Jumat, 15 April 2016

Ibas Adalah Kita

Mas Ibas, apa kabar ? sehat kan, Mas ? Sudah minum kopi pagi ini? Dengar-dengar Sampeyan pas peringatan hari lahir Partai Demokrat tanggal 9 September 2015 kemarin bilang bawasannya banyak khalayak yang rindu dengan kepemimpinan bapak sampeyan ya ? Pak SBY itu. Kurang lebih begini ya mas bunyinya  "Banyak yang rindu dan bilang, 'I want SBY back',"
Saya juga maklum mas. Di tengah krisis global kayak gini yang bikin kondisi ekonomi carut marut emang bikin pikiran kita jauh terbang melayang memasuki masa lalu untuk mencari sesuatu yang indah di waktu lampau. Mungkin romatisme yang paling “ngena” bagi Sampeyan dan orang-orang itu ya pas bapak Sampeyan menjabat presiden. Memang romantisme masa lalu itu bikin kita susah Move On kok mas . Sumpah, memang susah. Susah banget malah.
Hal itu sama kayak kita. Kita-kita yang sudah diwisuda dari bangku pacaran untuk didaulat atawa meyandang gelar sebagai mantan. Sebagai mantan, apalagi yang putus karena terpaksa. Putus dengan berbagai alasan, seperti di tinggal kuliah keluar negeri, ditikung teman sepermainan, hingga diputus dengan alasan klise “mau fokus sekolah” itu bikin hati kita miris. Apalagi si pacar dulu sudah layak kita predikati pacar ideal. Alamak, putus akan berasa seperti kiamat sugra. Dan setelah itu mendapati si Doi sudah jalan dengan pacar yang baru itu seperti kiamat kubra.
Dan oleh sebab itu perkara “move on” menjadi sebuah perkara yang sangat sulit. Serius mas. Bagi kita yang pernah merasakan hal sedemikian ini yang Cuma menginginkan si Doi kembali. Kurang lebih ya sama kayak pernyataan Sampeyan Mas Ibas, “ I want SBY Back”  kalau kita ini yang jomblo-jomblo gegara di tinggal mantan ideal ya pengen memekikan “I want si Doi Back’. Syukur-syukur, Doi back beneran. Melanjutkan mahligai pacaran yang dulu pernah kandas sementara. Tapi ya pasti itu sebuah hal yang susah dan mustahil kalau dia sudah bahagia dengan pria lain.
Maka dari itu kita-kita ini yang sudah bepredikat mantan mulai  belajar “move on”. Romatisme memang manis mas. Apalagi kalau waktu bisa diulang kembali, pasti lagu “Dan” dari Sheila on 7 gak akan seperih itu. Mas Ibas dan orang-oarang yang bilang "Banyak yang rindu dan bilang, 'I want SBY back',"  juga kudu “move on” dari bapak Sampeyan . Pak SBY sudah menjabat sebagai orang nomor satu di negeri yang katanya gemah ripah loh jinawi ini selama dua periode. Tentunya secara Undang-Undang tidak mengijinkan Pak SBY menjadi presiden lagi. Maka dari itu mari kita “move on” bersama-sama mas. Masa lalu ya buat pelajaran saja, betul gak mas ?
Salam mas.


Jumat, 08 April 2016

Plesir ke Parijs Van Java, Menjelajah Masa dari Kini ke Kuno


Siapa yang tidak mengenal kota Bandung ? Pasti kalian semua kenal dengan kota yang dimana menjadi Ibu Kota Provinsi Jawa Barat. Kota yang terkenal dengan dengan Tim sepak bola dan walikotanya. Yah, benar. Persib Bandung dan Ridwan Kamil memang tak bisa dipisahkan dengan Bandung. Persib Bandung merupakan tim sepak bola nasional yang begitu populer seantero Indonesia, ketika Persib bertanding di kandang, niscaya kota Bandung menjadi lautan yang membiru. Untuk Ridwan Kamil sendiri siapa yang tidak mengenalnya ? walikota yang membuat Bandung kian berwarna dengan taman-tamannya. Dari Taman Super Hero hingga Taman Lansia, semua ada. Saya rasa Bandung menjadi kota yang memiliki ruang berinteraksi sosial yang mumpuni.
Eh,  tapi Bandung tidak hanya tentang Persib Bandung ataupun Kang Emil,sapaan akrab Riwan Kamil. Beberapa hari yang lalu Saya jalan-jalan plesir ke Bandung. Destinasi pertama adalah Museum Geologi. Jika kalian berkunjung ke museum ini, buang jauh-jauh prasangka bahwa museum itu kuno, usang, jadul, dan apalah-apalah itu. Engga percaya ? coba aja deh. Dengan tiket yang hanya tiga ribu rupiah, kita bisa menikmati berbagai macam koleksi bebatuan bumi yang begitu menarik untuk dijelajahi. Museum dengan bangunan megah nan gagah yang sudah berusia ratusan tahun ini begitu interaktif dan menarik. Permainan-permainan semacam dance floor dan simulator gempa akan memberikan pengalaman tersendiri ketika Kita mengunjungi. Jadi, buang-buang jauh kesan kuno yang selama ini menempel pada citra museum.
Destinasi selanjutnya adalah Museum Pos Indonesia. Museum ini tidak terlalu jauh dari Mueseum Geologi, jadi buat para backpacker dan yang suka jalan kaki bisa ditempuh dengan syahdu. Penasaran dengan isinya ? hmm. Museum Pos Indonesia ini menyimpan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan surat menyurat. Ketika Kita masuk kita disuguhi dengan koleksi perangko yang begitu banyak. Bagi anak muda yang lahr di era SMS, kalian bisa mengenang jaman surat menyurat yang kiranya asing bagi kalian. So, museum ini seakan menjadi mesin waktu alat komunkasi jaman dahulu kala.
Setelah asyik belajar di museum, perjalanan saya lanjutkan ke Tangkuban Parahu yang begitu terkenal dengan legenda Sangkuriang. Sangkuriang dalam kisahnya menendang sebuah prahu hingga terbalik menjadi sebuah gunung. Menarik bukan ? Ketika berkunjung ke obyek wisata ini kalian harus membawa jaket dan masker lho. Soalnya suhu di Tangkuban Prahu super dingin dan bau belerang yang menyengat. Di obyek wisata ini kita bisa melihat anggunnya kawah Tangkuban Parahu.
Setelah asyik menikmati  Tangkuban Prahu, perjalanan bisa dilanjutkan menuju Farm House yang begitu terkenal itu. Denga tiket masuk seharga dua puluh ribu rupiah kita bisa menikmati suasana ala Swiss di Bandung. Tentunya kita juga bisa berselfie ria di  spot yang terkenal tentunya ya “rumah Hobit”. Eh ada yang lupa, tiket Farmhouse tersebut bisa ditukarkan dengan segelas susu ataupun sosis. Hmm, asyik sekali dan murah lagi.
Cape jalan-jalan,sorenya Saya berkunjung ke jalan riau yang terkenal dengan Factory Outlet. Yup, betul. Rasa-rasanya belum ke Bandung kalau belum belanja baju-baju karya anak negeri yang benar-benar kualitasnya tak kalah menarik dengan luar negeri. Warung Misbar menjadi destinasi terakhir sebelum pulang kembali ke Yogyakarta. Misbar ini di desain menarik. Warung ini mirip banget dengan bioskop kalau sekilas di pandang dari luar. Ketika masuk, memang benar menarik ! Kapan lagi kita bisa makan makanan khas sunda sembari menonton film jadulnya, Dono Kasino Indro. Hehehe.
Jadi tak salah bila ada pepatah bahwa Bumi Pasundan diciptakan ketika Tuhan sedang tersenyum.

Salam. 

Soto Dwi Windu, di Sabtu Pagi


Jumat malam, gawai saya bergetar.  Ternyata ada pesan melalui aplikasi Telegram saya. Pesan itu dari pacar saya, dia mengajak saya untuk berkunjung ke kebun buah naga di pantai Pandansari Bantul. Tanpa pikir panjang plus sebagai lelaki yang takut pacar saya menyanggupinya, Tentunya jika pacar saya mendapatkan jawaban yang tidak ia inginkan akan terjadi “Civil Wars” yang maha dahsyat. Dengan hasil kekalahan telak dipihak saya. Lha Wong saya, bagian dari komunitas “laki-laki takut pacar” Capter Jogja. Sontak langsung saya jawab singkat padat jelas, “Iya sayang, Siap.” Dengan emoticon cium.
Sabtu pagi saya jemput dia, sekiranya pukul 06.00 WIb. Kami berangkat lebih pagi dengan harapan udara pantai dipagi hari tidak terlalu menyengat kulit. Kami pun memacu sepeda motor melintasi aspal jalan Bantul yang masih begitu lengang, belum penuh dengan kendaraan. Dalam perjalanan, setelah melewati perempatan Masjid Agung Bantul, karena kami belum sarapan saya belokan sepeda motor menuju lapangan Dwi Windu bantul untuk sarapan soto. Karena bagi kami sarapan itu bagian hal terpenting untuk menjaga mood pacar saya yang galak itu.
Soto Dwi Windu saya menyebutnya. Ya karena letaknya di area lapangan kebanggaan masyarakat Bantul. Bukan karena warungya telah berusia 16 tahun, apalagi karena menghidangkan satu mangkuk soto butuh waktu dua windu, hehehe. Warung ini berdiri dengan tenda deklit, bukan sebuah warung dengan bangunan yang permanen. Gerobaknya pun menggunakan roda yang bisa didorong. Pagi itu, warung lumayan sepi.  Hanya ada  dua orang bapak-bapak pembeli yang sedang bercakap ria disebelah meja kami. Mereka kelihatannya sudah selesai makan, hal itu terlihat dari mangkuk dan gelas es yang sudah kosong.

Saya memesan dua porsi soto ayam dan wedang jeruk hangat. Dalam benak saya soto ayam dan wedang jeruk hangat menjadi per[aduan yang sempurna di pagi yang cukup dingin kala itu. Tak berapa lama pesanan kami datang. Saya adalah penikmat soto dengan perasan jeruk nipis yang cukup banyak dan nir kecap. Perasan Jeruk nipis tersebut memberikan rasa segar pada kuah soto yang berminyak. Tentunya tak lupa menambah dua tahu susur. Maklum seporsi soto belum mampu mengenyangkan perut. Perbandingannya mirip seperti teori membuat Indomie goreng, satu bungkus kurang, dua bungkus kelebihan. Maka dengan mengambil alternatif dua tahu susur adalah win - win solution.
Berbeda dengan pacar saya, Dia adalah makhluk penganut soto dengan kecap yang begitu kental. Saya pernah mencicipi kuah sotonya, rasa terlalu manis. Tapi saya berpikiran positif, mungkin itu yang membuatnya tampil menjadi seorang gadis manis yang mampu memikat saya selama 5 tahun terakhir.
****
Soto Dwi Windu ini bagi saya enak dan pas di lidah maupun dikantong. Enak dan pas di lidah karena penjualnya menghadirkan sajian soto dengan kuah yang tak begitu kental. Enak dan pas di lidah yang kedua dikarenakan tempat ini menyimpan romatisme masa lalu. Kala SMA sekiranya 7  tahun yang lalu hingga lulus kuliah, tempat ini rutin saya kunjungi setiap Minggu Kliwon selepas berburu unggas di Pasar Bantul. Setelah lulus kuliah dan memiliki kesibukan lain, saya menjadi jarang mengunjungi warung ini, seingat saya terakhir satu tahun yang lalu.
 Memang benar sebuah kenikmatan bukan hanya tergantung pada rasa, tapi melainkan sebuah kenangan masa lalu yang begitu indah. Bagi saya itu termasuk sebuah kenikmatan rasa yang hakiki. Warung soto Dwi Windu ibarat gardu penjaga kenangan pribadi saya. Tak berlebihan. Walaupun daging ayamnya daging ayam potong biasa.
Murah bagi saya, ya memang murah. Dengan menu dua mangkuk soto ayam, dua wedang jeruk anget, dan dua tahu susur. Saya hanya perlu merogoh kocek sebesar Rp. 15.000,- . Murah, kan ? Kalau tak percaya silakan mencoba warung ini.
Tak terasa semangkuk soto ayam dihadapan saya telah paripurna, pun dengan segelas wedang jeruk hangat. Saya meilirik sebelah kanan, pacar juga sudah menyelesaiakn santapannya. Tiba saatnya waktu untuk membayar seluruh makanan. Dan kami saling memadang, sekiranya menunggu siapa yang pertama mendatangi penjual untuk membayar. Saya menahan langkah, dengan tujuan biar pacar saya yang membayar. Maklum nanti saya pasti yang mengisi bensin. Akhirnya setelah beberapa detik saling diam dia yang berinisiatif membayar dengan terpaksa. Hingga akhirnya dalam perjalanan menuju pantai pecahlah pertengkaran dijalan akibat siapa yang harus membayar soto tadi. Wassalam.