Pekan Olahraga
Nasional telah usai. Cabang Ssepakbola sebagai cabang yang palin
favorit telah mendapatkan jawaranya. Tim Kalimantan Timur mampu
menyabet medali emas setelah dalam partai final menggebuk tim kuat
Sumatera Utara dengan skor tipis 1-0. Sejak wal memang pertandingan
cabang olahraga sepakbola hadir dengan penuh gejolak. Dari
kesimpansiuran peserta, jadwal yang molor, hingga penarikan sang
pengadil lapangan oleh PSSI seakan melengkapi kompleksitas kekacauan
ini. Untungnya wasit-wasit ISL didatangkan. Tapi toh, PSSI tetap
menaruh para pemandu bakatnya di Riau hingga partai puncak.
Selanjutnya, Mau
dibawa kemana para pemain muda berbakat nan penuh talenta yang telah
unjuk gigi di Kota Air ini? . Mungkin kita bisa berkaca pada
Olimpiade London yang digelar belum lama ini. Ada kesamaan antara PON
dan Olimpiade. Keduanya merupakan event “multi olahraga” yang
membedakannya hanyalah pada srata dan ruang lingkup (Spasial).
Olimpiade London, khususnya cabang sepakbola yang dimenangkan oleh
Meksiko telah menghasilkan bintang-bintang muda nan ciamik yang siap
dilahap oleh pasar. Sebut saja Geovanni Dos Santos, Neymar, Jordi
Alba, Dan Oscar. Sosok terakhir, pemain asal berhasil ini telah
dipinang klub kaya raya Chelsea. Ya, disamping mendapatkan gelontoran
materi, Oscar juga mendapatkan pengalaman untuk bermain dalam
kompetisi kelas wahid. Hal itu bakal berimplikasi positif bagi Brasil
yang kan berjuang menjuarai World Cup 2014. Sebelumnya, jauh
kebelakang, Olimpiade selalu konsisten menghasilkan bintang-bintang
sekelas Carlos Tevez, Lionel Messi,ataupun Fenando Torres.
Hal serupa juga
terjadi pada gelaran sepakbola PON Riau kali ini. Bintang-bintang
muda siap diditerima pasar sepakbola Indonesia. Munculnya sosok
Aldaire Makatindu (Kaltim), Mucsit Arias (Riau), Muhammad Solih
(Sumut), dan Nelson Along (Papua). Nama-nama yang disebut ini adalah
sebagian kecil dari mutiara muda Indonesia. JIka mampu dkelola dan
diolah secara benar dan siatematis, tidak heran jika mereka akan
menjadi langganan garnisun timnas merah putih seperti Budi Sudarsono
ataupun Okto maniani. Tapi bisa sebaliknya juga, mutiara ini bakal
tenggelam, redup, dan kemudian hilang jika gejolak dalam tubuh
sepakbola Indonesia masih seperti ini. Sama-sama mempertahankan
keegoisannya,
Harusnya PSSI
menggunakan PON ini sebagai momentum akbar untuk bangkit dari
keterpurukan. Bukan malah semakin membuat sepak bola Indonesia rumit
bak benang kusut. Penyatuan liga merupakan altenatif bijak dan
legowo untuk mewadahi para jebolan PON riau ini merasakan atmosfer
sepakbola professional. Agak cerah ketika muncul wacana tentang Liga
Merah Putih. Kondisi kompetisi yang tunggal, konsisten dan kondusif
merupakan kawah candradimuka yang baik untuk pemain muda. Dengan
kondisi seperti itu, regenarasi dan pembibitan usia dini bisa diesbut
berhasil.
Implikasi positifnya
adalah Timnas merah putih.Negara merupakan puncak wadah dari
pembibitan usia dini. Dalam posisi ini negara bakal memanen buahnya.
Hasilnya adalah para pemain dari berbagai macam daerah yang siap
disetorkan ketimnas. Niscaya dengan kondisi tersebut, Indonesia bakal
memiliki tim nasional yang sangat kuat dan memiliki kedalaman tim.
Indonesia mungkin
bisa belajar dari Argentina ketika menjuarai Olimpiade. Argentina
mampu menjual dan memoles para bintang olimpiade pada tim-tim besar
di Eropa. Sosok Carlos tevez dan Lionel Messi adalah contoh jebolan
olimpiade. Untuk Indonesia setidaknya para pemain yang berlaga di PON
setidaknya mampu menaikan nilai jual mereka untuk dilamar oleh
tim-tim professional yang bermain dikancah nasional dari berbagai
macam strata dan kasta. Banyak pemandu bakat yang bergentanyangan di
PON untuk menemukan bintang-bintang muda.implikasinya positif sekali.
Harusnya PSSI sadar.
Membuka lembaran baru setelah usai kompetisi, ditandatanganinya Mou,
kemudian yang terakhir PON merupakan gerbong untuk mengejar
negara-negara serumpun yang telah semakin jauh meninggalkan kita. PON
Riau telah memberikan sinyal bahwa harapan telah dating dari generasi
muda nan polos. Harapan akan kejayaan. Harapan akan prestasi. Jika
para petinggi yang berkecimpung di lingkup sepakbola Indonesia masih
seperti ini bisa saja bintang-bintang yang mulai bersinar itu akan
redup. Masalahnya sederhana, kompetisi yang kurang kondusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar