Bagaimana
sikap yang diambil oleh Pemerintah Belanda terhadap Islam dan
kebudayaan Islam pada umumnya?
Lalu
apakah kebudayaan Belanda yang dibawa terlalu merugikan bagi
kehidupan spiritual Islam?
Pemerintahan
Belanda sebenarnya menyimpan ketakutan yang amat mendalam dengan
kasus fanatisme Islam yang muncul sebagai ideologi dan mampu
memberikan tekanan yang luar biasa kepada pemerintahan Belanda.
Sebelum hadirnya Snouck Hurgronje yang dalam paparan ini kemudian
akan disebut S H, pemerintah Belanda seakan enggan mencampuri seluruh
hal yang bersinggungan dengan Islam. Yang kemudian terkait dengan
dasar-dasar liberalisme terhadap agama Islam , dimana pemerintah
Belanda menggunakan undang-undang untuk membuat jarak dengan Islam.
Dan
seolah pemerintah Belanda memberikan ruang bagi Islam pada saat
kehadiran S H dengan politik Islam pemerintahan Belanda yang
merupakan bibit awal dari konsep kerukunan antar umat beragama. Dalam
undang-undang dasar pemerintahan Belanda, ditetapkan dalam artikel
119 bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk memeluk agamanya
masing masing, terhadap pelanggran peraturan-peraturan tersebut dapat
dihukum pidana. Seiring berjalannya waktu kemudian undang-undang
itu di adopsi menjadi Undang-Undang Dasar 1945. Sekali lagi terlihat
bahwa pada masa Hindia Belanda pun kerukunan antar umat beragama
telah dicetuskan dan dijamin dalam sebuah undang-undang yang sah dan
mengikat.
Menilik
lebih jauh kebelakang yaitu ketika masa dimana perang Jawa
bergejolak. Perang sendiri dimotori oleh sosok Dipanagara dengan
konsep perang Sabil
nya, dimana pada masa itu Dipanagara mengkalim bahwa dirinya
merupakan Ratu Adil telah membawa kerugian yang amat besar terhadap
keadaan kas pemerintah Belanda. Perang yang hanya berlangsung selama
kurang lebih 5 taun dan memilki dasar ideology Islam yang kuat telah
mampu memobilisasi massa yang sangat besar dari berbagai macam
lapisan, baik dari dalam maupun luar tembok keraton. Dari refleksi
perang Jawa ini dapat diambil kesimpulan bahwa adanya ketakutan yang
luar biasa hadir didalam kubu pemerintah Belanda merupakan produk
dari pengalaman masa lalu.
Kemudian
dengan hadirnya S H yang bisa disebut sebagai seorang yang terkenal
dalam bidang pemikiran orientalis dan sebagai sosok pendiri pencetus
ppolitik Islam pemerintah Belanda merupakan sebuah hembusan angin
segar bagi pemerintah colonial, dimana ketika itu S H mampu
mencetuskan sebuah konsep mengenai kerukunan umat beragama yang mampu
sejalan dengan kemauan dari pihak pribumi. Ketika pemerintah Hindia
Belanda memberikan kelonggaran terhadap perkembangan islam , hal itu
mngakibatkan kenaikan dalam hal kegiatan berhaji. Tapi sebenarnya
otak pergerakan dari berbagi macam resistensi Islam terhadap
pemerintah Belanda hadir bukan dari mereka yang pulang dari berhaji.
Melainkan dari pesantern atau hasil produk pendidikan Islam. Mereka
secara otomatis memilki posisi yang terhormat dalam lingkungan
masyarakat dan mudah untuk memobilisasi massa. Untuk membelenggu
resistensi yang hadir dari latar belakang ideologi Islam maka
pemerintahan Belanda mengeluarkan kebijakan pemerintah yang tertuang
dalam artikel 124 yang intinya menyerahkan wewenang pengawasan
terhadap “pendeta” dalam hali ini bisa disebut atau disejajarkan
dengan ulama kepada raja atau bupati.
Hadirnya
S H selama 17 tahun di Hindia Belanda (1889-1906) merupakan masa
dimana pemerintahan kolonial Belanda sedang mengalami fase yang
diimana bisa dikatakan sebagai fase kemesraan pemerintah Belnda
dengan ideologi Islam yang berkembang di Nusantara. Walaupun kerukuan
umat beragama mampu diatur melalui undang-undang yang legal plus
dengan pembatsan yang dilihat dari sisi kenegaraan yang diadopsi oleh
tatanan muslim dan dengan jalan terbuka untuk membawa pemeluk agama
islam kearah yang lebih baik. S H juga meninggalakn warisan dalam
bentuk ordinasi perkawinan yang pertama pada tahun 1895 yang isinya
mengatur campur tangan pemerintah salam urusan pernikahan dan
perceraian menurut Islam .
Ketika
S H meninggalakn Indonesia untuk kembali ke Belanda , mulai muncul
gerakan-gerakan baru dibidang keagamaan. Gerakan tersebut hadir tidak
berselang lama setelah kepulangan S H ke Belanda. Gerakan-gerakan
tersebt antara lain Serikat Islam , Muhammadiyah, Al Irsyaad yang
kemudian menghadapkan pemerintah hindia belanda kedalam masalah yang
pelik. Timbulnya Reformisme dan modernisme di Nusantara untuk
kesekian kalinya membawa sebuah kesimpulan bahwa Islam bukanlah agama
nasional di dalam masyarakat Hindia Belanda. Tetapi sebuah agama
Internasional, sebab akar dari modernism dan reformisme berasal dari
mesir, Arab dan India.
Serikat
Islam yang awalnya merupakan sebuah organisasi sosial , mampu berubah
dalam waktu yang relative singkat. Kemudian Si berubah menjadi sebuah
organisasi dengan pemimpin-pemimpin politikkeagamaan dan akhirnya
melakukan resistensi terhadapa Belanda. Lain halnya dengan
Muhammadiyah , meski kedua organisasi ini lahir dalam waktu yang
bersamaan , namun hanya Muhammadiyah yang sejak awal karirnya
konsisten untuk melawan pemerintah Belanda. Awalnya pergerakan
organisasi Muhammadiyah hanya terfokus di Jawa saj, namun kemudian
lambat laun mampu menangapkan pengaruhnya di Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi. Pertumbuhan Muhammadiyah yang semakin pesat juga ditandai
dengan hadirnya sekolah, rumahsakit, rumah yatim piatu, dan perawatan
kaum miskin. Ketiak hadir muhammadiyah bisa dikatakan sebagai
organisasi massa yang bercorak baru, kenapa ? adanya Aisyiah yang
berfokus dalam dunia perempuan merupakan sebuah refleksi sadar gender
yang digalakan organisasi tersebut.
Seiring
berjalannya waktu, juga dengan digalakan pemikiran-pemikiran
keagamaan sesauai dengan hak kebebasan yang tercantum dalam
undang-undang, melahirkan dikotomi dalam Islam. Hadirnya kaum muda
yang mengikuti aliran baru dan kemudian adanya kaum tua yang terdiri
dari kelompok yang mempertahankan tradisi agama lama yang sesuai
dengan nenek moyangnya. Secara historis aliran lama ini lebih
terlihat kooperatif dengan pemerintah Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar