Selasa, 19 Februari 2013

Euphoria Afrika

Piala Afrika 2012 yang digelar di Gabon dan Guinea Ekuator ini mendatangkan sejumlah cerita. Ajang yang dijalani para pesepakbola di Afrika ini memang seakan tertutup oleh hingar bingar kompetisi di Negara Eropa, terutama Spanyol, Inggris dan Italia. Apalagi ketika publik sepakbola dunia sedang hangat dengan gesekan panas ala El Classico, Barcelona vs Real Madrid di perempatfinal Copa Del Rey, seakan tournament ini tenggelam di dasar pemberitaan media-media dunia minus media Afrika (sebagai benua penyelengara).
Eits, tapi di sisi lain, Piala Afrika juga membuat kalang kabut tim tim di Eropa. Hal itu terlihat ketika Chelsea tanpa Drogba seperti kehilangan teknik bagaimana cara untuk mencetak gol ketika ditahan Norwich dengan skor kacamata. Begitu pula dengan Demba Ba yang membuat Newcastle harus bertekuk lutut dihadapan Fulham dengan skor 5-2. Kedua contoh tersebut meperlihatkan bahwa para pemain benua hitam memiliki peran sentral dalam menjaga kedalaman tim.Apalagi liga Perancis, Perancis menjadi liga palin pesakitan karena ditinggal pilar-pilarnya untuk berlaga di Piala Afrika.
Piala Afrika juga berperan sebagai media promosi pemain-pemain non bintang yang memiliki ambisi untuk berlaga di liga elit Eropa. Bagaimana tidak? Ya, ketika turnamen ini berlangsung, para pencari bakat bertaburan di setiap sisi stadium dan sipa menggaet pemain potensial. Cara ini dinilai lebih aman daripada dengan iming-iming ketika para pemain belia tergiur gelontoran uang para pemandu bakat gandungan, dan dalam usia muda minim pengalaman mereka ternyata harus merasakan kerja sebagai budak di Eropa.
Piala Afrika ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Bagi para tim-tim Eropa yang bintangnya harus berlaga di ajang itu merupakan sebuah kerugian bagi tim, tapi bagi para pemain non bintang yang potensial, piala Afrika merupakan panggung teater yang sangat menguntungkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar