Selasa,
5 Maret 2013. Bersamaan dengan kekalahan Manchester United atas Real
Madrid di Ol Trafford, pemimpin besar sosialis Venezuela
menghembuskan nafas terakhirnya akibat kanker pelvis
yang
dideritanya. Pemimpin yang terkenal akan semangatnya menentang
Amerika ini ternyata menruh minat yang sangat besar di dunia sepak
bola, khususnya sepak bola Venezuela. Hugo Chaves mampu menaikan
harkat dan martabat bangsa melalui sepakbola.
Venezuela
merupakan satu-satunya Negara di Amerika latin yang belum pernah
lolos ke Piala Dunia dan menjadi tim terlemah diwilayah itu. Dan
sahabat dari Moammar Khaddafy itu sadar betul bahwa sepakbola mampu
membuat negaranya disegani. Pada tahun 2007, Hugo Chaves membuat
gebrakan yang tak disangka-sangka di Negara yang mayoritas
penduduknya lebih familiar dengan Baseball daripada sepakbola. Beliau
mampu mengegolkan Venezuela sebagai tuan rumah Copa Amerika.
Tak
hanya sukses sebagai penyelenggara even besar di Amerika Latin
tersebut. Timnas Venzeuela juga mampu member gebrakan besar selama
pergelaran berlangsung. Venzuela tampil luar biasa dan mengejutkan
banyak orang dengan menjadi juara grup A.Tapi sayang seribu sayang
langkah tim berjuluk La Vinotino terhenti di semi final. Mereka
dihajar Uruguay dengan skor 4-1.
Kiprah
Venezuela patut dihargai. Sebelumnya Venzuela bukan apa-apa dan bukan
siapa-siapa diranah sepak bola Amerika Latin, debut sejak 1938
pertandingan timnas Venezuela lebih sering diakhiri dengan
kekalahan.Bahkan tim ini pernah dilumat Yugoslavia 10 gol tanpa balas
pada sebuah turnamen di Brasil tahun 1972. Lebih parah dari itu
Argentina juga pernah merasakan menjebol gawang Venezuela sebanyak
sebelas kali dalam satu pertandingan di ajang Copa Amerika 1975.
Mengerikan bukan?
Sumbangsih
Hugo Chaves dalam perkembangan sepak bola negeri yang kondang aakan
produksi minyaknya tersebut bukan dalam sisi pembangunan
infrastruktur. Sumbangsihnya lebih terlihat dari sisi patriotisme dan
moral! Semenjak dibawah pemerintahannya Venzuela berkembang pesat
dalam segi sepakbolanya. Dalam hal perkembangan sepak bola
internasional, kiprah Chaves juga tidak bias diremehkan. Bersama
Maradona,Castro, dan Morales mengecam FIFA tatkala melarang Bolivia
bermain diketinggian tertentu pada 2006. Luar Biasa!
Sedangkan
di ranah sepak bola Indonesia, kita pernah memiliki sosok yang begitu
fenomenal dan sensasional dalam diri Soekarno. Memiliki karakter yang
hampir mirip dengan Hugo Chaves, Soekarno merupakan orator ulung,
memiliki daya tarik tinggi dan aura yang memikat dan tentunya menaruh
perhatian besar dalam sepak bola tanah air. Soekarno juga sadar betul
bahwa harga diri suatu bangsa dapat diperjuangkan melalui sepakbola.
Pemimpin karismatik ini membangun proyek mercusuar yang begitu luar
biasa dalam bentuk Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan. Stadion
yang kala pemerintahnya menjadi salah satu stadion tersbesar di Asia.
Tidak hanya dalam bentuk infra struktur saja, dukungan Sukarno
meliputi banyak aspek.
Pada
tahun 1955 dalam rangka ulang tahun PSSI yang ke-25 yang dilaksanakan
di Stadion Kridosono Yogyakarta,dengan bantuan negosiasi Sukarno,
PSSI bisa melakukan pertandingan uji coba melawan Austria Salzburg.
Itu membuktikan bahwa Soekarno menggunakan kemampuan diplomatisnya
untuk memajukan sepak bola dengan mendatangkan tim yang berkualitas
sebagai lawan tanding. Hal itu menjadi berharga karena dilakukan
ditengah-tengah kesibukannya menjadi tuan rumah Konferensi Asia
Afrika. Hasilnya Indonesia bermain seri 2-2 melawan Austria
Salzburg.Selain itu Soekarno juga meresmikan Monumen seperempat abad
PSSI di Baciro Yogyakarta sebagai momentum bangkitnya sepak bola
Indonesia.
Konsistensi
Soekarno akan kepeduliannya di sepakbola ia lanjutkan ketika
Indonesia mencatat sejarah cemerlang pada tahun 1956 ketika tampil
di Olimpiade Melbroune. Soekarno menjadi arsitek dibalik sejarah itu.
Pada tahun 1953, Soekarno terkesan dengan penampilan atraktif tim
dari Yugoslavia di Stadion Ikada (sekarang Monas),Jakarta. Kemudian
Soekarno melakukan pendekatan dengan Josep Broz Tito selaku presiden
Yugoslavia, setelaj itu peltih tim yang bermain di Stadion Ikada,
Antun “Toni” Pocganik direkrut oleh PSSI.
Pada
tahun 1956, ketika Indonesia dipastikan lolos ke Olimpiade Melbroune.
Sekali lagi, Soekarno dengan kemampuan diplomatiknya, membuka jalan
bagi timnas untuk melakukan ujicoba ke wilayah Eropa Timur. Indonesia
melakukan ujicoba melawan Jerman Timur, Cekoslovakia dan Yugoslavia.
Salah satu aspek penting yang didapat timnas adalah pengalaman
bertanding melawan tim kuat walaupun menelan kekalahan. Salah satunya
kalah 2-4 melawan raksasa Yugoslavia.
Tidak
hanya berhenti sampai disitu. Sumbangsih Soekarno juga diberikan
dalam hal memompa motivasi para pemain timnas. “Setiap akan
bertanding. Bung Karno pintar memotivasi pemain dengan nilai-nilai
nasionalismenya “ tutur Saelan yang dikutip dari majalah
FourFourTwo edisi Agustus 2012. Selan merupakan salah satu punggawa
timnas kala bermain di Olimpiade Melbroune 1956.
Kedua
tokoh tersebut layak untuk dijadikan panutan untuk para petinggi
maupun pemangku sepak bola Indonesia. Di tengah rekonsiliasi
sepakbola Indonesia yang sedang mengalami progress yang positif,
setidaknya mencontoh tauladan yang telah diberikankan dua pemimpin
besar tersebut menjadi hal yang perlu. Semoga rekonsiliasi yang
terjadi pasca KLB Borobudur kemarin menjdi tonggak awal munculnya asa
kebangkitan sepakbola negeri ini.