Cerita pilu kembali
menaungi sepakbola Indonesia. Setelah beberapa bulan yang lalu mantan
pemain Persikota Tangerang Bruno Zandonadi menggembuskan nafas
terakhirnya di negeri rantau baginya. Kemarin selasa Diego Mendieta
mengulang kejadian yang serupa. Kabar duka datang pada selasa
dinihari di RS Moewardi Solo. Mantan pemain Persis Solo versi PT
Liga Indonesia divonis terserang virus Cylomegalo
yang menyebabkan daya tahan tubuh pemain asal Paraguay ini menurun
dan telah menyerang otak dan matanya. Selain itu jamur Candidiasis
juga
menyerang bagian tubuh lainnya.
Hal itu semakin
menyesakkan karena gaji Mendieta selama memperkuat Persis Solo versi
PT LI belum seutuhnya terbayar. Hal itu sangat berbanding terbalik,
bagaikan langit dan bumi dengan para pemain yang berkiprah di
sebagian Eropa. Pada 2005 di Inggris sebut saja nama sekelas Frank
lampard dan Sol Campbell yang dibayar sebesar Rp.1,7 Milyar sepekan
dan hal itu setara dengan Rp. 85 milyar dalam jangka waktu setahun.
Memang terkesan “lebay” jika kita membandingkan antara sepakbola
Indonesia dengan sepakbola Inggris . Indonesia terlihat hamper kalah
telak dari semua segmen sepakbola Inggris. Mulai dari sistem
kompetisi, neraca keuangan tim-tim kontestan EPL, hingga supporter.
Tapi setidaknya melalui sepakbola Inggris, Indonesia bisa belajar.
Kondisi FA sebagai
badan otoritas tertinggi dalam mengurusi segala seluk beluk sepak
bola di Inggris memiliki tingkat kestabilan bagus. Maka dari itu FA
mampu menghadirkan kompetisi kelas wahid di muka bumi. Tim-tim yang
berlaga pun mampu menjaga kualitas liga sehingga banyak bintang yang
bergabung tanpa harus was-was dengan permasalahan gaji. Lihat saja
seorang Frank Lampard pada tahun 2005 mampu mengantongi Rp. 1,7
milyar dalam waktu sepekan. Bandingkan saja dengan gaji yang
ditunggak Persis versi PT LI sebesar Rp. 131 juta untuk beberapa
bulan.
Hal yang sangat
ironis dan berbanding terbalik bagaikan langit dan bumi terjadi di
Indonesia. Polemik gaji yang nunggak beberapa bulan seolah menjadi
hal yang wajar bagi para tim kontestan di kompetisi IPL maupun
ISL.Meninggalnya Diego Mendieta karena sakit dan tidak mempunyai uang
untuk berobat maupun membayar kosnya menjadi titik klimaks dari
prahara ini. Para petinggi yang katanya peduli dengan sepak bola
Indonesia harusnya peka dengan keadaan ini. Karut- marut
persepakbolaan Indonesia telah menelan korban jiwa.
Sebenarnya egoisitas
para petinggi sepakbola Indonesia yang telah berlangsung lama ini
telah menghadirkan permasalahan yang begitu kompleks dan sangat
kronis. Dari sisi turnamen Internasional , polemik ini bias dibilang
mengakibatkan timnas Indonesia gagal total. Di mulai dengan babak
belurnya prestasi timnas diajang kualifikasi Piala Dunia 2014.
Dilanjutkan kegagalan merengkuh medali emas dalam ajang SEA Games
yang berlangsung di negeri ini. Yang terakhir, tersingkirnya
Indonesia menuju semi final piala AFF 2012 yang berlangsung di
Malaysia dan Thailand. Track Record timnas sendiri diajang AFF kali
ini bias dikatakan buruk. Bermain seri melawan Laos yang dua tahun
lalu dihajar Indonesia di Gelora Bung Karno dengan enam gol tanpa
balas. Kemudian menang tipis 1-0 saat mengandaskan 10 pemain
Singapura. Sebenarnya pada laga pamungkas melawan Malaysia, timnas
hanya butuh seri, tapi apa daya Harimau Malaya menginjak-injak
Indonesia dengan gelontoran 2 gol tanpa balas.
Diajang internal
sendiri sepakbola Indonesia dalam kondisi kelam. Tarik ulur antara
liga yang sah dan tidak sah. Kemudian jadwal liga yang berantakan
ditopang dengan keungan sebagian klub yang sangat buruk. Alhasil
kasus penunggakan gaji seperti yang dialami Diego Mendieta menjadi
hal ihwal yang wajar.
Jika para petinggi
sepakbola Indonesia masih menunjukkan ego masing- masing dan membuat
otoritas FIFA geram. Harusnya pemerintah segera turun tangan
menyelesaikan masalah ini, kalau perlu tegas. Ditinjau dari strata
hierarkisnya PSSI berada di bawah KONI yang menaungi seluruh
organisasi olahraga di Indonesia. Diatasnya KONI bernaung pemerintah
dalam panji-panji Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Ya, dengan
konsekuensi FIFA akan memberikan sanksi jika pemerintah disebut
melakukan intervensi. Tapi setidaknya sanksi selama 1-3 tahun menajdi
hal yang patut disyukuri jika sanksi itu menjadi sumbu awal
pembenahan sepkabola Indonesia. Dan akhirnya, kelak suatu saat nanti
tidak akan timbul masalah penunggakan gaji. Tidak timbul Mendieta-
Mendieta lain. Di Dalam hati saya masih percaya bahwa kelak Indonesia
akan kembali jaya !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar