Rabu, 09 Februari 2011

ksatria berkuda dari selatan ( Sejarah Paguyuban Jathilan Kudho Mataram)

BAB I A.LATAR BELAKANG Tulisan – tulisan tentang kesenian di Indonesia telah banyak ditulis akhir-akhir ini. Khusunya di daerah Jawa telah muncul atau hadir banyak tulisan tentang kesenian. Kesenian merupakan salah satu aspek dari kebudayaan selain kesusasteraan. Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan sebuah propinsi yang memiliki kebudayaan adiluhung. Kebudayaan tersebut berupa tarian tradisional, karawitan, ketoprak, wayang, dan masih banyak yang lainnya. Kesenian awalnya tumbuh di dalam tembok istana keraton. Seiring berjalannya waktu kesenian keraton mulai berkembang di luar tembok keraton. Hal ini merupakan pernyataan yang sesuai dengan statment : ’’ satu hal yang perlu diperhatikan apabila sebelum kemerdekaan, istana-istana merupakan sentra perkembangan seni pertunjukan, sejak saat itu boleh dikatakan seni pertunjukan istana kehilangan pelindung. Memang sejak masa pergerakan nasional telah terjadi upaya untuk mengeluarkan deni istana dari tembok istana agar bisa dinikmati oelh seluruh lapisan masyarakat. Dalam pengklasifikasiannya seni jawa terbagi menjadi empat yaitu gaya Yogyakarta, gaya Surakarta, gaya Banyumas, gaya Jawa Timuran. Dalam tulisan ini secara khusus mengupas tentang perkembangan seni tradisional di Dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta. Masyarakat dusun ini sebagian besar menggantungakn roda kehidupannya dari pertanian. Selain bertani warga masyarakat dusun ini juga berternak. Di lingkungan dusun Monggang ini, berkembang kesenian tradisional yang berwujud ”kuda lumping”. Masyarakat Monggang lebih familiar dengan sebutan ”jathilan”. Kelompok kesenian ini bernama ”Paguyuban Jathilan Kudho Mataram”. Istilah paguyuban identik dengan ikatan rasa kekeluargaan yang sangat erat dan kuat. Hal ini yang membedakan atau memberi keunikan tersendiri terhadap pencitraan masyarakat sekitarnya. Rasa gotong royong yang masih kentak merupakan hakekat nyata daro Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Perjalanan dan dinamika yang terjadi dalam Paguyuban Jathilan Kudho Mataram mampu selaras dengan rutinitas pekerjaan warga dusun ini. Sekup temporal dari generasi pertama yang lahir pada masa kolonial akhir hingga generasi keenam yang hadir pada era demokrasi ini. Menunjukan bahwa kesenian ini mampu untuk eksis walaupun mendapat terpaan angin zaman. Tinjauan historis mengenai mampu bertahannya kesenian ini dari masa kolonial akhir hingga era demokrasi ini merupakan sebuah fenomena yang khas. Kehidupan masyarakat dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul Yogyakarta yang mampu melakukan regenerasi pada para personil jathilan ini sangat menarik untuk dikaji. Terlebih lagi dengan ditopang semangat gotong royong dalam berbagai aspek ini menunjukan ikatan yang kuat terhadap kehidupan warganya. Semangat gotong royong yang identik dengan kultur Jawa berpengaruh dalam perkembangan kesenian jathilan ini. Awalnya kesenian jathilan ini hanya diperankan dalam lingkup intern dusun Monggang. Seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman, Jathilan Kudho Mataram menerapakan sistem penanggapan yang terbuka untuk warga luar dusun Monggang. Konsekuensinya yaitu memberikan ”uang lelah” untuk paguyuban ini. Perkembangan Paguyuban Jathilan Kudho Mataram ini menarik untuk dikaji lebih jauh. Apalagi Kajian tentang kesenian masih dirasakan kurang mendapat perhatian dan menarik minat para sejarawan. Padahal sejarah kesenian merupakan hal yang penting dalam pembangunan bangsa. Dari sinilah penulis akan mengangkat sebuah penenlitian yang berjudul : ” SATRIA BERKUDA DARI BUMI MATARAM : PAGUYUBAN JATHILAN KUDHO MATARAM (1957 – 2010) ” . Walaupun telah ada tulisan tentang kesenian dalam hal seni selain jathilan, namun masih dirasakan sedikit sekali penelitian tentang jathilan. Belum ada tulisan yang secara detail mengupas tentang sejarah kelompok jathilan. B. PERMASALAHAN DAN RUANG LINGKUP Berdasarkan latar belakang yang telah terurai diatas, pokok permasalahan yang menjadi pondasi dasar pemilihan judul yang bertema sejarah kesenian ini adalah Bagaimana perkembangan Paguyuban Jathilan Kudho Mataram di dusun Monggang?. Dari pokok permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pokok pertanyaan penelitian, diantaranya, hal-hal apa saja yang menopang eksisnya Paguyuban Jathilan Kudho Mataram dari generasi pertama hingga generasi keenam? Bagaimana perjalanan paguyuban ini dari masa ke masa? . Agar inti masalah dalam penelitian ini tetap fokus pada uraian masalahnya dan tidak melebar keberbagai aspek. Disini penulis akan melakukan pembatasan dalam melakukan penelitian. Aspek temporal penelitian ini akan dibatasi dalam sekup temporal ( 1957-2010 ). Alasan mengapa dipilihnya tahun 1957 karena pada tahun tersebut merupakan titik awal paguyuban jathilan ini berdiri. Sementara tahun 2010 dipilih sebagai batasan temporal akhir dalam penelitian ini dikarenakan pada tanggal 3 Oktober 2010 merupakan hari lahirnya generasi ketujuh sebagai peraih ”tongkat estafet pelestarian kesenian ini. Batas spasial penelitian ini berkutat pada dusun Monggang kelurahan Pendowoharjo kecamatan Sewon kabupaten Bantul. Di dusun yang sebagian besar penduduknya bertani ini kesenian jathilan tumbuh dan berkembang. Hal ini menjadikan dusun ini unik. Keunikan tesebut membuat dusun ini berbeda dengan dusun sekitarnya. Tulisan-tulisan mengenai sejarah kesenian yang ditemui penulis masih sangat sedikit yang membahas tentang sejrah perkembangan jathilan ” Kudho Mataram” di dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul. Kebanyakan tulisan mengenai kesenian masih bersifat umm dan belum mendetail C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui realitas keseharian perjalanan paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Di dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul dalam lingkup temporal 1957-2010. Di sisi lain untuk mengembangkan pengetahuan tentang sejarah kesenian yang selama ini kurang mendapat tempat menjadi tujuan praktis yang ingin dicapai oleh penulis. D. TINJAUAN PUSTAKA Kajian- kajian atau tulisan yang memilki relevansi dengan tema yang akan diteliti sebetulnya sangat minim sejauh pengetahuan penulis. Buku – buku yamg banyak ditemukan oleh penulis sebagian besar memiliki fokus terhadap kesenian secara umum, bukan memfokuskan pada tema jathilan. Kajian yang memiliki relevansi dengan tema yang digarap adalah Jaranan the horse dance and Trance in East Java. Buku tulisan dari Victoria M. Clara van Groenendael ini diterbitkan di Leiden oleh KITLV Press. Buku ini lebih fokus mengkaji tentang kesenian jathilan di daerah jawa timur secara antropologis. Dalam buku ini lebih banyak membahas moment trance atau dalam istilah jawa disebut ndadi. E. METODE DAN SUMBER Penelitian ini merupakan penelitian yang akan dikembangkan dalam bentuk tulisan diskripsi naratif. Untuk mennyinkronkan dengan tema yang diteliti, maka penulis memfokuskan pada keseharian perjalanan paguyuban jathilan Kudho Mataram. Sebagai sebuah tulisan sejarah maka dalam melakukan penelitian menggunakan metode sejarah . Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut : a. Heuristik yaitu sebuah kerja mengumpulkan data yang relevan dengan tulisan dengan metode seleksi data sumber yang telah ditemukan. b. Melakukan kritik sumber guna menjamin keabsahan data. Kritik sumber sendiri ada 2 jenis. Yang pertama adalah kritik intern yaitu kritik yang dilakukan terhadap isi sumber, selanjutnya yang kedua adalah kritik ekstern yaitu kritik terhadap bahan sumber tersebut. c. Setelah melakukan kritik yang ketiga adalah Auffasung atau Sintesis yaitu sebuah kerja untuk mengelompokan sumber-sumber yang telah ditemukan dan dikritik. d. Dan yang terakhir melakukan Darselling yaitu penulisan sejarah hal ini merupakn tahap terakhir dari sebuah penelitian. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan arsip, kepustakaan, dan wawancara. Pengumpulan arsip dilakukan dengan mencari arsip arsip menyangkut Paguyuban Jathilan Kudho Mataram disekitar dusun Monggang. Sedangkan kepustakaan dilakukan dengan cara menyari buku-buku yang empunyai kaitan erat dengan kesenian,sejarah, metode penelitian dan penulisan, dan tentang jathilan. Sedangkan wawancara dilakukan kepada para pelaku yang berkecimpung di Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. F. SISTEMATIKA PENULISAN Hasil penelitian ini nantinya akan disajikan dala 3 bagian. Bagian yang pertama adalah pendahuluan yang berisi mengenai alasan penulis mengambil tema tentang Paguyuban Jathilan Kudho Mataram ini, sekaligus menerangkan ide-ide pokok yang akan dipaparkan dalam tulisan ini. Dalam bagian ini juga dapat diketahui sejauh mana penulis memaparkan penelitian tesebut yang ditunjukan pada pembatasan aspek temporal dan spasial. Setelah itu pada bagian kedua akan ditulis tentang pembahasan dan pemaparan tentang kondisi latar belakang sosial yang mempengaruhi perkembangan Paguyuban Kesenian Jathilan Kudho Mataram di Bantul. Tulisan ini akan diakhiri dengan kesimpulan yang memaparkan jawaban atas permasalahan yang didapat pada penelitian ini BAB II A.MASA AWAL PAGUYUBAN JATHILAN KUDHO MATARAM Monggang merupakan daerah atau nama dusun yang terletak di desa Pendowoharjo. Desa Pendowoharjo merupakan salah satu desa yang tergabung dalam satuan kecamatan Sewon. Kecamatan Sewon sendiri berada dalam wilayah kabupaten Bantul. Dusun Monggang sendiri wilayahnya dibatasi beberapa dusun disekitarnya. Di bagian selatan dusun ini langsung berbatasan dengan dusun Bandung suwuk. Kemudian di bagian barat dusun ini berbatasan langsung dengan dusun Diro dan jalan raya Bantul. Sedangkan di sebelah utara dusun Monggang dibatasi oleh dusun Kaliputih dan Karang. Di sebelah timur dusun ini memebentang sungai Winongo yang berstatus sebagai batas alami dengan dusun Bandung Ngaglik dan dusun Tegal. Kondisi dusun Monggang yang secara geografis terletak di pinggiran sungai Winongo mengakibatkan tanah disekitarnya menjadi subur dan mudah dalam hal mengakses air. Letak geografis dusun Monggang yang terletak di pinggir sungai Winongo ini meng akibatkan pertanian di daerah ini menjadi pekerjaan mayoritas yang digeluti warga daerah ini. Dengan tanah pertanian yang luas dan mudah mendapatkan air, tanah daerah ini cenderung sangat cocok untuk ditanami padi. Sealain padi, tebu juga merupakan jenis tanaman yang ditanam di dusun Monggang. Awal berdirinya paguyuban Jathilan Kudho Mataram dikarenakan kesamaan visi para anggotanya untuk melestarikan kesenian rakyat ditengah masyarakat. Selain sebagai alat atau media untuk melestarikan kebudayaan, kesenian jathilan ini merupakan sarana media hiburan masyarakat sekitarnya yang pada tahun 1957 tidak memilki hiburan dikarenakan kondisi pada saat itu belum adanya listrik yang masuk dusun ini. Secara otomatis belum ada radio, televisi dan media hiburan lain yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Monggang yang kesehariannya bekerja disawah. Warga dusun Monggang pada saat itu membutuhkan hiburan yang mampu mengobati penat mereka. Paguyuban Jathilan Kudho Mataram secara resmi didirikan pada tanggal 3 Oktober 1957. Tanggal 3 Oktober selanjutnya diperingati dan disepakati sebagai hari lahirnya Paguyuban kesenian Jathilan Kudho Mataram. Pendiri Kelompok kesenian ini adalah Bondil. Bondil merupakan warga asli dusun Monggang Pendowoharjo Sewon Bantul. Awal kehadiran Jathilan Kudho Mataram ini hanya dalam konsep sederhana dan belum sekompleks pada tahun 2010. Pada awalnya kelompok ini belum memakai nama “Paguyuban Jathilan Kudho Mataram” dan hanya memakai nama Jathilan Monggang. Nama Monggang dipilih karena Jathilan ini lahir dan berkembang di dusun yang bernama Monggang. Bondil sebagai pendiri Jathilan Monggang memeilki peran penting dalam menyediakan peralatan gamelan awala yang digunakan untuk mengiri para penari jathilan. Gamelan tersebut terdiri dari Bendhe, Kendang, Angklung, Gong dan Kecrek. Sebagian perlengkapan awal gamelan ini dbeli dengan merogoh uang pribadi dari Bendil. Karena Bendil pada tahun 1957 merupakan salah satu waraga dusun Monggang yang kaya. Gamelan yang terdiri dari Bendhe, Kendang, Angklung, Gong dan kecrek tersebur di beli secara terpisah. Alat musik Kendang tersebut dibeli di dusun Kweni. Sedangkan Angklung yan berjumlah dua buah dibuat oleh Asemo Gribik. Selaras dengang Kendang, gamelan Bendhe juga dibeli di dusun Kweni. Gamelan Bendhe sendiri terdiri dari empat bagian terpisah dalam satu paket. Bendhe ini adalah pengatur ritme penari dalam Jathilan. Kemudian alat musik yang bernama Gong didapatkan dengan cara membeli dari pengrajin gamelan dusun Kweni. Gong sendiri terdiri dari dua buah alat musik. Selain Gamelan yang berfungsi sebagai pengiring tarian jathilan, perlengkapan lain dalam pementasan pementasan Jathilan Monggang tersebut selayaknya prajurit perang yang gagah dan berani. Untuk perelengkapan yang pertama melekat pada tubuh penari adalah Blangkon. Umumnya Blangkon yang digunakan dalam pentas adalah Blangkon gaya Mataraman. Umumnya Blangkon gaya Mataraman memilki benjolan dibagian belakan Blangkon tersebut. Kemudian perlengkapan Lainnya adalah Rompi yang berjumlah empat pasang. Rompi tersebut berwarna biri dan merah muda. Selain rompi perlengkapan lain yang digunakan adalah Jarik dan selendang yang menyerupai perlengkapan yang dipakai para penari keraton Yogyakarta. Perlengkapan jathilan yang terdiri dari Blangkon, Rompi, Selendang, dan Jarik tersebut dibeli secara swadaya oleh para anggota jathilan ini. Kesenian Jathilan selalu diidentikan dengan kuda kepang.. Dalam pementasan Jathilan idealnya terdapat delapan kuda kepang. Kuda kepang yang diguanakan Jathilan Monggang semua merupakan hasil dari buatan tangan Asemo Gribik. Bahan bambu yang digunakan untuk membuat kuda kepang didapatkan bukan dari membeli melainkan dari kebun bambu yang terdapat disebelah timur dusun Monggang. Kuda kepang yang digunakan biasanya memilki ukuran panjang 100 cm dan lebar maksimal 60 cm. Sedangkan rambut yang digunakan oleh kuda kempang ini berasal dari daun Tanaman Tebu yang dikeringkan dengan cara dijemur. Daun tanaman Tebu yang sudah kering tersebut dicat dengan warna hitam pekat. Untuk membuat telinga kuda mbah Asemo Gribik menggunakan daun Kelapa yang dikeringkan,. Hal ini memberikan efek seakan telinga kuda yang dipakai seperti telinga kuda sesungguhnya pada saat digerakan. Pada masa awal berdirinya kesenian Jathilan Monggang yang kemudian diberi nama Paguyuban Jathilan Kudho Mataram, personil atau para penarinya adalah masyarakat sekitar yang mau bergabung dan berkecimpung dalam ranah kesenian jathilan. Latihan atau dalam istilah bahas Jawa disebut Geladhi pertama kali dilakukan pada tanggal 4 Oktober 1957. Pada latihan pertama tesebut para penari jathilannya antara lain Merdi Utomo, Asemo Gribik, Rejo Pawiro, Suroto, Murdi Utomo, dan Widi Utomo. Sedangkan dua penari Penthul dan Bejer yang merupakan simbolisasi dari guru penggembleng dari para prajurit adalah Wiro dan Muji. Latihan pertama kali dilakukan di daerah lapang yang berada di pelataran rumah Kerto. Latihan tersebut dilaksanakan setelah shalat Ashar. Pemilihan waktu setelah shalat Ashar dikarenakan waktu luang para penari dan pemain alat musik gamelan adalah sore hari. Hal tersebut disebabkan karena pada pagi dan siang hari mayoritas dari anggota kelompok kesenian tesebut bekerja di sawah. Sebagian kecil dari mereka juga bekerja untuk mencari rumput guna member makan ternak, jadi setelah sholat Ashar merupakan solusi yang tebaik untuk latihan. Para anggota yang menjadi wayang pada saat Jathilan ini berdiri merupakan generasi pertama. Disamping para penari yang merupakan element dalam membangun berdirinya kelompok kesenian ini, sosok pemain alat music juga merupakan bagian yang tidak kalah penting. Musik merupakan sebuah pengiring yang sangat penting dalam menjaga ritme Jathilan. Pada awal berdirinyan kelompok kesenian ini para pengiring gamelan adalah Pawiri Muji sebagai pemukul alat musik Kendang, kemudian Kromo sebagai pemukul instrument Bendhe. Selanjutnya pemegang angklung adalah Gembil dan Lantur atau Jontono. Selanjutnya, Jathilan adalah sebuah kesenian rakyat yang identik dengan Trance atau Ndadi. Hal ini merupakan moment yang ditunggu-tunggu oleh para penonton Jathilan selain indahnya tarian mereka dan harmoninya suara gamelan. Ndadi merupakan moment yang sangat ditunggu oleh para penonton yang menyaksikannya. Awalnya para penari harus melakukan ritual khusus seperti puasa selam tiga hari untuk mensucikan diri agar roh ghaib dapat masuk kedalam raga para penari (pemain) jathilan. Dalam sumber - sumber yang ditemukan kurang dijelaskan kapan pentas jathilan ini pertama kali dilakukan oleh kelompok kesenian Jathilan Monggang. Data yang ada menunjukan bahwa pada tanggal 19 Agustus 1958 telah diadakan pementasan yang dilakukan di lapangan dusun Monggang guna memperingati Ulang Tahun Kemerdekaan Indonesia yang ketigabelas tahun. Personil yang mengalami kesurupan pada waktu itu adalah Rejo, Merdi Utomo, Jodinomo, dan Asemo Gribik. Dalam acara ini juga dimeriahkan dengan ditambahnya tarian yang disebut kelompok Lompomg Keli. Lompong keli merupakan pelengkap dari para peneri utama. Para personil atau penari kelompok Lompong Keli antara lain Hartanto, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, jumadiono, Muryono, wibowo, Tomi s. Ngadiman , dan Iswanto. Kelompok Jathilan Monggang ini mengalami kondisi yang matisuri pada awal tahun 1960 hingga akhir tahun 1980an. Hal ini disebabkan munculnya kondisi stabilitas nasional yang sedang sangat labil dikarenakan oleh peristiwa 1965. Keadaan ini membuat lesunya peminat jathilan yang ingin menyewa kelompok Jathilan Monggang untuk pentas acara-acara besar. Disamping itu karena ketakutan para angota kesenian ini untuk melakukan latihan yang disebabkan kondisi Negara yang sedang tidak stabil. Kejadian ini secara psikis membuat warga anggota kelompok kesenian ini enggan mengambil resiko. Pada kondisi ini kesnian Jathilan Monggang terkesan “mati”. Factor-faktor lain yang ikut menyebabkan kesenian Jathilan Monggang ini menjadi seakan “mati” adalah dengan menurunnya peran serta Gembil karena usia yang sudah lanjut dan belum memilki struktur kepengurusan yang jelas. B. LAHIRNYA GENERASI KEDUA Setelah mengalami kevakuman yang cukup lama dikarenakan kondisi politik yang belum stabil pada era “enampuluhan” . Kesenian Jathilan Monggang kemabali di”hidupkan” lagi pada era tahun 1991 menyusul mulai stabilnya kondisi politik di Indonesia. Dengan kembali hidupnya kesenian Jathilan Monggang melalui musyawarah yang dilakukan di rumah kediaman Widi Utomo pada tanggal 25 Juni 1991. Dan kemudian kesenian ini dihidupkan kembali dengan nama Paguyuban Jathilan Kudho Mataram. Dalam masa ini struktur organisasi Kudho mataram mulai terorganisir dengan baik serta memilki kepengurusan yang jelas. Pada masa ini format Jathilan sedikit dirubah tanpa mengurangi nilai keluhuran format jathilan Monggang. Format yang pertama adalah Bergodo Sekartama, pada babak ini menggambarakan atau mengilustrasikan prajurit dari Kerajaan Pajang yang sedang melaksanakan Geladhi Beksa atau tari. Tari ini biasayanya dipertunjukan pada event-event pesta di kerajaan Pajang. Hal ini bertujuan untuk melestarikan kebudayaan Tari. Selanjutnya adalah format baba kedua yang dinamakan Lompong Keli. Pada babak ini mengilustrasikan para prajurit dari kerajaan Jenggala yang sedang melaksanakan Geladhi pera atau olah kanuragan, sebagai wujud kesetiaan dari para prajurit kepada para rajanya . Dalam melaksanakan geladhi para ksatria Jenggala Digambarkan didampingi sosok Bancok dan Doyok. Hal ini dilaksanakan dengan maksud dan tujuan sebagai media penggemblengan bagi para ksatria bilamana suatu saat kedatangan musuh yang ingin mengrongrong kedaulatan kerajaan. Sealain itu pada masa pengurus yang baru ini. Paguyuban Kudho Mataram menambah dua pakaian kera atau dalam bahasa jawanya disebut Kethek sebagai tambahan variasi dan pemanis saat pementasan. Kedua pakaian Kera ini berwarna putih dan biru. Selain itu, organisasi ini terlihat memilki struktur yang jelas seperti dibawah ini : Pelindung : Bapak Sagiman Bapak Surabi Pembina : Bapak M. Nasro Sesepuh : Bapak Rejo Pawiro Bapak Merdi Utomo Ketua : Bapak Widi Utomo Wakil Ketua: Bapak Sardi Wiyono Sekretaris : Bapak Sumedi Bendahara : Jumali Sudibyo Pelatih Tari : Jumadiono Jumali Haryudi Pelatih musik: Margodiharjo Iswanto Penari Bambangan Kudho Mataram : Koko Nurdiyanto, Iawan sugiharto, Oktivan, Semar, Damar Kusworo, Bimo, Indung Haryanto, Danis Setyaji, Slamet, Adven, Restu Penari Bergodo Sekartama : Muryono, Budik, Aris, Agus, Mawan, Windarto, Decky, Firmanto Penari Lompong Keli : Hartanato, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, Jumadiono, Muryono, Wibowo, Tomi s, Ngadiman, Iswanto. Penari Penthul, Bejer, Kethek : Triyono, Hardi Sutopo, Samadi, Jumadi, Daliman, Suparlan. Pada tahun 1992 latihan secara intensif dilakukan oleh para penari Jathilan Kudho Mataram. Latihan pada generasi yang kedua ini dilakukan berbeda dengan generasi yang pertam yaitu dilakukan pada malam hari karena listrik sudah masuk desa. Latihan tersebut biasanya dilakukan seminggu tiga kali yaitu pada hari Senin, Jumat, dan minggu. Latihan juga dilaksanakan setelah Sholat Isya’. Pada Generasi Kedua Ini tempat latihan pindah di area pelataran rumah Bapak Sudibyo yang berada ditengah-tengah dusun Monggang. Hijrahnya tempat latihan tersebut mengakibatkan juga ikut pindahanya “Kandang Jaran” menjadi disamping rumah bapak Sudibyo. Pelatih klempok penari pada masa ini adalah Jumadiono, Jumali, dan Haryudi. Mereka bertiga secara sukarela meluangkan waktunya tanpa meminta imbalan materi . Sedangkan pelatih musik adalah bapak Margodiharjo dan iswanto. Pada masa ini peralatan musik ditambah bonag yang mampu member warna dari pukulan suara gamelan. Peralatan Bonang ini di dapat dari pinjaman bapak Surabi. Disamping itu selain dengan ditambahnya gamelan. Kepengurusan Jathialan Kudho Mataram Juga mengaransement lagu andalan yang menjadi salah satu ciri dari jathilan ini. Berikut ini cuplikan lirik lagunya : Kudho Mataram Ayo konco bebarengan dolanan Ngeplak gendang nabuh bendhe angklunge Kabudayan bangsa kita Jathilan iku aranne Pethul bejher pada mimpin jarane Diatur supaya menang perange Menang kalah padha wae Sing penting seneng atine Iki Jathilane iki jathilane Kudho Mataram Kudho mataram Monggang papane monggang papane Pendowoharjo sewon bantule Wus gembleng tekad wargane Nyengkuyung Pambangunane lan progame bangsane Gotomg royong nyambut gawe Adil makmur tujuane Bantul produktif bantul produktif Subur tanahe subur alame Aman lan asri asri asrep kahanane Lagu ini merupakan hasil gubahan dari lagu projotamansari Kabupaten Bantul. Mulai bulan Juni 1992 diadakan iuran rutin para anggota paguyuban . Hal ini digunakan untuk menopang yang digunakan untuk perawatan alat kesenian. Iuran ini dilakukan perbulan. Setiap anggota dikenakan biaya minimal sebesa seribu rupiah. Iuran ini berlangsung hingga tahun 1997 seblum kelompok kesenian vakum kembali karena krisis moneter yang menerjang Indonesia membuat lesu para peminat jathilan. Perjalanan kelompok ini menjadi mati suri dan kuran bergairah. Latihan-latiha rutin jarang dilakukan karena imbas dari lesunya peminat jathilan ini. Kelesuan ini mengakibatkan munculnya opini bahwa Paguyuban Jathilan Kudho Mataram telah bubar. Padahal pengurus masih melakukan komunikasi dan rapat dalam lingkup yang kecil membahas keberlanjutan kesenian kudho mataram. Pada Tahun 2001 diambil langkah mengejutkan dengan dilahirkannya generasi keempat. Jathilan ini mulai banyak peminatnya kembali.Pada Tanggal 27 Maret 2006 Pemerintah DIY yakni Dinas Kebudayaan UPTD Taman Budaya memberian tawaran dalam hal kerjasama penyelenggaraan Pagelaran seni tradisi. Kegiatan ini bertujuan untuk melestarikan kesenian tradisi yang tumbuh dan berkembang di Yogyakarta agar mampu tetap hidup didalam tengah tengah masyarakat. Kerjasama tesebut disanggupi oleh pengurus. Paguyuban Kesenian Jathilan Kudho Matram, dalam hal ini mengirimkan kelompok lompong keli untuk memeriahkan acara tersebut. Kelompok Paguyuban Jathilan Kudho Mataram Tampil pada tanggal 16 April 2006 puku 13.00 WIB. Dalam penampilan tersebut kelompok jathilan mampu memukau para pengunjung. Kemudian pada tanggal 20 Mei 2006 kelompok ini dipaki sebagi media yang digunakan untuk sarana Tugas Akhir Mahasiswa Institut Seni Indonesia. Dan pentas dilaksanakan di Pendopo Bapak Heri suratal. Hal ini menunjukan bahawa Jathilan Kudho Mataram dikenal luas. Dalam Pagelaran Karnaval Ulang atahun Kabupaten bantul pada tahun 2007,2008,2009 secara peramanen Paguyuban ini mengirimkan delegasinya. Ptahun 2010 tepatnya pada 19 JUli 2010 generasi terkecil lahir (secara belum resmi) dan mewakili Kudho Mataram pada Ulang tahun kabupaten Bantul yang ke 179. Personil kelompok terkecil ini rata-rata berusia 8-10tahun. Nama personilnya antara lain Sanu, Janu, Galih, Rio, Guntur, Rendra, Reza, dan Faisal.Dan secara resmi kelompok ini diresmikan sebagai generasi kelima pada acara bersih desa yang dilakukan pada tanggal 03 Oktober 2010. BAB III PENUTUP Dalam perkembangannya Paguyuban Jathilan Kudho matram mengalami dinamika yang sangat menarik untuk diteliti dan diamati. Kelompok Jathilan Kudho Mataram ini mengalami pasang surut dalam kesehariannya , mengalami beberapa kali kekosongan pengurus, kemudian ditambah dengan menurunnya minat terhadap sewa jathilan. Dalam segala keterbatasan ini Paguyuban Jathilan ini mampu melahirkan enam generasi hingga medio tahun 2010. Hal ini menunjukan eksistensi kelompok Jathilan Kudho matram ini dalam malang melintang di dunia pelestarian kesenian tradisonal ditengah era modernisasi yang sedang berhembus. DAFTAR PUSTAKA BUKU Garraghan, Gilbert J., A Guide to Historical Method, New York,Fordham University Press,1957. Hedi Shri Ahimsa, Ketika Orang Jawa Nyeni, Yogyakarta : Galang Press, 1999. Jakob Sumardjo, Filsafat Seni, Bandung : ITB, 1999. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang Pustaka, 2005. R.M. Soedarsono, Seni Pertunjukan Di Era Globalisasi, Jakarta : Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1999. Seminar Seajarah Nasional V Sub tema Sejarah Kesenian, Jakarta : Dekdibud, 1990 Umar Kayam, Kelir Tanpa Batas, Yogyakarta : Gramedia . Van, Clara M Victoria, Jaranan : The Horse Dance and Trance In East Java, Leiden : KITLV Press, 2008 SUMBER LISAN Wawancara dengan Widi Utomo, 74 tahun ( Ketua Paguyuban Jathilan Kudho Mataram Periode 1992-2010) : Monggang, 8 November 2010, pukul 20.00 WIB. Wawancara dengan bapak Merdi, 78 Tahun : Monggang, 8 November, pukul 19.00 WIB Wawancara dengan Sagiman, 58 Tahun ( Kepala Dusun Monggang Perode 1995-2013 : Monggang, 8 Desember 2010, Pukul 19.47 WIB Wawancara dengan Bapak Hardi Sutopo,50 Tahun : Monggang,8 Desember 2010, Pukul 21.00 WIB Wawancara dengan Sumedi 67 Tahun : Monggang , 9 Desember 2010, Pukul 13.00 WIB Wawancara dengan Tukiran, 68 Tahun : Monggang, 9 Desember 2010, Pukul 14.00 WIB Wawancara dengan Bapak Pawiro Muji, 78 tahun : Monggang , 9 Desember 2010, Pukul 18.30 WIB DAFTAR ISTILAH 1.Ndadi : (trance) kesurupan 2.Paguyuban : ikatan suatu komunitas dalam bahasa jawa Bercirikan rasa kekeluargaan yang kuat 3. Jathilan : kuda lumping 4. kethek : Kera 5. Gamelan : Seperangkat alat musik tradisional jawa 6. Penthul : Topeng kayu berwarna dasar putih 7. Bejer : Topeng byang tebuat dari kayu dan berwarna dasar hitam 8.geladhi : Latihan 9.Beksa : tari LAMPIRAN 1 STRUKTUR KEPENGURUSAN KUDHO MATARAM MULAI TAHUN 1992 - 2010 Pelindung : Bapak Sagiman Bapak Surabi Pembina : Bapak M. Nasro Sesepuh : Bapak Rejo Pawiro Bapak Merdi Utomo Ketua : Bapak Widi Utomo Wakil Ketua: Bapak Sardi Wiyono Sekretaris : Bapak Sumedi Bendahara : Jumali Sudibyo Pelatih Tari : Jumadiono Jumali Haryudi Pelatih musik: Margodiharjo Iswanto Penari Bambangan Kudho Mataram : Koko Nurdiyanto, Iawan sugiharto, Oktivan, Semar, Damar Kusworo, Bimo, Indung Haryanto, Danis Setyaji, Slamet, Adven, Restu Penari Bergodo Sekartama : Muryono, Budik, Aris, Agus, Mawan, Windarto, Decky, Firmanto Penari Lompong Keli : Hartanato, Haryudi, Wiryo Dasiran, Jumali, Jumadiono, Muryono, Wibowo, Tomi s, Ngadiman, Iswanto. Penari Penthul, Bejer, Kethek : Triyono, Hardi Sutopo, Samadi, Jumadi, Daliman, Suparlan. LAMPIRAN 2 Kudho Mataram Ayo konco bebarengan dolanan Ngeplak gendang nabuh bendhe angklunge Kabudayan bangsa kita Jathilan iku aranne Pethul bejher pada mimpin jarane Diatur supaya menang perange Menang kalah padha wae Sing penting seneng atine Iki Jathilane iki jathilane Kudho Mataram Kudho mataram Monggang papane monggang papane Pendowoharjo sewon bantule Wus gembleng tekad wargane Nyengkuyung Pambangunane lan progame bangsane Gotomg royong nyambut gawe Adil makmur tujuane Bantul produktif bantul produktif Subur tanahe subur alame Aman lan asri asri asrep kahanane

Tidak ada komentar:

Posting Komentar