Minggu, 26 Januari 2014

Cerita Anak : Persahabatan Tiko dan Dito



Alkisah di sebuah hutan  lebat hiduplah dua keluarga hewan yang damai dan sejahtera. Kedua keluarga hewan itu adalah keluarga Pak Aya dan Bu Emu. Keluarga pak Aya adalah keluarga Buaya yang memiliki lima anak, salah satunya adalah Tiko. Sedangkan keluarga Bu Emu adalah keluarga semut. Berbeda dengan dengan Pak Aya, Bu Emu memiliki ratusan anak, dari ratusan anak itu salah satunya bernama Dito.
Awalnya mereka hidup damai di hutan lebat. Tetapi belakangan ini kehidupan Pak Aya dan Bu Emu sekeluarga mulai terganggu. Rumah Pak Aya yang berada di rawa-rawa mulai tercemar dengan kotoran limbah pabrik. Air rawa yang semula nyaman untuk istirahat Pak Aya sekeluarga menjadi tidak nyaman karena penuh oli. Begitu pula Rumah Bu Emu dengan keluarga besarnya yang berada di bawah tanah. Tempat yang awalnya nyaman untuk beritirahat sebagian telah dikeruk oleh traktor besar.
Melihat kejadian yang menyedihkan ini Tiko yang sedang duduk-duduk di bawah pohon bersama Dito ikut gelisah dan cemas. “Ko, rumah kita terancam oleh kegiatan pertambangan itu” kata Dito memulai percakapan mereka. Tiko kemudian menjawab “Iya To, benar juga, rimahku mulai dipenuhi oli hitam sisa limbah traktor besar, sekarang ikan-ikan yang biasa aku makan menjadi banyak yang mati.” Angin yang berhembus sepoi-sepoi seolah menemani percakapan mereka pada waktu itu. Setelah beberapa saat terdiam, Dito memulai pembicaraan lagi “Kalau seperti ini terus, lama-lama kita dan keluarga kita akan semakin terancam!”.  “Lalu apa yang apa yang harus kita lakukan To?” Tanya Tiko kepada Dito. “Jalan satu-satunya kita harus mencari rumah baru” jawab Dito.  Tiko dan Dito kemudian diam sambil memandangi harapan langit biru yang luas. Di dalam hati mereka berdua  kemudian meyakinkan niat untuk pergi  mencari rumah baru.
Tak terasa hari mulai sore ketika lamunan mereka berdua terhenti. Tiko kemudian memulai pembicaraan lagi “Dito, Besuk pagi kita harus pergi ketempat dimana matahari itu tenggelam. Aku yakin disitu ada rumah untuk keluarga kita.” Dito mengangguk sebagai tanda setuju.  Lalu mereka berdua pulang ke rumah masing-masing.  Hari mulai gelap, di rumah masing-masing mereka meminta ijin kepada kedua orang tua mereka masing-masing.  Akhirnya walaupun berat melepas dua anak itu, Pak Aya maupun Bu Emu mengijinkan.
Ayam mulai berkokok menandakan matahari mulai terbit.  Dito yang bangun terlebih dahulu datang menjemput Tiko. Mereka berdua kemudian berjalan menuju arah matahari tenggelam. Perjalanan mereke ternyata tidak mulus. Rintangan yang mereka hadapi adalah sebuah sungai besar dengan arus yang deras sekali. “Wah Ko, aku kan semut, aku tak sanggup berenang.” Tutur Dito. Tijo menjawab “Tenang teman, aku kan buaya, aku terbiasa menghadapi arus sungai yang deras seperti ini. Masa kamu tidak tahu?” jawab Tiko sambil tertawa kecil. “Mari naik punggungku Dit, kita seberangi sungai ini bersama-sama.”  Imbuh Tiko. Akhirnya mereka berdua mampu melewati sungai dengan selamat.
Tak terasa perjalanan telah mencapai setengah hari. Mereka berdua kemudian istirahat di bawah pohon mangga sambil makan siang. Tiko memulai pembicaraan lagi “Apakah  hutan di dekat matahari tenggelam itu masih jauh ya Dit?” . “Sebentar Ko, aku akan mencoba memanjat pohon mangga ini, aku kan kecil jadi aku akan mudah merayap naik keujung dahan itu.” Jawab Dito sambil menunjuk ke atas. Tak berselang lama Dito dengan cekatan sudah sampai di ujung dahan tertinggi. Dengan takjub dia memandangi arah dimana matahari akan tenggelam. Di arah itu terlihat hamparan hutan hijau nan asri dengan dikelilingi rawa-rawa kecil yang jernih. “kenapa kamu diam saja To?  Apa yang kamu lihat? ” tanya  Tiko dari bawah.  “Aku melihat rumah baru!” jawab Dito dengan begitu semangat. Kemudian Dito turun dari atas pohon dan mengajak Tiko berlari dengan semangat menuju hutan dimana matahari tenggelam. Perjuangan mereka berdua tak sia-sia. Mereka mendapati rumah yang asri untuk keluarga mereka.
Setelah puas memandangi rumah baru nan asri yang baru saja mereka temui. Mereka berdua kemudian berjalan pulang untuk mengabari keluarga mereka. Alhasil dengan usaha mereka berdua, keluarga mereka memiliki rumah baru yang tidak tercemar maupun terganggu aktivitas pertambangan.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar