Selasa, 19 Februari 2013

Anak dan Kekerasan Dalam Keluarga

Keluarga sebagai sebuah lembaga paling dini dalam pembentukan karakter manusia Indonesia menjadi sebuah wahana paling vital yang memilki peran vital juga di bidang penyediaan Sumber Daya Manusia yang pancasilais. Maka dari itu, sebagai sebuah media yang berperan aktif dalam pembentukan mental manusia Indonesia haruslah memilki kondisi yang kondusif dan harmonis. Melalui keluarga,watak bangsa Indonesia terefleksikan secara utuh. Sebagia sebuah pilar kehidupan berbangsa dan bernegara, idelanya sebuah keluarga adalah wahana yang terlihat menyenangkan.
Namun, akhir-akhir ini kekerasan dalam rumah tangga merebak bagaikan jamur di musim peghujan yang tumbuh subur di Indonesia. Hampir setiap minggu kita menyaksikan di layar kaca mengenai penganiayaan yang terjadi baik secara batiniah maupun lahiriah. Bangsa Indonesia yang terkenal akan keramahan dan kasih sayangya seakan bak cerita di negeri dongeng yang tidak akan terealisasi di kehidupan nyata. Sangat ironis bukan? Keluarga yang seharusnya menjadi wahana awal pembentukan manusia Indonesia yang bermoral dan beretika menjado sebuah wahana untuk memprakekan kekerasan. Lalu apa efeknya? Bisa dibayangkan jika sebuah bangunan yang sejak awal berdiri memiliki pondasi yang rapuh pasti tidak akan mampu menahan goncangan. Hal itu pula yang akan terjadi jika suatu negara memilki komposisi pondasi yang kurang kuat-kita asumsikan bahwa pondasi sebuah negara adalah keluarga- pasti tidak akan kuat menahan goncangan kehidupan berbangsa dan bernegara .
Dari uaraian singkat diatas dapat kita simpulakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga merupakan benih awal yang mampu merusak ketahanan sebuah negara. Secara psikologis, jika seorang anak dibesarkan dalam kondisi keluarga yang kurang harmonis pasti akan sangat mempengaruhi kehidupanya dalam bernegara dan bermasyarakat.






Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Anak
Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT terhadap anak? KDRT terhadap anak adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang tua baik ibu maupun ayah terhadap anaknya (baik kandung, angkat maupun tiri) yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antara orang tua dan anak diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, tidak adanya perhatian dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada anak bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.
Gejala-gejala Kekerasan Terhadap anak
Mungkin yang akan mengundang pertanyaan adalah: "Bagaimana gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan?" Perlu diketahui bahwa gejala-gejala anak yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di atas, tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.
Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Jika anda sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka selanjutnya yang harus anda ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan tersebut. Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi, anda dapat menjadi lebih peka dalam menghadapi kasus KDRT, dan anda dapat membantu orang lain (baik yang anda kenal maupun tidak) yang mungkin mengalaminya. Jangan sampai terjadi, anda hanya sebagai penonton yang tidak berempati ketika mengetahui terjadinya KDRT di sekitar anda.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan (seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan anak semakin tergantung pada orangtuanua meskipun orangtuanya telah membuatnya menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati anak.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa anak untuk melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar. Hal ini sangat miris sekali, anak yang seharusnya dilindungi harus menjadi medi8a pelampiasan nafsu orang tuanya.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang menagkibatkan anak menjadi depresi karena secara fisik dieksploitasi untuk menghasilkan uang, anak yang seharusnya masih menjadi tanggungan orangtua harus bekerja dan kehilangan masa bermainnya
Penyebab Kekerasan Terhadap Anak
KDRT pada anak tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di Indonesia, kekerasan pada anak merupakan salah satu budaya negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada anak? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan oarngtua terhadap anak, antara lain:
1)   Adanya pemeo bahwa banyak anak banyak rejeki, hal itu secara tidak langsung telah membuat orang tua merasa punya hak untuk mengekploitasi anak untuk menghasilkan uang ,padahal secara financial orangtua masih mampu untuk memberikan penghidupan terhadap anggota keluarganya
2)   hadirnya kondisi suami istri yang kurang harmonis sehingga mengakibatkan anak menjadi sasaran emosional keluarga.
3)  Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
4)   kekurang dewasaan orang tua dalam mendidik anaknya
5)   pola tingkah anak yang kadang mebuat orang tua merasa malu dengan lingkungannya sehingga mendorong orang tua memebrikan hukuman kepada anaka dalam bentuk kekerasan fisik
6)   Kepribadian dan kondisi psikologis orangtua yang tidak stabil.
7)   Orang tua mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.


Siklus Kekerasan Terhadap anak
Mungkin Anda sering melihat bahwa seorang anak yang telah mengalami kekerasan dari oarangtuanya, akhirnya akan kembali mengalami kekerasan. Bagaimana siklus kekerasan terhadap anak? Siklus kekerasan terhadap anak adalah orangtua melakukan kekerasan pada anak kemudian orangtua menyesali perbuatannya dan meminta maaf pada anak,
Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Apa saja dampak kekerasan terhadap anak?
Dampak kekerasan terhadap anak sangat kompleks, antara lain menurunnya rasa percaya diri yang mengakibatkan anak melampiaskan ketakunanya melalui seks bebas , narkoba dan minuman keras. Karena melalui aktivitas tersbut ketakutan anak akan terlupakan untuk sejenak
Jika seorang anak telah pernah mengalami kekerasan cenderung berperilaku menyimpang dan berbeda dengan temannya. Anak cenderung akan mengulangi apa yang pernah diberlakukan kepada dirinya saat menajdi orang tua
Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya.
Bagi orangtua sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir orangtua dalam menerima dirinya sendiri dan anaknya maka kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi anak yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, anak juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada anak agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua.


Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan (2002), Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Venny A (2003). Memahami Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan
Soedarsono dkk, Wanita, kekuasaan, dan Kejahatan : beberapa aspek kebudayaan Jawa, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. 1985
Parsudi Suparlan, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya, Jakarta : Dekdibud,1984














Tidak ada komentar:

Posting Komentar