-tokoh penguasa, tokoh-tokoh politik, dan cendikiawan. Banyak sekali tokoh penguasa, tokoh politik dan cendikiawan yang dijadikan sebagai latar dalam membuat patung seperti wajah tokoh Julius Caesar, Agustus, Tuchidides, Demostenes, Caracalla, dan lainnya. Gambar wajah para tokoh ini selain dipatungkan juga dilukiskan pada mata uang logam. Bangsa Romawi juga senang pada keindahan rumahnya. Dinding bagian dalam rumah dihias dengan lukisan untuk memberikan kesan luas. Kegiatan memperindah dinding ini biasa pada dinding rumah dengan cara melukis pemandangan alam dan bangunan-bangunan rumah yang seolah-olah terlihat dari jendela. Kegiatan melukis pada dinding-dinding rumah yang dilakukan oleh orang-orang Romawi ternyata meniru kebiasaan bangsa Yunani. Dengan demikian melukis Cara melukis yang dilakukan oleh orang Romawi memdapat pengaruh basar dari Yunani. Dari seni melukis pada dinding ini banyak ditemukan peninggalan-peninggalan yang merupakan hasil kebudayaan masyarakat Romawi. Salah satu dari sekian banyak peninggalan kebudayaan ini adalah peninggalan lukisan didinding rumah yang terdapat di Pompeii. Peninggalan lainnya terdapat di Roma yang menggambarkan pengantin perempuan dan teman-temannya sedang mempersiapkan upacara perkawinan. Selain pada dinding rumah, seni lukis juga ditemukan pada mangkuk, jambangan, piring dan tempat bunga. Bangsa Romawi yang senang membuat bangunan monumental menyebabkan bangsa ini kaya dengan hasil-hasil bangunan berupa monumen dan kuil. Monumen yang dibuat oleh bangsa romawi berupa pintu gerbang kemenangan atau tiang kemenangan. Bangunan monumen ini digunaakn untuk memperingati suatu peristiwa sejarah. Pada banguan monumen itu diberi relief yang menggambarkan peristiwa kemenangan. Peninggalan seni monumen ini terdapat di Roma dan dibeberapa daerah jajahan Romawi. Perubahan ketatanegaraan Romawi dari republik ke bentuk kekaisaran tidak mengendurkan semangat dan perkembangan budaya orang-orang Roma untuk mendirikan bangunan berupa bangunan monumental. Hanya saja, apabila pada masa republik pendukung seni budaya dilakukan oleh para bangsawan. Namun, setelah menjadi kekaisaran, yang mendukung seni budaya adalah golongan istana. Sejak kaisar Agustus, seni budaya lebih cenderung mejadi seni kuna yang berkiblat pada Yunani. Setiap kaisar yang berkuasa di Romawi selalu meninggalkan seni budaya beruapa bangunan monumen. Kebiasaan yang dilakukan oleh kiasar-kaisar ini dilakukan sebagai sarana untuk menunjukan jasanya kepada negara. Maka sejak kiasar-kaisar ini berkuasa, banyak sekali didirikan bangunan besar dan megah dengan menggunakan bahan dari marmer. Peninggalan seni bangunan Romawi pada masa kekaisaran ini jumlah sangat banyak. Banguan-banguan monmen tersebut antara lain: 1. Kuil Zeus yang didirikan di Olympia. 2. Kuil Jupiter Heliopalitanus di ba’albek (syria) 3. Pantheon merupakan sebuah kuil yang kemudian digunakan untuk gereja. 4. Mousoleum di Roma yang didirikan pada tahun 175 SM. Mousoleum merupakan bangunan yang berupa makam yang indah. Pada sisi dalam ruang Mousoleum dihiasai ddengan berbagai ornamen yang indah. 5. Teater di Pompeii, solona, dan Asperados. 6. Amphiteater Amphpiteater merupakan perpaduan dua buah teater yang dipergunakan untuk pertunjukan mengadu benteng dan untuk perkelahian gladiator, tempat duduk penonton berkeliling, semakin kebelakang semakin tinggi. Amphipater pada masa kaisar Vespasianus (695 SM) dipergunakan untuk peragaan perang-perangan seperti di laut bebas dan Circus (sirkus), tempat untuk berpacu kuda yang menarik kereta beroda dua. 7. Thermen Merupakan tempat pemandian dengan ruang-ruang mandi berair panah, berair hangat dan dingin. 8. Bangunan istana 9. Gerbang kemenangan 10. Tiang kemenangan Pada masa Gothik (100 – 1400 M), kebudayaan Romawi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan agama kristen. Agama kristen atau Nasrani sebenarnya telah berkembang sejak jaman pemerintahan Tiberius. Agama ini disiarkan oleh Yesus (Isa) dari nazareth, yang dilahirkan di Palestina. Agama Kristen ini berbeda dengan kepercayaan rakyat Romawi yang poltheis. Agama Nasrani memiliki kepercayaan monoteis. Dengan pertimbangan-pertimbangan politik dan kemanan negara, Tiberius menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus pada tahun 33. Tetapi kematian Yesus ini tidak berarti agama Kristen lenyap dari kehiduapan masyarakat Romawi, malahan sebaliknya. Setelah Yesus atau Nabi Isa disalib dibukit Gologota, agama kristen berkembang sampai Mesir, Syria, Asia Kecil, dan ke Roma. Hampir selama tiga abad para pengikut agama Kristen dalam ketakutan dan dikejar-kejar oleh penguasa Roma. Pada tahun 395 agama kristen ditetapkan sebagai agama negara. Dari masyarakat pemeluknya lambat laun timbul suatu bentuk kelompok kegerejaan yang disusun menurut organisasi-organisasi yang ada di Imperium Romanum (penguasa Roma). Periode Gothik seni Kristen mengalami hambatan-hambatan yang disebabkan oleh perpindahan pemerintahan dari Konsatantinopel ke Byzantium. Kekaisaran romawi mengalami perpecahan menjadi Romawi Barat dan Romawi Timur. Romawi Barat mengalami keruntuhan tahun 335 M. Ketika penguasa Roma masih memusuhi para pengikut agam kristen, di Roma sendiri secara sembunyi-sembunyi berkembang seni Katamba. Sejak saat itulah lahir seni Katakomba yang meruapakn tanda lahirnya seni kristen awal. Katakomba sendiri merupakan kuburan-kuburan bawah tanah. Kemudian dalam masyarakat Romawi pada masa Gothik ini selalu melakukan kebiasaan untuk berkumpul di ruangan terowongan dengan tujuan mengadakan kegiatan agama. Dari seringnya diadakan perkumpulan, kemudian berkembang kebiasaan masyarakat untuk menghiasi dinding dengan motif jaman kuno. Motif-motif klasik yang digambar dalam dinding-dinding terowongan ini, kemudian tergeser oleh perkembangan motif-motif modern atau baru. Motif-motif yang baru ini biasanya berbentuk manusia dan binatang yang digambarkan secara simbolik untuk kepentingan agama kristen. Karya seni kristen awal ini anatara lain lukisan-lukisan kristus sebagai “gembala yang baik”. Pada umumnya yang mengembangkan seni Katakomba ini adalah bukan seniman. Bagi mereka yang erpenting adalah dapat mengungkapkan arti dan ide melalui lukisan dan sebagai bakti mereka kepada agama kristen. Namun, justru “seniman-seniman” Katakomba ini menjadi pelopor seni nonrelistik pada abad pertengahan. Ketika gereja mengalami kemerdekaan kembali pada abad ke-4, kemudian agama kristen dijadikan agama resmi, mulailah perkembangan seni banguan gereja. Pada masa itu, para arsitek membangun gereja dengan menggunakan konsep dasar seni bangunan basilika bangsa Romawi, yaitu suatu bangunan untuk pertemuan-pertemuan umum berbentuk persegi panjang. Perkembangan selanjutnya adalah bagunan gereja dengan menara lonceng pada bad ke-6. Seni bangunan pada bangunan gereja adalah bangunan geraja dengan denah memusat dan berkubah serta menggunakan denah memanjang atau basilika dengan langit-langit datar atau dengan lengkung silang. Contoh seni bangunan pada masa gereja adalah bangunan gereja St.Andrea di Mantua dan gereja St.Novella. SUMBER : Romein, J, Aera Eropa: Peradaban Eropa sebagai Penyimpangan dari Pola Umum, Jakarta: Ganavo N.V,1956 Jones, A, The Later Roman Empire 284-602 : A Sosial Economic and Administrative Survey, Oxford : Basil Blackwell,1973 Becker, Karl L, A Survey Of European Civilization, Harvard University

Tragedi ”Cina” di ranah Batavia

Kehadiran orang-orang Cina sebagai pedagang di Indonesia sudah ada selama berabad-abad. Sejak awal tahun 1619, orang Cina telah hadir di Indonesia.Mereka sebagian tinggal dan menetap di Batavia.Orang yang berasal dari Asia timur tersebut memiliki keahlian dan ketrampilan dibidang perdagangan, para pekerja yang terampil sebagai penggiling teh dan pengusaha toko. Pada tahun 1740 terdapat kurang lebih 2500 rumah atau tempat tinggal orang Cina di daerah tembok Batavia, sedangkan jumlah orang Cina di kota itu dan daerah sekitarnya ditaksir tidak kurang dari 15000 jiwa. Jumlah tersebut merupakan 17% dari total penduduk di Batavia lebih dari itu. Mereka hebat dalam bidang berdagang dan industri. Keahlian itu membuat Heeren XVII di Amsterdam Belanda mengagumi kehebatan orang-orang Cina. Para pedagang dari ranah Eropa mengakui kehebatan itu, termasuk pedagang dari Arab. Penduduk lokal memiliki pandangan yang berbeda dengan Heeren XVII. Penduduk kota Batavia dan orang Eropa sangat tidak menyukai keberadaan penduduk Cina, cenderung curiga dan merasa kurang nyaman dengan kehadiran mereka di Batavia. Orang-orang Cina merupakan pesaing di bidang perdagangan. Oleh karena itu perlakuan penduduk lokal dan orang-orang Eropa terhadap kaum Cina menjadi kejam. Perlakuan itu membuat terjadinya gesekan-gesekan kecil dengan orang-orang Cina, dan mulai memanas pada 1722. Meskipun terjadi gesekan dan konflik di kota Batavis, populasi penduduk Cina tetap bertambah pesat, karena kehadiran mereka yang semakin banyak, membuat VOC memberlakuan sistem ”kuota” untuk membatasi imigran-imigran dari negeri tirai bambu tersebut. Namun, hal itu tidak berjalan semestinya karena para kapten kapal Cina melakukan penyuapan terhadap para pejabat VOC yang korup. Pertambahan yang pesat itu membuat populasi mereka menjadi meningkat tajam. Akibat dari bertambahnya ”Cina” di Batavia, banyak dari mereka yang tidak mendapat pekerjaan dan sebagian dari mereka bergabung dengan komplotan-komplotan penjahat di sekitar Batavia. Kegiatan komplotan itu sangat meresahkan penduduk sekitar Batvia Perasaan saling curiga antara penduduk lokal yang di dukung oleh VOC mulai memuncak pada bulan Oktober 1740. VOC mendapat bukti-bukti bahwa orang-orang Cina akan melakukan pemberontakan. Pemberontakan tersebut akan ditujukan terhadap VOC. Kabar tersebut membuat VOC dan penduduk lokal geram. Sedangkan orang-orang Cina yang bekerja di kapal VOC mendapat informasi bahwa mereka akan dibuang ke laut Jawa saat bekerja. Pada tanggal 7 Oktober 1740 memuncaklah konflik tersebut. Gerombolan orang Cina di luar kota melakukan pemberontakan dan membunuh orang-orang Eropa. Hal itu membuat khawatir VOC. Penduduk pribumi berspekulasi bahwa orang Cina di dalam kota juga melakukan pemberontakan, sehingga diberlakukan jam malam. VOC juga melakukan penggeledahan di rumah-rumah orang Cina untuk mencari senjata. Hal ini membuat mereka merasa terintimidasi hingga akhirnya timbul perlawanan besar-besaran. Alhasil karena tidak berimbangya kekuatan antara kedua belah pihak warga Cina banyak menjadi korban pembunuha. Sekitar 10.000 nyawa melayang. Pelaku pembantaian tesebut adalah orang-orang Eropa dan penduduk lokal. Sedangkan yang mencoba melarikan diri dan tertangkap, kepalanya dipenggal di alun-alun kota Batavia. Tidak hanya itu, perkampungan orang-orang Cina didalam dan diluar Batavia dibakar selama berhari-hari. Kekerasan itu baru bisa berhenti setelah VOC memberikan uang premi agar serdadu Belanda kembali pada rutinitasnya. Banyak penduduk Cina yang berhasil melarikan diri. Mereka yang selamat dari pembantaian Batavia lari kearah timur. Sebagian besar menuju semarang untuk menyelamatkan diri. Orang Cina berusaha untuk kembali memulai kehidupan dari nol lagi. Mereka mempergunakan apa yang ada untuk bekerja dengan bantuan penduduk Cina yang telah terlebih dahulu tinggal di daerah itu. Dengan cepat penduduk Cina kembali mampu menunjukan kehebatannya dalam bergadang walupun dihantui rasa trauma pembantaian di Batavia.