Jumat, 03 Mei 2013

“Ibu Kita Kartini” dan Sepak Bola Wanita Indonesia




Oleh : Ganang Nur Restu (mahasiswa ilmu sejarah UGM dan penikmat sepakbola asal Bantul)
            Sepak bola wanita memang belum begitu popular di kalangan masyarakat Indonesia.  Permainan sepak bola umumnya dimainkan oleh para kaum lelaki.Padahal jika ditilik dari aspek historis, kemunculan sepak bola wanita  telah lama di muka bumi. Awalnya sepak bola wanita muncul di Asia timur tepatnya Cina pada masa dinasti Donghan, tak berjarak lama kemudian pamornya meredup. Di Benua biru pun sepak bola mengalami  dinamika yang serupa . Pamornya juga naik turun. Tercatat kekauatan hebat di dalam konteks ini adalah Inggris dan Jerman
            Perjalanan sepak bola putri yang melawti jalur terjal dan berliku itu akhirnya sampai pada persinggahan yang sangat monumental. Lewat Piala Dunia Sepak bola Wanita pertama. Hajatan monumental tersebut digelar 13 tahun silam, tepatnya 1991. Kala itu menasbihkan Amerika Serikat sebagai yang terhebat di muka bumi.
            Setelah sukses lewat Piala Dunia, sepak bola wanita mencoba merabah ajang elit lainnya. Pada tahun 1996 sepak bola wanita resmi dipertandingkan dalam ajang Olimpiade. Mulai saat itu Olimpiade rutin mencantumkan sepak bola wanita sebagai salah satu cabangnya. Selain catatan – catatan tentang kesuksesan, sepak bola wanita juga mengalami masalah klasik yaitu diskriminasi gender. Kemudian selain itu juga muncul ktroversi ketika FIFA mendiskualifikasi tim Iran karena menggunakan jilbab. FIFA beralasan bahwa jilbab tak sesuai regulasi. Hal tersebut memancing protes keras dan akhirnya jilbab diperkenankan untuk digunakan. Lampu hijau !
            Lalu bagaimana dengan sepak bola wanita di Indonesia? Ya memang dalam perkembangannya sepak bola wanita jauh dari hingar binger pemberitaan media. Walaupun di beberapa daerah perkumpulan sepak bola wanita telah terbentuk. Sistem kompetisinya pun belum jelas dan terlaksana secara regular. Mungkin ini merupakan dampak dari stereotype bahwa sepakbola merupakan olah raga kaum laki-laki dan maskulin. Wanita masih di jadikan nomor 2 dalam hal ini. Lagi-lagi diskriminasi gender.
            Tapi tidak kah semangat emansipasi wanita telah di gelorakan oleh Kartini. Seorang wanita Jepara. Kartini yang dilahirkan pada tanggal 21 April 1879 ini memiliki pandangan visioner, cara pandang yang melewati jamannya. Kala itu dia hanya mengenyam pendidikanm tingkat dasar. Ketika lulus, dia tidak boleh melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi oleh ayahnya. Kemudian dia dinikahkan dengan Raden Adipati Jayadiningrat seorang bupati Rembang. Pada akhirnya, ketika usianya menginjak 25 tahun, kartini meninggal  setelah melahirkan anak pertamanya.
            Kartini semasa  hidupnya gigih memperjuangkan kesetaraan gender dan emansipasi wanita. Sosok yang terkenal karena surat-suratnya kepada  Abendanon yang akhirnya menjsdi buku “Habis Gelap terbitlah Terang” ini memperjuangkan pendidikan bagi kaumnya. Semangat kartini patut  diapresiasi dan tetap diperjungkan pada masa sekarang. Termasuk dalam hal sepak bola wanita. Semoga kelak Indonesia memiliki kartini-kartini sepak bola yang mengharumkan nama bangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar