5 Tahun yang lalu tepatnya, Rabu 2 April 2008 Sepakbola
Indonesia berduka. Pada pukul 04.30 WIB
di Rumah Sakit Pluit, Jakarta Utara, pria yang telah menyerahkan separuh dari
usianya untuk sepakbola Indonesia meninggal. Ya, beliau adalah Endang Witarsah.
Seorang dokter gigi yang telah memilih jalan hidupnya kepada sepakbola.
Endang Witarsah dilahirkan dengan
nama Liem Soen Joe di Jawa Tengah, tepatnya Kebumen pada tanggal 12 Oktober
1916. Sedari kecil beliau memang
terkenal sebagai penggila olahraga Balbalan
. Dalam buku yang berjudul “Dokter Bola Indonesia” karya Isyanto diebutkan
bahwa Endang Witarsah kecil pernah melakukan hal gila dengan bersepeda dari
Kebumen hingga Semarang hanya untuk menyaksikan pertandingan klub Union
Semarang melawan sebuah klub dari Cina. Luar biasa bukan?
Ketika masa mudanya Endang Witarsah
bermanin bola untuk klub warga Belanda yang bernama HBS Surabaya. Hal itu
membuat beliau dimsushi oleh teman-teman Tionghoanya bahkan sempat dicap
sebagai Penghianat. Namun cap tesebut sirna ketika beliau menolak untuk
bergabung dengan tim Hindia Belanda ketika Piala Dunia 1938. Istimewa bukan? Tawaran bermain di turnamen
paling akbar sejagat raya itu ia tolak.
Mulai sejak itu Endang Witarsah
mulai fokus bermain sepak bola dan bermain untuk klub UMS pada periode 1950an.
Setelah tidak aktif bermain, selanjutnya beliau menjadi asisten pelatih UMS.
Kala itu UMS dilatih oleh Karel Fatter yang berasal dari Hungaria. Jabatan
pelatih pun segera diemban beliau ketika Fatter balik kenegerinya. Di tangan
Endang Witarsah UMS dengan formasi 4-2-4 yang kala itu sangat revolusioner, di
bawa menjuarai kompetisi Persija 1959-1960. Mulai saat itu karir kepelatihannya
mulai meroket.
Di mulai dengan membawa Persija
menjuarai kompetisi PSSI pada tahun 1964. Kemudian membawa timnas Indonesia
menjuarai Piala Raja di Bnagkok (1968). Selanjutnya Piala Merdeka Kuala Lumpur
pada tahun 170, kemudian menjuarai Piala Anniversarry di negeri sendiri pada
tahun 1972 dan yang terakhir beliau membawa timnas merah putih menjuarai Pesta
Sukan di Singapura pada tahun yang sama.
Kegagalan di kualifikasi Piala Dunia
1973 membuat Endang Witarsah mengundurkan diri dari Timnas, kemudian beliau
balik melatih UMS sebelum menahkodai Warna Agung dalam kompetisi Galatama. Pria
yang memperoleh penghargaan dari Tabloid Bola pada tahun 2006 ini telah banyak
menghadirkan bintang-bintang sepak bola di Indonesia. Tercatat nama-nama tenar
sekelas Gusnul Yakin, Widodo Cahyono Putro, dan Risdianto pernah dilatihnya
ketika masih aktif bermain.
Ya, kini memang beliau telah tiada.
Namun tidak ada salahnya kita belajar kesetiaan beliau terhadap sepak bola,
kecintaan yang tulus terhadap sepak bola, dan
yang terakhir mengutip kata-kata beliau “ Mending sekarang, saya kere,
melarat tapi saya hidup bahagia”. Kata-kata tersebut mampu mewakili identitas
seorang Endang Witarsah yang patut dijadikan suri tauladan oleh petinggi PSSI
dan pecinta sepak bola Indonesia bahwa uang tidak bisa mengalahkan sepakbola.
Ganang
Nur Restu, akun twitter @ganang29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar