Selasa, 19 Februari 2013

ULANG TAHUN PSSI, SUKARNO, DAN ENDANG WITARSAH….

Sudah menjadi hal yang biasa , lumrah,dan wajar ketika para penikmat, pemerhati, pancinta bahkan praktisi sepakbola Indonesia mengeluarkan uneg-uneg kebosanannya terhadap PSSI. Manuver para petinggi PSSI (baik PSSI versi Solo maupun Ancol) kian sembarangan dan semrawut. Sama-sama tak mau kalah dan merasa paling sah untuk membawahi organisasi sepakbola ini. Saya pun serupa dengan para peniikmat sepakbola di Indonesia, saya pun merasa sangat letih dan sakit hati sebagai warga Negara Indonesia, celakanya lagi muncul rasa hopeless, tanpa secercah harapan. Publikpun tak ragu untuk mengutuki para pemangku olahraga sepakbola ini (baik versi Solo maupun versi Ancol) sebagai teater konyol yang tanpa klimaks. Sebenarnya kalau mereka mau peka dengan membuka mata lebar-lebar dan memasang telinga pada tempatnya, terlalu banyak harapan masyarakat kepada orang-orang yang mengaku ingin memajukan persepakbolaan Indonesia.Coba saja kumpulkan opini masyarakat yang berada di rubrik – rubrik Tabloid Bola, dan serahkan pada para petinggi sepakbola Indonesia biar mereka sadar.
Sebenarnya awal karut marut benang kusut sepakbola Indonesia berawal dari dinastinya Nurdin Khalid. Terlihat Nurdin Cs belajar dari filsuf terkenal Machiavelli, belajar mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara. Toh akhirnya rubuh juga karena kongres Solo, nafas baru di hembuskan, semangat baru digelorakan oleh dinasti pengganti dibawah naungan Djohar Arifin Cs, dan lagi-lagi geliat ketidakpuasan memuncak maka PSSI pun jadi dua seperti naga bonar jadi dua. Yang unik lagi timnaspun jadi dua, super sekali bukan ? bayangkan saja pada sebuah pertandingan antar negara, Indonesia diwakili dua tim nasional. Terus bagaimana ketentuan cara bermainnya? Aneh bin ajaib. Memang benar pernyataan Jose Mourinho “ Sisi negatif sepakbola adalah sisi negatif masyarakatnya. Orang perorang membawa pengaruh negatifnya kedalam masyarakat melalui sepakbola “ dan pernyataan Jose Mourinho berlaku untuk karut marut benang kusut sepakbola Indonesia.
Kalau mendiskusikan kelemahan kelemahan sistem sepakbola Indonesia tidak akn ada habisnya, lebih baik kita melakukan refleksi di bulan April nan sakral dan penuh momentum ini. Ada apa dengan bulan April? Tidakkah ini sperti bulan-bulan biasa semisal Januari, Februari dan sebagainya? Oh tidak, 82 tahun yang lalu ketika Indonesia masih dalam bentuk yang samar-samar , PSSI ini sudah berdiri tegak di Yogyakarta. Bayangkan organisasi sepak bola ini sudah lahir lebih dahulu daripada pemerintah negeri ini. Istimewa bukan?
Memang sejak awal didirikan PSSI, unsur politik dan kepentingan sudah tertuang nan kental. Awalnya PSSI merupakan organisasi tandingan untuk melawan organisasi sepakbola bentukan pemerintah Hindia Belanda. Tepatnya 19 April di kota Yogyakarta PSSI berdiri. Sepakbola pada masa itu digunkan sebagai media propaganda yang laris manis, terbukti pendiri Republik ini, Sukarno meggunakan olahraga ini untuk mengelorakan semangat nasionalisme.
Yah, melihat perkembangan dinamika PSSI skerang ini, terlihat tidak adanya sosok yang kuat sekuat Sukarno, dengan jargonnya yang begitu popular “don’t leave history”, beliau meggelorakan revolusi dalam dunia olahraga, bayangkan saja terobosan terbosannya dalam penciptaan Istora senayan yang hingga detik ini masih menjadi pusat penyelenggaraan aktivitas olahraga-termasuk sepakbola. Jika mungin sang bapak berreinkarnasi dan abadi hingga sekarang karut marut PSSI tak akan meluas seperti ini. Untuk sosok yang kedua, kita juga perlu mengenang dan menjadikan beliau sebagai sumber Inspirasi. Beliau adalah Bapak Endang witarsah (Liem Soen Joe) yang wafat pada 2 April 2008, yah lagi-lagi April merupakan bulan yang
pas untuk melakukan introspeksi pemerhati sepakbola Indonesia. Endang witarsah sampai akhir hayatnya mendedikasikan hidupnya untuk sepakbola Indonesia. Bayangkan saja, beliau menolak bergabung dengan PSSInya Hindia Belanda demi merah putih. Orang yang langka untuk masa sekarang. Seorang keturunan Cina yang begitu mencintai Indonesia.
Harusnya momentum April ini menjadi titik balik bagi para petinggi sepakbola Indonesia untuk menyudahi polemik yang begitu panjang dan sangat mebosankan ini. Lihatlah masa lalu, lihatlah mereka yang telah mededikasikan semuanya untuk sepakbola Indonesia, lihatlah mereka yang cari makan dari sepakbola, mereka butuh kejelasan dan kenyamanan. Dan yang terakhir lihatlah kami, bapak-bapak, kami pencinta sepakbola Indonesia, kami rindu prestasi bukan untuk dijejali panggung sandiwara yang sangat berantakan.
Selamat ulang tahun PSSI-ku, PSSI kami, PSSI milik warga Negara Indonesia, bukan milik anda para segelintir orang yang gemar bermanuver ria. Kami optimis cahaya itu masih ada dan nyata!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar