Oleh
: Ganang Nur Restu (mahasiswa ilmu sejarah UGM dan penikmat sepakbola asal
Bantul)
Sepak bola wanita memang belum
begitu popular di kalangan masyarakat Indonesia. Permainan sepak bola umumnya dimainkan oleh
para kaum lelaki.Padahal jika ditilik dari aspek historis, kemunculan sepak
bola wanita telah lama di muka bumi.
Awalnya sepak bola wanita muncul di Asia timur tepatnya Cina pada masa dinasti
Donghan, tak berjarak lama kemudian pamornya meredup. Di Benua biru pun sepak
bola mengalami dinamika yang serupa .
Pamornya juga naik turun. Tercatat kekauatan hebat di dalam konteks ini adalah
Inggris dan Jerman
Perjalanan sepak bola putri yang
melawti jalur terjal dan berliku itu akhirnya sampai pada persinggahan yang
sangat monumental. Lewat Piala Dunia Sepak bola Wanita pertama. Hajatan
monumental tersebut digelar 13 tahun silam, tepatnya 1991. Kala itu menasbihkan
Amerika Serikat sebagai yang terhebat di muka bumi.
Setelah sukses lewat Piala Dunia,
sepak bola wanita mencoba merabah ajang elit lainnya. Pada tahun 1996 sepak
bola wanita resmi dipertandingkan dalam ajang Olimpiade. Mulai saat itu
Olimpiade rutin mencantumkan sepak bola wanita sebagai salah satu cabangnya.
Selain catatan – catatan tentang kesuksesan, sepak bola wanita juga mengalami
masalah klasik yaitu diskriminasi gender. Kemudian selain itu juga muncul
ktroversi ketika FIFA mendiskualifikasi tim Iran karena menggunakan jilbab.
FIFA beralasan bahwa jilbab tak sesuai regulasi. Hal tersebut memancing protes
keras dan akhirnya jilbab diperkenankan untuk digunakan. Lampu hijau !
Lalu bagaimana dengan sepak bola
wanita di Indonesia? Ya memang dalam perkembangannya sepak bola wanita jauh
dari hingar binger pemberitaan media. Walaupun di beberapa daerah perkumpulan
sepak bola wanita telah terbentuk. Sistem kompetisinya pun belum jelas dan
terlaksana secara regular. Mungkin ini merupakan dampak dari stereotype bahwa
sepakbola merupakan olah raga kaum laki-laki dan maskulin. Wanita masih di jadikan
nomor 2 dalam hal ini. Lagi-lagi diskriminasi gender.
Tapi tidak kah semangat emansipasi
wanita telah di gelorakan oleh Kartini. Seorang wanita Jepara. Kartini yang
dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 ini memiliki pandangan visioner, cara
pandang yang melewati jamannya. Kala itu dia hanya mengenyam pendidikanm
tingkat dasar. Ketika lulus, dia tidak boleh melanjutkan pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi oleh ayahnya. Kemudian dia dinikahkan dengan Raden Adipati
Jayadiningrat seorang bupati Rembang. Pada akhirnya, ketika usianya menginjak
25 tahun, kartini meninggal setelah
melahirkan anak pertamanya.
Kartini semasa hidupnya gigih memperjuangkan kesetaraan
gender dan emansipasi wanita. Sosok yang terkenal karena surat-suratnya
kepada Abendanon yang akhirnya menjsdi
buku “Habis Gelap terbitlah Terang” ini memperjuangkan pendidikan bagi kaumnya.
Semangat kartini patut diapresiasi dan
tetap diperjungkan pada masa sekarang. Termasuk dalam hal sepak bola wanita.
Semoga kelak Indonesia memiliki kartini-kartini sepak bola yang mengharumkan
nama bangsa.