Rabu, 20 Maret 2013

Hugo Chaves, Soekarno, dan Sepakbola Indonesia.


Selasa, 5 Maret 2013. Bersamaan dengan kekalahan Manchester United atas Real Madrid di Ol Trafford, pemimpin besar sosialis Venezuela menghembuskan nafas terakhirnya akibat kanker pelvis yang dideritanya. Pemimpin yang terkenal akan semangatnya menentang Amerika ini ternyata menruh minat yang sangat besar di dunia sepak bola, khususnya sepak bola Venezuela. Hugo Chaves mampu menaikan harkat dan martabat bangsa melalui sepakbola.
Venezuela merupakan satu-satunya Negara di Amerika latin yang belum pernah lolos ke Piala Dunia dan menjadi tim terlemah diwilayah itu. Dan sahabat dari Moammar Khaddafy itu sadar betul bahwa sepakbola mampu membuat negaranya disegani. Pada tahun 2007, Hugo Chaves membuat gebrakan yang tak disangka-sangka di Negara yang mayoritas penduduknya lebih familiar dengan Baseball daripada sepakbola. Beliau mampu mengegolkan Venezuela sebagai tuan rumah Copa Amerika.
Tak hanya sukses sebagai penyelenggara even besar di Amerika Latin tersebut. Timnas Venzeuela juga mampu member gebrakan besar selama pergelaran berlangsung. Venzuela tampil luar biasa dan mengejutkan banyak orang dengan menjadi juara grup A.Tapi sayang seribu sayang langkah tim berjuluk La Vinotino terhenti di semi final. Mereka dihajar Uruguay dengan skor 4-1.
Kiprah Venezuela patut dihargai. Sebelumnya Venzuela bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa diranah sepak bola Amerika Latin, debut sejak 1938 pertandingan timnas Venezuela lebih sering diakhiri dengan kekalahan.Bahkan tim ini pernah dilumat Yugoslavia 10 gol tanpa balas pada sebuah turnamen di Brasil tahun 1972. Lebih parah dari itu Argentina juga pernah merasakan menjebol gawang Venezuela sebanyak sebelas kali dalam satu pertandingan di ajang Copa Amerika 1975. Mengerikan bukan?
Sumbangsih Hugo Chaves dalam perkembangan sepak bola negeri yang kondang aakan produksi minyaknya tersebut bukan dalam sisi pembangunan infrastruktur. Sumbangsihnya lebih terlihat dari sisi patriotisme dan moral! Semenjak dibawah pemerintahannya Venzuela berkembang pesat dalam segi sepakbolanya. Dalam hal perkembangan sepak bola internasional, kiprah Chaves juga tidak bias diremehkan. Bersama Maradona,Castro, dan Morales mengecam FIFA tatkala melarang Bolivia bermain diketinggian tertentu pada 2006. Luar Biasa!
Sedangkan di ranah sepak bola Indonesia, kita pernah memiliki sosok yang begitu fenomenal dan sensasional dalam diri Soekarno. Memiliki karakter yang hampir mirip dengan Hugo Chaves, Soekarno merupakan orator ulung, memiliki daya tarik tinggi dan aura yang memikat dan tentunya menaruh perhatian besar dalam sepak bola tanah air. Soekarno juga sadar betul bahwa harga diri suatu bangsa dapat diperjuangkan melalui sepakbola.
Pemimpin karismatik ini membangun proyek mercusuar yang begitu luar biasa dalam bentuk Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan. Stadion yang kala pemerintahnya menjadi salah satu stadion tersbesar di Asia. Tidak hanya dalam bentuk infra struktur saja, dukungan Sukarno meliputi banyak aspek.
Pada tahun 1955 dalam rangka ulang tahun PSSI yang ke-25 yang dilaksanakan di Stadion Kridosono Yogyakarta,dengan bantuan negosiasi Sukarno, PSSI bisa melakukan pertandingan uji coba melawan Austria Salzburg. Itu membuktikan bahwa Soekarno menggunakan kemampuan diplomatisnya untuk memajukan sepak bola dengan mendatangkan tim yang berkualitas sebagai lawan tanding. Hal itu menjadi berharga karena dilakukan ditengah-tengah kesibukannya menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika. Hasilnya Indonesia bermain seri 2-2 melawan Austria Salzburg.Selain itu Soekarno juga meresmikan Monumen seperempat abad PSSI di Baciro Yogyakarta sebagai momentum bangkitnya sepak bola Indonesia.
Konsistensi Soekarno akan kepeduliannya di sepakbola ia lanjutkan ketika Indonesia mencatat sejarah cemerlang pada tahun 1956 ketika tampil di Olimpiade Melbroune. Soekarno menjadi arsitek dibalik sejarah itu. Pada tahun 1953, Soekarno terkesan dengan penampilan atraktif tim dari Yugoslavia di Stadion Ikada (sekarang Monas),Jakarta. Kemudian Soekarno melakukan pendekatan dengan Josep Broz Tito selaku presiden Yugoslavia, setelaj itu peltih tim yang bermain di Stadion Ikada, Antun “Toni” Pocganik direkrut oleh PSSI.
Pada tahun 1956, ketika Indonesia dipastikan lolos ke Olimpiade Melbroune. Sekali lagi, Soekarno dengan kemampuan diplomatiknya, membuka jalan bagi timnas untuk melakukan ujicoba ke wilayah Eropa Timur. Indonesia melakukan ujicoba melawan Jerman Timur, Cekoslovakia dan Yugoslavia. Salah satu aspek penting yang didapat timnas adalah pengalaman bertanding melawan tim kuat walaupun menelan kekalahan. Salah satunya kalah 2-4 melawan raksasa Yugoslavia.
Tidak hanya berhenti sampai disitu. Sumbangsih Soekarno juga diberikan dalam hal memompa motivasi para pemain timnas. “Setiap akan bertanding. Bung Karno pintar memotivasi pemain dengan nilai-nilai nasionalismenya “ tutur Saelan yang dikutip dari majalah FourFourTwo edisi Agustus 2012. Selan merupakan salah satu punggawa timnas kala bermain di Olimpiade Melbroune 1956.
Kedua tokoh tersebut layak untuk dijadikan panutan untuk para petinggi maupun pemangku sepak bola Indonesia. Di tengah rekonsiliasi sepakbola Indonesia yang sedang mengalami progress yang positif, setidaknya mencontoh tauladan yang telah diberikankan dua pemimpin besar tersebut menjadi hal yang perlu. Semoga rekonsiliasi yang terjadi pasca KLB Borobudur kemarin menjdi tonggak awal munculnya asa kebangkitan sepakbola negeri ini.