Kompetisi Liga
Indonesia musim depan masih menggunakan format baku ISL dan IPL. Ini
merupakan buntut dari gagalnya negosiasi gunakan menemukan
rekonsiliasi sebuah bentuk liga yang manunggal. Memang wacana
mengenai format liga Indonesia yang baru dan segar telah di munculkan
kepermukaan oleh CEO PT LPIS Widjajanto. Tapi hal itu masih berupa
wacana yang menemukan tembok tebal nan tangguh dan susah ditembus.
Jika memang masih
menggunakan format dua kompetisi, polemik lama yang mengorbit selama
satu musim terakhir kelihatannya akan terus mengorbit. Salah satu
problem menonjol yang dialami Liga Indonesia versi IPL adalah matinya
pasar supporter tim tim yang bernaung dibawah panji – panji
profesionalitas yang selama ini digaungkan oleh pengelola. Tak bisa
di pungkiri supporter merupakan salah satu sektor yang menjaga
kestabilan finasial sebuah tim. Analoginya seperti ini, semakin
banyak supporter yang dating kestadion, semakin besar pendapatan tim.
Jika regulasi legal
kedua kompetisi ini tetap berjalan. Hadir kemungkinan untuk tim-tim
IPL berlabuh kedalam panji-panji ISL. Terakhir sebut saja Semen
Padang dan Laskar Kalinyamat “Persijap” yang menyatakan
ketertarikan untuk menempati rumah lama ynag telah mereka tinggalkan.
Maka jika hal ini terjadi, musibah telah menimpa IPL. Dengan begitu
IPL bakal kekurangan tim yang mengikuti kompetisi. Belum ada tim-tim
ISL yang mengutarakan diri untuk masuk dalam lingkup spasial IPL.
Jalan terbaik dari
kegalauan ini adalah dengan bergabungnya ISL dan IPL dalam sebuah
liga yang manunggal dan professional. Jika kita tarik kebelakang,
kejadina serupa tetapi tidak sama telah dilalui oleh PSSI. Hal
tesebut merupakan peristiwa bersatunya dua kompetisi di Indonesia
dalam satu kompetisi baru. Kala itu, kompetisi semi professional
bernama “Galatama” bergabung dengan kompetisi perserikatan dalam
bentuk format yang baru. Hasilnyapun tak mengecewakan. Kompetisi
gabungan itu mampu berjalan lancar.
Galatama hadir
sebagai sebuah hasil keprihatinan akan prestasi timnas yang merosot
pada tahun 1970an. Para pengamat sepakbola Indonesia sekelas Kadir
Yusuf, Nabon Noor, dan Sutiono J Alis mengusulkan agar dijalankannya
sebuah liga yang semi professional. Maka terciptalah Galatama atas
bantuan pengusaha sekelas Sigit Harjoyudanto pada tahun 1979. Peserta
kompetisi ini berbeda dengan kompetisi perserikatan yang telah
berjalan terlebih dahulu. Galatama diikuti oleh tim-tim bentukan
perusahaan dan terlepas dari pendanaan pemerintah. Sebut saja Warna
Agung, Jayakarta, Indonesia Muda, Arseto Solo, Tunas Inti, Cahaya
Kita, Pelita Jaya,Niac Jaya, Petrikimia Gresik, Perkesa 78, Tidar
Sakti dan lain-lain. Sedangkan Perserikatan konsisten dengan
nama-nama Persis Solo, PSIM, Persebaya, PSIS dan lain-lain.
Kompetisi Galatama
dan Perserikatan kala itu juga mengantongi legalitas seperti kasus
ISL dan IPL sekarang. Tapi yang membedakan kala itu masih tetap sama
dalam panji-panji PSSI, bukan seperti sekarang.Toh ketika kedua liga
ini digabung pada periode kompetisi 1994, tim-tim yang berlaga juga
mampu menerima dengan lapang dada sebuah kompetisi baru dan segar.
Harusnya para
petinggi PSSI belajar dari sejarah masa lampau. Peristiwa Merger
damai anatara Galatama dengan Perserikatan. Memang kala 1994, kondisi
PSSI berbeda dengan sekarang. Tapi setidaknya ada sebuah kesamaan
dimana dua kompetisi legal di Tanah Air ini mampu di akomodasi dalam
sebuah liga baru.
Masih banyak hal
penting yang harus dibenahi para pemangku organisasi sepakbola di
negeri ini. Bukan melulu berkutat dengan dualisme organisasi,
kompetisi, dan timnas. Pembibitan generasi-generasi muda haru segera
diperhatikan, kalau tidak, pada level sekelas Asia tenggara pun
Mantan Macan Asia ini bakal ompong. Setidaknya jika PSSI mau
mengkahiri polemik liga ini, maka mereka telah menyelesaikan satu
pekerjaan. Itu artinya telah member harapan baru untuk sepakbola
Indonesia. Harapan baru untuk sebuah kejayaan.
Namun jika hal ini
tidak segera diatasi, malah akan menjadi bom waktu yang akan
meledakan dan membunuh prestasi Indonesia. Analoginya sederhana, jika
Galatama dan era Perserikatan bisa disatukan, kenapa ISL dan IPL
tidak bisa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar