Kamis, 28 Mei 2015

Lapangan Sepak Bola Untuk Kemanusiaan




Pagi itu mendung mengelayuti langit-langit Jogja. Tak seperti biasanya. Lalu Pukul 05.55 WIB, Jogja bergoncang, tak seperti biasanya. Rumah-rumah rusak, runtuh dan ambruk.  Iya pagi itu tepat 27 Mei 2006. 3 hari sesudah siswa-siswi SMP se Indonesia selesai menuntaskan UAN. Jogja menjadi crowded, ribuan nyawa melayang. Puluhan ribu korban luka berjatuhan.
            Kala itu denyut sepak bola Jogja berhenti. Tanah-tanah lapang yang biasanya  digunakan anak-anak desa menggiring bola berubah menjadi  tenda pengungsian. Menjadi rumah sakit dadakan.  Menjadi pusat krisis center. Sepakbola Jogja istirahat sebentar. Bukan untuk mati, bukan karena PSSI. Bukan karena sanksi FIFA. Tapi karena toleransi, bahwa lapangan sepak bola untuk semua. Lapngan sepakbola menjalankan perannya untuk kemanusiaan.
            Stadion pun begitu pula. Sebut saja stadion Sultan Agung Bantul. Kala itu stadion yang sekarang menjadi kandang kesebelasan Persiba Bantul masih dalam proses pembangunan. Stadion yang menjadi kandang tim berjuluk Laskar Siultan Agung ini menjadi titik pusat pengungsian. Ratusan orang berteduh dalam kekarnya tembok-tembok stadion. Di sini kita melihat stadion dalam wajah lain-dalam wajah yang lebih luas. Stadion (lapangan) untuk kemanusiaan
Oleh Ganang Nur Restu  (@ganang29)
Ditulis untuk memperingati gempa jogja 27 Mei 2006

27 Mei


Pagi itu gaduh
Gaduh karena UAN
Dag dig dug lulus atau gak
Pagi itu gaduh
Gaduh karena mamakku marah aku malas bangun pagi
10 menit kemudian...
Pagi itu gaduh
Gaduh,  gaduh,  malah sangat gaduh
Rumah bergoyang,  genteng rontok,  nasi liwet mawut
Gaduh,  gaduh,  malah sangat gaduh
Pagi itu 27 Mei 2006, pukul 05.55 WIB.
Ditulis 26 Mei 2015 setelah selesai makan siang.
Oleh Ganang Nur Restu @ganang29
Biasa dipanggil Afgan

Selasa, 12 Mei 2015

Wisata Sejarah Sembari Wisata Kuliner

Museum Sejarah Purbakala Pleret yang berada di wilayah teritorial Kecamatan Pleret, selain secara histotris merupakan bekas wilayah Mataram Islam pada abad ke XVII juga merupakan daerah yang kaya akan wisata kuliner. Salah satu menu andalan di wilayah ini yang dapat dengan mudah ditemukan adalah sate klatak. Ya, sate klatak sangat mudah ditemukan di sepanjang Jalan Imogiri Timur. Ada yang tahu apa itu sate klatak? Sate klatak merupakan sate dengan berbahan dasar daging kambing namun yang membedakan sate ini dengan sate kambing yang lain adalah terletak pada bumbunya. Sate klatak tidak menggunakan bumbu kecap atau bumbu kacang namun hanya menggunakan bumbu garam sebelum dibakar. Sebagai pengganti bumbu kacang atau kecap, sate klatak biasanya disantap dengan kuah gulai atau tongseng. Penyajian sate klatak yang unik ini membuat para penikmat kuliner lebih bisa merasakan rasa original daging kambing yang empuk serta bau khas sate yang dibakar dengan arang.  Sate ini menjadi salah satu icon wisata kuliner di daerah Pleret.  Ada semboyan yang mengatakan,  belum ke Pleret kalau belum mencicipi lezatnya sate Klatak.
          Jadi, bisa di agendakan  untuk wisata sejarah sembari wisata kuliner. Jarang- jarang bisa melakukan wisata yang sekomplit ini. Setelah menikmati keagungan kejayaan Mataram Islam di Pleret melalui Museum Sejarah Purbakala Pleret, dan menjelajahi wisata situs-situs disekitar Pleret, seperti  situs Kerto, Masjid Kauman, dan Ratu Malang. Kita bisa melepas lelah sembari berdiskusi di warung-warung sate Klatak di sekitar Pleret. Mari jelajahi sejarahnya  dan nikmati kulinernya, hanya Pleret punya.

ISIS, Museum, dan Cerita Pilu Peradaban


Oleh : Ganang Nur Restu (Edukator Museum Pleret dan Alumni Jurusan Sejarah UGM)
                Rabu (18 Maret 2015) menjadi sebuah cerita kelam ilmu pengetahuan. Bagaimana tidak ? Museum Nasional Tunisia  atau dikenal dengan Museum Bardo Tunis diserang pasukan bersenjata dan berseragam militer. Pada penyerangan tersebut setidaknya telah menewaskan 19 orang turis asing yang sedang berkunjung ke museum tersebut. Dan serangan tersebut terindikasi dilakukan oleh kelompok militan Islamic State (ISIS).
            Museum Nasional Tunisia ini merupakan salah satu museum terpenting dan terkenal di wilayah Afrika Utara. Museum ini memiliki koleksi yang begitu lengkap. Koleksi peninggalan Roma dan Carthagian tersimpan di museum ini dan penting bagi sejarah peradaban dunia. Selain itu dalam segi pariwiasata penyerangan ini sangat mempengaruhi perekonomian Tunisia yang sebagian besar ditopang dari pemasukan pariwisata.
            Sebenarnya penyerangan terhadap situs sejarah bukan kali ini saja dilakukan oleh kelompok militan Islamic State (ISIS). Sebelumnya pada awal  bulan Maret ini, tepatnya pada tanggal 8 Maret 2015 mereka merusak situs arkeologi Khorsabad di Mosul Irak. Tak cuma itu beberapa hari kemudian ISIS juga menyerang situs Nimrud yang  merupakan salah satu monumen penting yang meyimpan sejarah kerajaan Assyiria (883-859 Sebelum Masehi) . Serangan yang bertubi-tubi ini seakan- akan inhin menghapuskan ingatan masyarakat dunia akan kejayaan masa lampau.
            Museum sejatinya merupakan penjaga memori masa lampau sebuah bangsa. Romatisme masa lampau tersaji  dan terawat begitu baik di dalam sebuah museum sehingga sangat berguna untuk generasi penerus bangsa yang akan datang.  Sebagai tempat media dan wahana edukasi, disini museum memerankan  posisi yang sangat penting. Sangat disayangkan apabila museum dan situs-situs tersebut hancur dan meyebabkan generasi mendatang “amnesia” terhadap sejarahnya sendiri.
Museum di Indonesia

            Museum-museum di Indonesia saat ini sedang bergairah. Beberapa tahun yang lalu di Indonseia mulai dicanangkan Gerakan Cinta Museum yang bertujuan untuk kembali menghidupkan gelora cinta akan sejarah bangsa ini. Bahkan berpuluh-puluh tahun yang lalu Bapak Proklamator Indonsesia, Bung Karno dengan penuh semangat menggelorakan Jas Merah, Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah!. Bahkan di Yogyakarta mulai digalakan sebuah program yang sudah berjalan beberapa tahun yang bernama Wajib Kunjung Museum. Program ini ditunjukan untuk pelajar-pelajr di wilayah Yogyakarta untuk bisa berkunjung ke museum-museum yang berada di wilayah Yogyakarta secara gratis dan difasilitasi kendaraan. Ini merupakan sebuah angin segar dalam menjaga romantisme masa lampau dan agar bangsa ini tidak amnesia dengan sejarahnya. 

Benang Kusut Sepak Bola Indonesia


Oleh Ganang Nur Restu (Alumni Jurusan Sejarah UGM)
                Rasanya jenuh,bosan dan miris melihat manuver-manuver para petinggi PSSI dan para pemangku kekuasaan di negeri tercinta ini. Sepak bola Indonesia tak henti-hentinya diterpa badai konflik yang begitu luar biasa dasyhatnya. Bukan prestasi yang mencolok, iya benar alih-alih prestasi dtonjolkan, malah intrik konflik yang diperankan secara fasih.
            Setelah dibekukan oleh Menpora, PSSI mengambil langkah yang kurang bisa diterima akal sehat dengan menghentikan liga-liga di Indonesia. Padahal Menpora berjanji akan mengulirkan liga setelah tim transisi terbentuk. Manuver-manuver para elit ini begitu terlihat arogan. Bagaimana tidak? Apakah mereka tidak sadar, banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada sepak bola. Menggantungkan kepulan asap dapur pada kulit bundar Indonesia. Bukan hanya ribuan pemain yang mencari sesuap nasi dari sepakbola, tetapi juga para penjual angkringan disekitar stadion, para penjual kaos-kaos tim sepakbola lokal, para pengais rejeki asongan yang biasa menjajakan jajanan ketika pertandingan di gelar di stadion, para tukang parkir dan masih banyak yang lainnya.
            Dampak lain yang begitunya nyata adalah mimpi anak-anak kecil yang menempuh sekolah sepak bola ataupun mereka yang belajar sepak bola secara otodidak akan terpengaruh, bahkan yang ditakutan menjadi sebuah rasa pesimistis. Para elit seakanmengubur hidup-hidup mimpi mereka.
            Jauh mengitari lorong waktu, sepak bola kita pernah berjaya. Pernah sebagai wahana melawan penjajah dan memupukan nasionalisme. Pernah sebagai media silahturami.  Sepakbola pernah menyatukan nasionalisme bangsa ini. Coba ingat ketika negara ini bertanding melawan Malaysia. Lihat betapa besar dan mati-matian bangsa ini mendukung timnas yang berlaga. Bahkan pekikan Bung Karno yang dahulu monumental kembali di pekikan ditribun-tribun stadion. Ganyang Malaysia.

            Kini, Stadion lebih mirirp rumah-rumah kosong yang telah kehilangan jiwanya. Sepi, sunyi,dan meyedihkan. Kapam drama ini akan berakahir wahai bapak-bapak petinggi dan pemangku kekuasaan ?. Tolong urai benang kusut sepak bola Indonesia ini.

Jalan-Jalan Ke Museum Pleret

Museum Sejarah Purbakala Pleret merupakan salah satu alternatif tempat rekreasi edukasi di wilayah Yogyakarta.  Museum yang terletak di Dusun Kedaton, Pleret, Bantul ini menyimpan koleksi arkeologi yang berasal dari abad ke XVII Masehi. Koleksi Museum Pleret membantu anda untuk menjelajahi kembali masa kejayaan keraton Mataram Islam di wilayah Kerto dan Pleret. Selain itu anda juga dapat menikmati koleksi-koleksi peninggalan purbakala yang ditemukan di wilayah Bantul dan sekitarnya.
Museum Sejarah Purbakala Pleret yang mulai terbuka untuk umum pada tahun 2014 ini terletak di pedesaan dengan udara yang sejuk, cocok bagi anda yang penat dengan aktifitas kota. Tak jauh dari museum, anda juga dapat mengunjungi situs-situs yang tak kalah menarik untuk di jelajahi antara lain situs bekas kraton Kerto yang jaraknya kurang lebih 1 kilometer sebelah barat museum. Selain itu, di sebelah utara museum terdapat pula situs masjid Agung Kauman Pleret yang merupakan saksi bisu keberadaan masyarakat Mataram Islam di daerah ini. Anda tertarik? Ayo berkunjung ke museum Sejarah Purbakala Pleret, museum ini buka setiap hari dari hari Sabtu-Kamis pukul 08.00-16.00 WIB dan Jum’at pukul 08.00-14.30 WIB. Dengan tiket gratis anda dapat bernostalgia dengan kejayaan Mataram Islam di Pleret dan anda akan ditemani oleh para edukator yang ramah dan siap menemani kunjungan anda.