Keluarga sebagai sebuah
lembaga paling dini dalam pembentukan karakter manusia Indonesia
menjadi sebuah wahana paling vital yang memilki peran vital juga di
bidang penyediaan Sumber Daya Manusia yang pancasilais. Maka dari
itu, sebagai sebuah media yang berperan aktif dalam pembentukan
mental manusia Indonesia haruslah memilki kondisi yang kondusif dan
harmonis. Melalui keluarga,watak bangsa Indonesia terefleksikan
secara utuh. Sebagia sebuah pilar kehidupan berbangsa dan bernegara,
idelanya sebuah keluarga adalah wahana yang terlihat menyenangkan.
Namun,
akhir-akhir ini kekerasan dalam rumah tangga merebak bagaikan jamur
di musim peghujan yang tumbuh subur di Indonesia. Hampir setiap
minggu kita menyaksikan di layar kaca mengenai penganiayaan yang
terjadi baik secara batiniah maupun lahiriah. Bangsa Indonesia yang
terkenal akan keramahan dan kasih sayangya seakan bak cerita di
negeri dongeng yang tidak akan terealisasi di kehidupan nyata. Sangat
ironis bukan? Keluarga yang seharusnya menjadi wahana awal
pembentukan manusia Indonesia yang bermoral dan beretika menjado
sebuah wahana untuk memprakekan kekerasan. Lalu apa efeknya? Bisa
dibayangkan jika sebuah bangunan yang sejak awal berdiri memiliki
pondasi yang rapuh pasti tidak akan mampu menahan goncangan. Hal itu
pula yang akan terjadi jika suatu negara memilki komposisi pondasi
yang kurang kuat-kita asumsikan bahwa pondasi sebuah negara adalah
keluarga- pasti tidak akan kuat menahan goncangan kehidupan berbangsa
dan bernegara .
Dari
uaraian singkat diatas dapat kita simpulakan bahwa kekerasan dalam
rumah tangga merupakan benih awal yang mampu merusak ketahanan sebuah
negara. Secara psikologis, jika seorang anak dibesarkan dalam kondisi
keluarga yang kurang harmonis pasti akan sangat mempengaruhi
kehidupanya dalam bernegara dan bermasyarakat.
Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap
Anak
Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT
terhadap anak? KDRT terhadap anak
adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh orang
tua baik ibu maupun ayah terhadap anaknya (baik kandung, angkat
maupun tiri) yang berakibat menyakiti secara
fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan
kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu,
hubungan antara orang tua dan anak diwarnai
dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional,
tidak adanya perhatian dan menggunakan
kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di
atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada anak
bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan
verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal
dimasa yang akan datang.
Gejala-gejala Kekerasan Terhadap anak
Mungkin yang akan mengundang pertanyaan adalah:
"Bagaimana gejala-gejala istri yang mengalami kekerasan?"
Perlu diketahui bahwa gejala-gejala anak
yang mengalami kekerasan adalah merasa rendah diri, cemas, penuh rasa
takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya, sering
merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang
tidak jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif
tanpa penyebab yang jelas. Jika anda membaca gejala-gejala di atas,
tentu anda akan menyadari bahwa akibat kekerasan yang paling fatal
adalah merusak kondisi psikologis yang waktu penyembuhannya tidak
pernah dapat dipastikan.
Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Anak
Jika anda sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka
selanjutnya yang harus anda ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan
tersebut. Dengan mengetahui bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi,
anda dapat menjadi lebih peka dalam menghadapi kasus KDRT, dan anda
dapat membantu orang lain (baik yang anda kenal maupun tidak) yang
mungkin mengalaminya. Jangan sampai terjadi, anda hanya sebagai
penonton yang tidak berempati ketika mengetahui terjadinya KDRT di
sekitar anda.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut,
antara lain:
1. Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan
(seperti: memukul, menendang, dan lain-lain) yang mengakibatkan luka,
rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri hingga menyebabkan kematian.
2. Kekerasan Psikis
Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan
secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang
mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut,
hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. Kekerasan
psikis ini, apabila sering terjadi maka dapat mengakibatkan anak
semakin tergantung pada orangtuanua
meskipun orangtuanya telah membuatnya
menderita. Di sisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam
dihati anak.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang
berhubungan dengan memaksa anak untuk
melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar.
Hal ini sangat miris sekali, anak yang seharusnya dilindungi harus
menjadi medi8a pelampiasan nafsu orang tuanya.
4. Kekerasan Ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang
menagkibatkan anak menjadi depresi karena secara fisik dieksploitasi
untuk menghasilkan uang, anak yang seharusnya masih menjadi
tanggungan orangtua harus bekerja dan kehilangan masa bermainnya
Penyebab Kekerasan Terhadap Anak
KDRT pada anak tidak
akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di Indonesia, kekerasan
pada anak merupakan salah satu budaya
negatif yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun
temurun. Apa saja penyebab kekerasan pada anak?
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan oarngtua
terhadap anak, antara lain:
1) Adanya pemeo bahwa banyak
anak banyak rejeki, hal itu secara tidak langsung telah membuat orang
tua merasa punya hak untuk mengekploitasi anak untuk menghasilkan
uang ,padahal secara financial orangtua masih mampu untuk memberikan
penghidupan terhadap anggota keluarganya
2) hadirnya kondisi suami istri
yang kurang harmonis sehingga mengakibatkan anak menjadi sasaran
emosional keluarga.
3) Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi
dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga
dan bukan masalah sosial.
4) kekurang dewasaan orang tua
dalam mendidik anaknya
5) pola tingkah anak yang
kadang mebuat orang tua merasa malu dengan lingkungannya sehingga
mendorong orang tua memebrikan hukuman kepada anaka dalam bentuk
kekerasan fisik
6) Kepribadian dan kondisi psikologis
orangtua yang tidak stabil.
7) Orang tua
mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
Siklus Kekerasan Terhadap anak
Mungkin Anda sering melihat bahwa seorang anak
yang telah mengalami kekerasan dari oarangtuanya,
akhirnya akan kembali mengalami kekerasan. Bagaimana siklus kekerasan
terhadap anak? Siklus kekerasan terhadap
anak adalah orangtua
melakukan kekerasan pada anak kemudian
orangtua menyesali perbuatannya dan meminta
maaf pada anak,
Dampak Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak
menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Apa saja dampak kekerasan
terhadap anak?
Dampak kekerasan terhadap anak sangat
kompleks, antara lain menurunnya rasa percaya diri yang mengakibatkan
anak melampiaskan ketakunanya melalui seks bebas , narkoba dan
minuman keras. Karena melalui aktivitas tersbut ketakutan anak akan
terlupakan untuk sejenak
Jika seorang anak telah pernah mengalami kekerasan cenderung
berperilaku menyimpang dan berbeda dengan temannya. Anak cenderung
akan mengulangi apa yang pernah diberlakukan kepada dirinya saat
menajdi orang tua
Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah
tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan
pemberdayaan perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan
prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta
menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah; mengadakan
penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender;
mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan
sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan
kondisi psikologisnya.
Bagi orangtua sebagai
pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang
menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk
berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya
perubahan dalam pola pikir orangtua dalam
menerima dirinya sendiri dan anaknya maka
kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi anak yang
mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk
berperilaku asertif. Selain itu, anak juga
dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan
pada anak agar mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam
terapi kelompok dimana masing-masing dapat melakukan sharing sehingga
menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan
dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati.
Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif
dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu
menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi
perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan
bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun
semua itu harus diawali dari orangtua.
Daftar Pustaka
Departemen Kesehatan (2002), Pedoman
Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan.
Jakarta: Departemen Kesehatan.
Venny A (2003). Memahami
Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta:
Yayasan Jurnal Perempuan
Soedarsono dkk, Wanita, kekuasaan, dan Kejahatan : beberapa aspek
kebudayaan Jawa, Jakarta: Proyek Penelitian dan Pengkajian
Kebudayaan Nusantara. 1985
Parsudi Suparlan, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya, Jakarta
: Dekdibud,1984
Tidak ada komentar:
Posting Komentar