Rabu, 26 Juni 2013

Jathilan sebagai sebuah identitas masyarakat Monggang




            Pagi itu (23/06/2013), mentari masih mengintip malu dari ufuk timur. Tapi para pemuda dusun Monggang telah sibuk mempersiapkan peralatan pertunjukan jathilan. Ya memang, hari tersebut berbeda dengan hari minggu biasanya. Pada hari itu Paguyuban Kesenian Jathilan Kudo Mataram akan melakukan pementasan dalam rangka “ditanggap” oleh salah satu penduduk di desa tetangga. Paguyuban kesenian Jathilan Kudo Mataram sendiri merupakan sebuah kelompok kesenian yang tumbuh dan berkembang di dusun Monggang-sebuah dusun yang berada di selatan kota Yogyakarta.
            Jathilan didefinisikan oleh R M Soedarsono sebagai tarian rakyat yang biasanya dipentaskan secara berpasangan dengan properti berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu. Dalam setiap pementasannya, pertunujukan jathilan biasanya diakhiri dengan prosesi kesurupan (trance). Sebenarnya tarian serupa dengan jathilan telah tumbuh dan berkembang di berbagai penjuru wilayah pulau Jawa.  Di daerah Jawa Barat tarian ini dikenal dengan istilah kuda kepang, sedangkan diwilayah Jawa Timur tarian ini menjadi bagian dari pertunjukan Reog.
            Kembali lagi kepada Paguyuban Jathilan Kudo Mataram, paguyuban ini mampu menjaga eksistensinya dalam rentan waktu yang cukup lama. Hal ini menjadikan paguyuban ini menjadi untuk dikaji. Berdasarkan narasumber yang saya temui, keberadaan paguyuban ini sudah semenjak akhir masa kolonial Belanda, ada pula yang menyebutkan berdiri ketika masa pendudukan Jepang, hal ini menjadi sebuah kemakluman karena dokumentasi ataupun arsip yang berkaitan dengan hal tersebut amatlah terbatas. Pada awal berdirinya kesenian ini, hanya digunakan sebagai sebuah wahana untuk mengisi waktu luang setelah berkegiatan disawah. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut, hiburan yang bisa didapatkan warga dusun Monggang amatlah terbatas.
            Seiring berjalannya waktu, paguyuban ini kemudian berkembang pesat. Hal itu dibuktikan dengan semakin meluasnya eksistensi kelompok kesenian jathilan Kudo Mataram. Sebagai sebuah pertunujukan seni yang mampu mengundang penonton yang begitu banyak, paguyuban ini tak luput dari politisasi. Pada masa era Orde Baru, pemerintah menggunakan kesenian ini untuk mensosialisasikan program-program pemerintah. Hal ini terlihat dalam alunan lagu yang didendangkan selama  pertunjukan. Contohnya sebagai berikut :
 Ayo konco bebarengan dolanan
Ngeplak kendang nabuh bendhe angklunge
Kabudayan bangsa kita
Jathilan iku arane
            Penthul Bejer pada mimpin jarane
            Diatur supaya menang perange
            Menang kalah padha wae
            Sing penting seneng atine
Iki jathilane iki jathilane
Kudo Mataram Kudo Mataram
Pendowoharjo Sewon Bantule
            Wus gembleng tekad wargane nyengkuyung
            Pembangunane lan Program bangsane
            Gotong royong nyambut gawe
            Adil makmur tujuane
Bantul Produktif Bantul Produktif
Subur tanahe Subur alame
Aman lan asri asrep kahanane
           
            Pada bait-bait lirik yang dicetak tebal tersebut , terlihat bahwa paguyuban ini juga ikut turut serta dalam penyampain program-program pembangunan pemerintahan Orde Baru. Selain itu politisasi yang kedua pernah terjadi ketika PEMILU 1999. Pada tahun 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memberikan sumbangan berupa alat musik Drum, hal itu dilakukan dalam rangka kampanye partai politik tersebut guna memperoleh suara di wilayah kecamatan Sewon. Sesuai dengan warna dominan dari partai tersebut, alat musik Drum yang diberikan berwarna merah. Hal itu sedikit banyak berimplikasi postiif, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mampu mengantongi suara sebesar 35.689.073.[1] Jumlah tersebut dalam presentase dapat digambarkan dengan angka 33.74 persen. Di wilayah Bantul sendiri Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mampu mendominasi perolehan suara pada pemilu 1999 sebagai pemilu pertama setelah runtuhnya Orde Baru.


[1]http://www.kpu.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=42 ,dilihat pada tanggal 11 Februari 2013, 2:34 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar