Piala
Afrika 2012 yang digelar di Gabon dan Guinea Ekuator ini mendatangkan
sejumlah cerita. Ajang yang dijalani para pesepakbola di Afrika ini
memang seakan tertutup oleh hingar bingar kompetisi di Negara Eropa,
terutama Spanyol, Inggris dan Italia. Apalagi ketika publik sepakbola
dunia sedang hangat dengan gesekan panas ala El Classico, Barcelona
vs Real Madrid di perempatfinal Copa Del Rey, seakan tournament ini
tenggelam di dasar pemberitaan media-media dunia minus media Afrika
(sebagai benua penyelengara).
Eits,
tapi di sisi lain, Piala Afrika juga membuat kalang kabut tim tim di
Eropa. Hal itu terlihat ketika Chelsea tanpa Drogba seperti
kehilangan teknik bagaimana cara untuk mencetak gol ketika ditahan
Norwich dengan skor kacamata. Begitu pula dengan Demba Ba yang
membuat Newcastle harus bertekuk lutut dihadapan Fulham dengan skor
5-2. Kedua contoh tersebut meperlihatkan bahwa para pemain benua
hitam memiliki peran sentral dalam menjaga kedalaman tim.Apalagi liga
Perancis, Perancis menjadi liga palin pesakitan karena ditinggal
pilar-pilarnya untuk berlaga di Piala Afrika.
Piala
Afrika juga berperan sebagai media promosi pemain-pemain non bintang
yang memiliki ambisi untuk berlaga di liga elit Eropa. Bagaimana
tidak? Ya, ketika turnamen ini berlangsung, para pencari bakat
bertaburan di setiap sisi stadium dan sipa menggaet pemain potensial.
Cara ini dinilai lebih aman daripada dengan iming-iming ketika para
pemain belia tergiur gelontoran uang para pemandu bakat gandungan,
dan dalam usia muda minim pengalaman mereka ternyata harus merasakan
kerja sebagai budak di Eropa.
Piala
Afrika ibarat dua sisi mata uang yang berbeda. Bagi para tim-tim
Eropa yang bintangnya harus berlaga di ajang itu merupakan sebuah
kerugian bagi tim, tapi bagi para pemain non bintang yang potensial,
piala Afrika merupakan panggung teater yang sangat menguntungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar