Rabu, 09 Februari 2011

Keraton Yogyakarta dan Seni Bangunannya

A. LATAR BELAKANG Keraton Yogyakarta merupakan sebuah kompleks bangunan yang terdiri dari beberapa macam bnagunan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono. Keraton Yogyakrta juga merupakan bekas pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta sebelum entitas Indonesia diproklamirkan. Dalam konsep kosmologis , Keraton merupakan pusat yang cerminkan atau direflkesikan sebagai pusat mikrokosmos (jambudwipa). Dalam hal ini berarti keraton sebagai pusat replika tata surya, yamg menempatkan keraton sebagai pusat segalanya. Pencerminan ini merefleksikan jagad raya sebagai makrokosmos. Jika raja – raja Jawa tidak bersengketa mungkin tidak akan hadir entitas Kasultanan Yogyakarta, tetapi yang ada hanyalah Kerajaan Mataram Islam. Latar belakang hadirnya keraton Yogyakarta didasarkan pada isi dari perjanjian Giyanti atau sering juga disebut Palihan Nagari yang dilakukan di desa Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755 yang berarti dalam penaggalan Jawa adalah 29 rabiulakhir 1680. Efek yang ditimbulkan dari hasil perjanjian Giyanti tesebut membuat Mataram terbagi menjadi Dua kerajaan besar yaitu Kasunanan Surakarta Adiningrat dan Kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Tenyata setelah perjanjian Giyanti permasalahan mengenai konflik intern kertaon belum usai. Raden Mas Said yang kurang terima dengan isi perjanjian Giyanti meminta jatah kekuasaan kepada pemerintahan Belanda. Raden Mas Said melakukan perundingan dengan Belanda pada tahun 1756. Pada perundingan tersebut Raden Mas Said meminta sepertiga wilayah kekuasaan dari kerajaan Mataram. Namun akhirnya Raden Mas Said harus puasdengan hasil perjanjian Salatiga pada tahun 1757, bahwa ia hanya meneriam sebagian kecil wilayah dari Kasunanan Surakarta Adiningrat dan memeproleh gelar Adipati Mangkunegara. Selanjutnya Kasultanan Yogyakarta pun tak lepas dari gonjang-ganjing perpecahan dari intern kerajaan ini. Kasultanan Yogyakrta Adiningrat juga mengalami perpecahan ketika Pulau Jawa berada di bawah pengaruh Inggris. Sehingga pada tahun 1812 sebagian dari wilayah Kasultanan Yogyakarta Adiningrat harus dilimpahkan kepada pangeran Notokusuma. Pada masa ini Pangeran Natakusuma bergelar Adipati Paku Alam. Dengan lahirnya empat Keraon atau entitas politik tersendiri ini berakibat lahirnya empat keraton yang berbeda walaupun alam pengkonsepannya hampir sama. Seiring berjalannya waktu perubahan- perubahan yang merupakan tekanan dari luar pun mau tidak mau terjadi dan harus dihadapi. Hali ini terjadi di kota Yogyakrta maupun Solo, guna menampung kebutuhan. Fenomena ini memberikan imbas secara langsung maupun tidak langsung terhadap arsitektur keraton yang dituntut beradaptasi dengan kondisi zaman. Arsitektur keraton tidak dapat dilepaskan dari bagunan yang berada disekitar keraton tersebut, karena tidak ada satupun bangunan di keraton yang dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan. Keraton Kasultanan Yogyakarta pada awalnya merupakan Pesanggrahan Gerjitawati yang didirikan pada masa pemerintahan Susuhunan Paku Buwono II. Pembuatan keraton Yogyakarta sendiri selesai pada tahun 1682 (Jawa) yang ditandai dengan sengkalan Dwi Naga Rasa Tunggal. B. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan atas uraian yang tertuang pada latar belakang sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi dasar pondasi dalam penulisan ini adalah mengingat bangunan kertaon sebelum masa kemerdekaan merupakan suatu tempat atau kompleks bangunan pusat pemerintahan sebuah entitas politik. Selain sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kasultanan Yogyakarta Adiningrat merupakan pusat perkembangan kebudayaan. Bentuk arsitektur Keraton Yogyakrta oleh masyarakat sekitar diadaptasi mebentuk rumah yang mimpir dengan konstruksi keraton Yogyakarta. Dari hal ini muncul pertanyaan pokok yang berisi tentang bagaimana Arsitektur pembentukan kompleks keraton Yogyakarta secara luas? C. PEMBAHASAN Keraton Yogyakarta merupakan suatu tatanan kompleks bangunan pusat kasultanan dan istana Sri Sultan Hamengkubuwono yang terletak di pusat ibukota. Pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakarta Adiningrat di kelilingi benteng yang besar dan kokoh, kemudian memiliki parit yang berada diluar benteng. Parit tersebut memilki fungsi sebagai media penghalau serangan lawan yang ingin masuk lingkungan keraton. Kemudian Kasultananan Yogyakarta Adiningrat juga memilki dua alun-alun. Kedua alun-alun tersebut adalaha alaun-alun besar ataua alun-alun utara yang terletak di sebelah utara keraton, sedangkan alun-alun kecil berada disebelah selatan keraton Yogyakarta. Sealin memiliki alun-alun keraton Yogyakarta juaga memilki masjid Gede Kauman yang merupakan bangunan (identik) islam, kemudian keraton juga memilki Tamansari yang merupakan tempata rekreasi keluaraga Sri Sultan Hamengkubuwono. Sedangkan didalam keraton terdapat tujuh buah bangunan yang terletak pada tujuh buah halaman. Tujuh buah halaman tersebut di susun berderet dari utara ke selatan. Untuk lebih rinci mengenai benteng, parit, alun-alun, masjid Gede Kauman, dan Tamansari akan dijelasakan dalam paparan berikut ini : 1. Benteng Benteng merupakan tembok pelindung yang mengelilingi pusat kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Benteng ini mengelilingi pusat pemerintahan, benteng tersebut bernama benteng Baluwarti. Benteng Baluwarti ini di dirikan pada tahun 1782 Masehi. Keadaan bangunan pada saat ini sudah tidak lengkap, karena banyak fitur bangunan yang sudah rusak dan hilang. Bekas bangunan yang tersisa adalah dinding di bagian selatan, bagian sudut tenggara yang lebih popular dengan sebutan pojok benteng wetan bagi masyarakat Yogyakarta. Kemudian plengkung yang terletak di sisi utara sebanyak dua buah, kemudian di sisi selatan terdapat satu buah plengkung yang terkenal dengan nama Plengkung Gading. Di sisi sebelah barat daya masi membentang sisa benteng yang sering disebut sebagai pojok benteng kulon. Sedangkan disebelah barat laut masih terdapat sisa juga. Benteng pertahanan ini berbentuk segi empat dan dibagian sudut terdapat tempat ata pos pengintai musuh yang sering disebut Tulak Tala. 2. Parit Keliling Parit keliling terletak disebelah luar benteng Yng mengitari Kasultanan Yogyakarta Adiningrat. Parit keliling ini berdenah segi empat seperti denah dari benteng Baluwarti. Adapun panjang pait ini sama dengan panjang benteng Baluwarti yaitu tiap sisinya kurang lebih satu kilometer. Namun sekarang sudah tiadak ada parit keliling tesebut karena telah berubah menjadi arena pertokoan dan tempat tinggal penduduk. Ini membuktikan bahwa tuntutan adapatasi zaman mampu menggeser arsitektur keraton dalam hal ini parit keliling. 3. Alun – Alun Alun-alun merupakan tanah lapang yang terletak di depan dan di belakang keraton Yogyakrta. Alun-alun yang berada didepang keraton Yogyakarta sering disebut alun-alun lor (utara). Alun-alun lor memiliki dua buah pohon beringin sebagi symbol kekuasaan raja. Kedua pohon beringin yang berada di alun-alun lor ini memilki nama Kyai Dewa daru dan Kyai Jaya Daru. Kedua pohon beringin yang berada di alun-alun lor iniberpagar keliling sehingga sering disebut Waringin Kurung. Alun-alun lot ini berfungsi sebagi tempatlatihan prajurit, mengumpilkan rakyat, dan upacara Skaten. Alun-alun kidul (selatan) berukuran lebih kecil dari Alun-alun lor. Di tengah Alun-alun ini juga terdapat ringin kurung sebanyak 2 buah juga. Di alun-alun kidul ini muncul mitos barangsiapa yang mampu melawti sela-sela dua pohon beringin dengan mata tertutup maka keinginan dan doanya akan terkabul. Selain itu yang merik mengenai alun-alun kidul ini adalah adanya kandang gajah yang berada disebelah barat alun-alun kidul. Fungsi alun-alun kidul ini adalah sebagai tempat latihan baris berbaris dan upacara pemberangkatan jenazah. 4. Masjid Kauman Di sebelah barat Alun-alun utara terdapat Masjig Gede Kauman yang terletak pada sebuah halaman dengan sebuah pintu gerbang di bagian timur masjid. Masjig Kauman di bangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahaun 1773. Bentuk bangunan masjid Kauman disebut dengan Tajug Ceblokan yaitu banguna dengan atap yang berbentuk Tajug dengan disangga oleh beberapa tiang yang langsung berdiri diatas lantai bangunan tanpa umpak. 5. Tamansari Tamansari adalah sebuah kompleks yang berisi bangunan, kolam, kebun, dan taman. Kompleks Tamansari terletak disebelah barat keraton Yogyakarta. Tamansari didirikan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1765. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat rekreasi keluarga raja. Peninggalan yang terdapat didalam kompleks tamansari antara lain berupa gapura, gedung, kolam segaran, kolam kecil dan Urung-urung. Dalam pembahasan selanjutnya ini akan sedikit diulas mengenai pengaruh dinamika pembangunan pada arsitektur keraton. Walupun sejak dulu keraton telah berpegang teguh dan dapat menerima beberapa pembangunan bangunan asing seperti benteng Vredeburg tetap tidak mampu mengubah paoan pakem dalam pembangunan keraton. Hal ini menunjukan keluwesan keraton dalam menerima pengaruh dari luar tanpa mengubah pakem yang ada. D. KESIMPULAN Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan Kasultanan Yogyakrta memilki Arsitektur yang sangat tertata rapi. Hal itu terbukti dengan adanya bangunan kompleks yang saling ber kesinambungan satu dengan yang lainnya. Hadirnya Benteng Baluwarti, parit keliling, Alun-alun, Masjid Kauman, Tamansari menujukan konstruksi yang rapi. Namun seiring dengan perkembangan pembangunan yang menuntut adanya ruang lebih untuk tempat tinggal dan aktinitas lainnya, beberapa kompleks yang dahulu merupakan bagian dari keastuan keraton beralih fungsi menjadi tenpat tinggal masyarakat dan ruang aktiniyas publik. Hal ini terbukti dengan hilangnya parit keliling yang dahulu menjadi media halangan bagi lawan untuk masuk pusat pemerintahan kini telah beralih menjadi tempat tinggal penduduk dan pertokoan. Dinamika perubaha arsitektur keratonon ini tetap tidak menghilangkan patokan pakem yang telah digunakan oleh keraton Yogyakarta. Hal ini membuktikan kemampuan keraton dalam menerima adapatasi dari tuntutan jiwa zaman. Keraton mampu untuk tetap eksis hingga abad keduapuluhsatu ini merupakan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan dari zaman ke zaman. Keraton juga mampu mepertahankan jiwa dari masa ke masa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar